Part. 17 - Impromptu
Kemarin uda bapaknya, sekarang anaknya dong.
Perhatian itu harus dibagi, jangan disimpen sendiri 🤣
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Joel memperhatikan ekspresi Alena yang tampak begitu lelah dan terkesan menarik diri. Dengan patuh, dia menjalani tugas yang diberikan para ayah tanpa aksi protes yang sering dilakukannya. Mengolah ikan segar dalam jumlah banyak seorang diri, juga menyajikannya tanpa bantuan sama sekali. Para pelayan cottage dirumahkan karena para ayah ingin melihat sampai sejauh mana Alena bertahan.
Dengan para ayah yang sudah duduk di kursi masing-masing, mereka tidak mampu bersuara selain takjub dengan cara kerja Alena yang menyajikan berbagai varian makanan sesuai dengan kesukaan mereka. Noel pun berckckck ria sambil bertepuk tangan dengan riang, tampak begitu kesenangan di sana.
Seperti menyadari suasana hati Alena dari ekspresi wajahnya yang lelah, para ayah menikmati makan malam itu dalam diam. Tidak bersuara sampai Alena datang dengan semangkuk makanan untuk dirinya sendiri. Menempati kursi kosong yang ada di samping Joel, Alena duduk dengan diapit Joel dan Noel, dimana para ayah mengisi kursi-kursi pada meja makan besar itu.
Alena membuat kentang panggang dengan potongan keju dan sayuran untuk dirinya, sama sekali tidak memilih menu ikan sebagai makan malamnya. Hanya Noel yang terus berceloteh soal makanan buatannya yang terasa nikmat dan lezat, sama sekali tidak mengindahkan tatapan tajam dari para ayah.
Dengan ekspresi yang masih sama, Alena menikmati makannya tanpa minat. Dia terlihat sedang termenung dan sama sekali tidak ingin berada di situ. Joel memahami apa yang membuatnya menjadi diam seperti itu, dan sudah melakukan apa yang bajingan kecil itu pantas dapatkan karena sudah menghina Alena dengan begitu kejam. Pukulannya pun cukup keras dilakukan meski belum begitu puas, dan sudah menyuruh Brant untuk melanjutkan.
“Alena, apa kau yakin hanya menikmati kentang panggang itu?” tanya Adrian yang duduk di samping Noel dengan nada cemas.
Semuanya menatap Alena yang kini menoleh pada Adrian dengan senyuman hambar. “Aku tidak bisa menikmati makanan berat setelah memasak, Appa. Terima kasih sudah menanyakan.”
“Apa kau ingin mencoba makananku? Ini, ambil saja sebagian, aku rela,” balas Noel sambil mendekatkan piring Salmon Steak-nya pada mangkuk milik Alena.
“No, thanks,” tolak Alena sambil menggeleng.
Jika tadi Joel memberikan jas pada Alena untuk menutupi punggung terbukanya, kali ini, dia spontan melepas cardigan yang dikenakannya untuk dipakaikan pada Alena. Membuatnya menjadi pusat perhatian dari para ayah dan Alena yang kini sudah menoleh padanya, lalu menggumamkan terima kasih.
Makan malam berlanjut tanpa ada pembicaraan, hanya ada dentingan alat makan yang sedang bekerja untuk memotong steak ikan yang disajikan. Meski demikian, lemparan sorot mata tajam dilakukan dari para ayah untuk mempelajari ekspresi Alena saat ini.
Alena hanya mampu menghabiskan setengah dari kentang panggangnya, lalu menaruh alat makannya di samping piring dan mengusap bibir. Mengambil air minumnya dan meneguk pelan dengan alis berkerut, lalu kemudian mengedarkan pandangan ke sekeliling dimana para ayah beelagak sibuk dengan makanannya. Hanya Joel yang terang-terangan memperhatikan Alena seolah hanya ada mereka berdua saja di ruangan itu.
“Maaf, apakah aku boleh berbicara dengan kalian saat ini? Tidak apa-apa, silakan mendengar sambil melanjutkan makan kalian,” tanya Alena dengan pelan.
Para ayah kompak mengangguk. Hanya Nathan yang tidak memberi respon selain menatap Alena dengan tajam dari arah sebrang. Seperti sudah terencana, formasi duduk ayah dan anak itu pun dibuat bersebrangan, dimana Nathan duduk diapit Christian, Juno, dan Wayne. Sementara Liam duduk di kursi utama sambil memperhatikan dua baris kursi yang dipenuhi oleh yang lainnya.
“Silakan, Sayang. Kau diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat,” jawab Wayne dengan sorot mata teduhnya.
“Tnanks, Dad,” balas Alena dengan suara berbisik.
Joel bisa merasakan ketegangan dalam diri Alena saat ini. Wanita itu tampak kikuk dan ragu, namun penuh tekad untuk melanjutkan apa pun yang ingin dia lakukan.
“Aku minta maaf untuk semua hal yang sudah kulakukan selama beberapa tahun ini, terutama untuk Papa. Tidak sepantasnya aku melakukan kekonyolan itu dan membuatmu malu. Seharusnya, aku mampu menghargai nilai diriku sendiri dan tidak membiarkan kekonyolan itu merusakku, juga membuat kalian sibuk,” ujar Alena dengan suara gemetar dan menatap para ayah secara bergantian dengan mata yang berkaca-kaca.
Menghela napas berat, Alena mengambil jeda sesaat dan kembali melanjutkan. “Aku menyesal sudah melakukan hal itu. Kuharap kalian bisa memaafkanku dan aku berjanji tidak akan mengulangi perbuatan yang sama.”
“Bisakah kau jelaskan tentang penyesalan yang tiba-tiba seperti ini? Aku tidak percaya jika kau benar-benar menyesal,” tanya Nathan tanpa ekspresi.
“Nathan!” tegur Juno sambil mendesis tajam ke arahnya. “Hargai anakmu jika kau ingin dihargai olehnya. Dia sudah mengatakan keinginannya dan sudah berjanji. Apakah sulit untuk mempercayainya sendiri?”
“Karena dia sering berulah,” balas Nathan tanpa beban.
“No! Karena kau merasa gagal mendidiknya, Dude. Akui saja hal itu. Sudah kubilang, biarkan Alena tinggal di rumahku saja karena kau tidak mampu menjaga putrimu sendiri,” celetuk Christian dengan ekspresi tidak suka dan tersinggung dengan ucapan Nathan.
“Hentikan ocehan kalian! Biarkan Alena berbicara karena dia memililiki hak suara yang sama dengan anak lainnya!” sembur Liam sambil menggebrak meja, dan tampak tidak senang dengan perdebatan yang terjadi di sisi kirinya.
“Sudah tua tapi kelakuan seperti remaja,” celetuk Noel sambil berckckck ria dan kembali menikmati makanannya.
Alena meremas kedua tangan dengan gelisah dan wajahnya terlihat ingin menangis. Satu tangan besar Joel sudah menangkup kedua tangan Alena lalu meremasnya lembut. Wanita itu menoleh ke arahnya dan menatap dengan lirih, membuat hatinya berdenyut nyeri melihat kesedihan yang terpancar di sana.
“Aku memutuskan ingin menikah,” ucap Alena sambil menoleh pada Nathan.
Liam yang sedang minum langsung tersedak dan para ayah lainnya memberi ekspresi kaget yang sama. Noel dan Joel pun tidak kalah kagetnya. Merasa tidak senang dengan ucapan Alena yang tiba-tiba, dengan otak yang sudah berputar tentang siapa yang akan dipilih wanita itu.
“Jangan bicara sembarangan, Na. Apa kau yakin? Aku tidak akan menerima siapa pun yang pernah menjadi incaranmu! Tidak! Aku tidak mau!” tolak Nathan mentah-mentah, dan masih terlihat kaget di sana.
Satu tangan Joel yang menangkup dua tangan Alena, kini berubah menjadi dua tangan Alena yang menggenggam satu tangannya. Tanpa menoleh padanya, Alena menatap Nathan dengan seluruh keberaniannya.
“A-Aku memilih Joel,” ucap Alena gugup.
Noel langsung menoleh dan menatap dengan tercengang, lalu melebar senang sambil memeluk Alena dari belakang, membuat tubuh Alena terdorong maju hingga menubruk Joel yang disampingnya.
“Aku senang sekali akhirnya kau melakukan hal yang benar, Sister!” seru Noel girang.
Ekspresi para ayah kini berubah menjadi biasa saja, seolah apa yang disampaikan Alena bukan berita baru. Mereka hanya terlihat penasaran dengan kelanjutan penjelasan Alena.
“Noel!” tegur Joel dingin, dan mendorong Noel menjauh karena Alena terkejut dengan serangan pelukannya yang tiba-tiba.
Noel menarik diri sambil terkekeh geli, tampak kesenangan dan mengacak rambut Alena gemas.
“Apa yang membuatmu tiba-tiba memutuskan hal seperti itu, Sayang?” tanya Christian hangat.
“Kupikir, siapapun yang menjadi pilihanku nanti, sudah pasti tidak akan mendapat persetujuan dari kalian. Satu-satunya orang yang bisa mendapat semua hal yang kalian inginkan, hanya pada Joel. Kurasa, Papa tidak keberatan, bukan begitu?” balas Alena dengan tatapan cemas ke arah Nathan yang masih terkejut di sana.
“Itu ide yang bagus!” seru Christian senang.
“Benar-benar bagus,” timpal Wayne dan Juno bersamaan, diikuti Liam dan Adrian.
“Ayolah, Papi! Jangan terus bersikap bajingan, padahal kau menyetujui Joel, bukan? Jangan membuat adikku semakin sedih. Aku tidak suka,” keluh Noel dengan ekspresi merengut pada Nathan.
Nathan menatap Alena dengan seksama dan penuh penilaian. “Apa kau yakin?”
Alena mengangguk.
“Kau memutuskan hal ini, bukan karena ingin bebas melakukan apa saja dan mendapat larangan dariku, kan?”
Sejenak Alena tampak ragu untuk menjawab, terlihat gugup dan melirik singkat pada Joel untuk melihat ekspresinya. “Aku memilihnya, juga bukan berarti aku bebas. Dia sudah pasti akan mengawasiku tanpa sepengetahuanku, seperti yang sudah sering dilakukannya, bukan begitu?”
Delikan mata tajam langsung terarah pada Noel yang spontan menunduk untuk menghindar dari tatapannya. Shit! Pria itu benar-benar bermulut besar dan Joel sudah gerah karena membiarkannya.
Spontan, Joel beranjak berdiri dan meraih lengan Alena untuk ikut berdiri dengannya. Wanita itu tersentak kaget dan bingung, tampak cemas dengan ekspresi dingin yang ditampilkannya.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Nathan sengit.
“Aku perlu berbicara dengannya, sebab dia tidak mendiskusikan hal ini denganku,” jawab Joel sambil merangkul bahu Alena untuk ikut dengannya. “Lagi pula, dia sedang labil dan tidak tahu apa yang dikatakannya. Jadi, biarkan aku memastikannya sendiri.”
Seruan keras Nathan terdengar dan Joel mengabaikannya dengan menarik Alena untuk ikut bersamanya, menyingkir dari cottage itu. Tidak peduli apa yang akan dihadapinya nanti, yang jelas kali ini, Alena sedang tidak stabil dalam menata emosinya.
“El, kau mau bawa aku kemana?” tanya Alena cemas.
“Jalan-jalan,” jawab Joel sambil membukakan pintu mobil dan mendorongnya masuk dengan pelan.
Alena tidak membantah atau protes seperti biasa, justru terdiam dan memandang ke luar jendela dengan tatapan menerawang. Joel pun tidak ingin memulai pembicaraan dan fokus untuk menyetir saja.
Melihat kondisi Alena yang begitu lelah dan masih tampak begitu sedih, membuatnya berpikir untuk tidak mengantarnya pulang ke rumah yang jauh dari cottage. Joel meraih ponsel dan melakukan telepon tanpa perlu menekan.
“Dad,” ucapnya pelan dan telepon langsung tersambung ke nomor ayahnya.
“Yes?” balas Christian langsung pada dering pertama.
“Alena lelah dan aku ingin…,”
“Sure! Aku yakin kau akan membawanya ke vila keluarga kita. Pakai saja, aku sudah menyuruh penjaga untuk menyiapkannya dan kau bisa membawa Alena untuk beristirahat. Biar aku yang mengurus Nathan,” sela Christian cepat.
“Thanks,” ujar Joel.
“Dan satu lagi,” balas Christian.
“Yeah?”
“Buatkan satu cucu untukku agar aku tidak kesepian.”
Joel hanya mendengus kasar dan tidak mempedulikan kekehan geli ayahnya dengan mematikan sambungan telepon itu. Menoleh ke samping dan mendapati Alena sudah memejamkan mata, tampak begitu lelah dan pucat. Sekitar lima belas menit kemudian, Joel tiba di vila keluarga dengan beberapa penjaga yang sudah menyambut kedatangannya.
“Na, ayo kita turun,” bisik Joel ketika sudah membuka pintu mobilnya.
Alena mengerjap sayu dan menatap sekitar dengan bingung. “Ini dimana?”
“Vila keluargaku,” jawab Joel sambil membantu Alena untuk keluar dari mobil.
“Papa bisa membunuhku jika kau tidak mengantarku pulang, El. Atau kau benar-benar ingin bunuh diri?” balas Alena kalut.
“Dad sudah tahu kita ke sini dan akan mengurus ayahmu. Ayolah, kau sudah lelah,” sahut Joel pelan sambil merangkul Alena untuk masuk ke dalam vila.
Alena tidak membalas lagi dan hanya mengikuti langkah Joel dengan susah payah karena memakai heels yang cukup tinggi. Begitu tiba di dalam vila, dia segera melepas heels-nya dan membiarkan Joel mengarahkan langkah untuk menuju ke kamar pribadinya.
“Belum ada sejam aku memutuskan untuk menikah denganmu, dan kau sudah membawaku ke kamarmu,” celetuk Alena dengan ketus.
“Penjaga hanya membersihkan kamarku karena tahu aku akan ke sini. Kamar Joana belum dibersihkan dan kau alergi debu. Tenang saja, aku tidak akan berbuat macam-macam. Aku hanya ingin kau beristirahat supaya besok kita bisa bicara,” ujar Joel sambil berjalan melewati Alena untuk masuk ke dalam kamar mandi dan kembali dengan handuk besar bersamanya.
“Apa kau meragukan keputusanku soal ingin menikah denganmu?” tanya Alena sambil menerima handuk itu dari Joel.
“Ya,” jawab Joel tanpa ragu. “Kita bertengkar sebelum kau memasak dan tidak ingin melihat wajahku. Kau juga terus bersikap seolah kau sangat membenciku, tapi tiba-tiba memutuskan ingin menikah denganku di depan para ayah. Aku tidak mengerti apa yang kau inginkan.”
“Aku melakukannya karena itu adalah keputusan yang paling masuk akal dan harus kulakukan, El. Kau juga tidak akan membiarkanku untuk memilih orang lain karena selalu menjagaku, bukan?” balas Alena lirih.
“Dan itukah yang kau pikirkan soal ajakan pernikahan? Apakah definisi pernikahan bagimu seperti itu?” tanya Joel dengan rasa tidak terima.
“Aku…,”
“Kau bahkan tidak mencintaiku dan sangat membenciku. Apa yang kau harapkan dari orang yang tidak kau sukai untuk hidup satu atap denganmu? Sudah pasti apa yang kulakukan adalah salah di matamu, bukan begitu?” sela Joel datar.
Alena mengatupkan bibir dan menatap Joel dengan mata berkaca-kaca. “Bukankah kau bilang padaku akan meninggalkanku lagi jika kuminta?”
“Apa?”
“Aku takut kau akan meninggalkanku dengan niat untuk membalas atas apa yang pernah kulakukan. Aku juga tidak ingin kau merasa bersalah karena sudah menyakitiku dan berubah menjadi seperti ini. Aku hanya ingin mencoba,” jawabnya dengan suara gemetar.
“Untuk semua yang sudah kulakukan, kau berpikir jika aku merasa terbeban dan bersalah padamu?” tanya Joel dengan nada tidak percaya.
Alena mengangguk tanpa ragu.
Joel menghela napas berat dan berjalan mondar mandir sambil bertolak pinggang, memutar otak untuk memberi penjelasan sederhana agar Alena mudah mengerti, tapi seperti biasanya, dia kurang pandai memilih kata-kata.
“Aku ingin mandi saja,” putus Alena kemudian dan Joel mengangguk setuju.
Wanita itu menuju ke kamar mandi dan mulai membersihkan diri di sana, dimana Joel segera menuju ke kamar utama, yaitu kamar orangtuanya untuk memakai kamar mandi dan juga membersihkan diri. Berpikir untuk menjelaskan semuanya pada Alena tentang apa yang sudah dilakukannya selama 5 tahun terakhir malam ini.
Setelah selesai, Joel memakai training pants milik ayahnya tanpa atasan dan mulai mencari pakaian ibunya untuk dikenakan Alena. Damn! Makinya dalam hati. Kenapa semua gaun tidur ibunya adalah lingerie dan berbahan satin? Joel sungguh tidak habis pikir tentang aksi liar orangtuanya meski sudah berumur.
Joel memutuskan mengambil setelan kamisol dan membawanya untuk Alena. Wanita itu sedang mengeringkan rambutnya dan sudah memakai kemeja kebesarannya di sana.
Alena menoleh padanya dengan ekspresi tertegun. “Mmm, maaf jika aku mengambil kemejamu di lemari.”
“Tidak apa-apa. Apa kau ingin memakai pakaian ibuku?” tawar Joel sambil menyodorkan kamisol itu.
Alena melihat kamisol yang terulur dan langsung menggelengkan kepala. “Kurasa kemeja ini lebih nyaman karena lebih longgar.”
Joel mengangguk saja dan terlihat salah tingkah. Dia memutuskan untuk menaruh kamisol itu di keranjang khusus pakaian kotor, lalu mengambil alih mesin pengering dari tangan Alena.
“Biarkan aku membantumu,” bisik Joel pelan.
Alena terlihat gugup dan mengangguk saja, membiarkan Joel mengeringkan rambutnya dengan terlatih. Setelah itu, dia menyisir rambut indah Alena dengan lembut.
“Aku menyayangimu, Na. Sangat,” ucap Joel kemudian.
Alena berbalik dan menatap Joel dengan tatapan menilai. “Noel ada bercerita bahwa kau…,”
“Dia memang bermulut besar, tapi setidaknya sudah meringankan sedikit bebanku untuk menjelaskan,” sela Joel dengan ekspresi meringis.
“Kenapa susah sekali untuk menjelaskan sesuatu padaku, El? Apakah memang sesulit itu? Atau hal yang ingin disampaikan memang serumit itu?” tanya Alena.
Joel terdiam sambil berpikir, lalu mengangkat bahu. “Rumit dan sulit. Keduanya. Tapi yang pasti, hanya kau yang mengisi hatiku sejak lama.”
Tatapan Alena menghangat dan penuh arti di sana. “Benarkah? Apa karena itu kau berusaha mengawasi dan melindungiku?”
Joel mengangguk. “Aku terpaksa melakukan hal itu karena merasa marah dengan keadaan seperti ini. Ada hal yang sulit untuk kujelaskan dan tidak bisa bersamamu waktu itu, tapi bukan karena aku ingin mencampakkanmu. Aku tahu jelas kau menyukaiku, Na. Hanya saja, waktu itu aku tidak bisa.”
“Kenapa?” tanya Alena sambil mendekatkan diri, merangkul bahunya, dan mendesakkan tubuh padanya.
Joel spontan menarik Alena untuk duduk di pangkuannya, melingkari pinggang rampingnya, dan menatapnya penuh arti. “Ada kesepakatan yang harus kujalani dari para ayah.”
“Papa tahu?” tanya Alena kaget.
Joel mengangguk. “Oleh karena itu, dia tidak bisa menghambatku karena berupaya untuk menjaga dan mengawasimu. Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja dan tidak ada bajingan yang menyentuhmu. Meski sebenarnya aku muak bersembunyi darimu, tapi terpaksa kulakukan demi untuk mencapai hari ini.”
Alena terdiam dan menatapnya dengan seksama. Sorot mata cerdasnya tampak menilai, seolah ingin mencari kejujuran dalam ekspresi yang diberikan Joel. Untuk pertama kalinya, mereka berdua bisa mengobrol dengan tenang dan damai seperti ini.
“Aku tidak mengerti, tapi kurasa kau tidak berbohong. Jadi, apa kau mencintaiku, El?” tanya Alena.
“Apa yang kulakukan tidak bisa menjadi jawaban untukmu?” tanya Joel balik.
“Setiap pertanyaan harus dibalas dengan jawaban, dan bukan pertanyaan kembali. Lagi pula, aku baru tahu alasan kenapa kau memilih jalang itu hari ini. Di samping itu, aku juga lelah dan…,”
“Aku mencintaimu, Na. Sangat mencintaimu,” sela Joel sambil mengeratkan pelukan di pinggangnya, menarik untuk lebih mendekat padanya.
Alena tampak tercengang dan mengerjap cepat, seolah tidak percaya padanya. Meski demikian, ada kesan haru dari wajah cantiknya, dengan rona merah yang tampak begitu memukau.
“Bagaimana denganmu, Cantik? Apa kau mencintaiku? Atau masih membenciku dengan semua tuduhan yang kau berikan padaku?” tanya Joel kemudian.
Bibir Alena menekuk, dan mengeratkan rangkulan di bahu, tampak tidak suka. “Alasanku mengerjai pria karena berusaha untuk menyingkirkanmu dari pikiranku. Tapi, tidak bisa. Pengaruhmu terlalu kuat untuk kulupakan, terlebih lagi saat kau…,”
“Menciummu seperti ini?” sela Joel sambil memiringkan wajah dan mencium bibirnya dengan lembut.
Dia bisa merasakan napas Alena yang tertahan, namun tidak menolak saat Joel melanjutkan ciumannya. Sesapan lembut dilakukan, disusul dengan hisapan dan gigitan. Alena bahkan sudah mampu membalasnya.
“El,”
“Untuk semua waktu yang sudah terbuang sia-sia, dan untuk perasaan yang kita rasakan bersama, maukah kau menikah denganku, Na?” tanya Joel di sela-sela ciuman, dengan tangan yang mulai menyelinap masuk ke dalam kemeja yang kebesaran, membelai kulit terlembut yang ada di baliknya.
“Tidak perlu bertanya, kau sudah tahu jawabannya,” balas Alena dengan suara mendesah, ketika Joel mengusap putingnya dengan ibu jari.
“Yes or no?” bisik Joel lembut, lalu menyesap kulit lehernya dengan dalam.
“Yes! Yes! Yes!” jawabnya dengan napas terengah, lalu mengerang pelan ketika Joel menaikkan ritme sentuhan dan ciuman liarnya.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Part ini kayak ada manis2nya gitu 😙
Capek bikin scene yg ngegas mulu, bawaannya jadi ikut emosi 😅
Jadi, apa kabarmu hari ini?
Sudah lebih baik? Biasa saja?
Nggak ada yang berubah?
Kalo gitu, selamat!
Karena kamu masih waras 🤣
Stay safe, yah 💜
31.03.2020 (19.41 PM)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top