Part. 16 - Deadfall

TGIF 💜

🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Tadinya, Alena berpikir bahwa menerima ajakan Rene untuk menikmati makan malam adalah cara terbaik untuk meluapkan kekesalannya pada Joel yang sudah membuatnya ketakutan karena menaiki motor sialannya itu. Sekarang? Dia menyesali keputusannya dengan menikmati es krim matcha sambil menatap Rene dengan datar. Tidak ada yang menarik saat bersamanya, selain wajah tampannya yang terlihat agak bodoh dan merajuk seperti anak anjing.

“Menurutku, kita emang udah cocok sejak lama. Makanya pas ketemu lagi, langsung deket gitu aja. Jadi, mau tunggu apa lagi? Kamu tahu jelas kalo aku emang udah sayang sama kamu dari dulu,” ujar Rene dengan penuh percaya diri.

Jika ada yang menyatakan perasaan atau ajakan untuk melangkah ke arah yang lebih serius, Alena akan senang dan puas, tapi kali ini tidak. Rasa kesalnya justru bertambah dengan keinginan untuk melakukan sesuatu pada wajah tampan yang memuakkan itu.

“Aku nggak kepengen pacaran, Rene,” celetuk Alena tanpa beban.

“Kalo gitu, kita nikah aja,” seru Rene dengan antusias.

“Aku nggak mau,” tolak Alena cepat.

Alis Rene menekuk dan menatap Alena heran. “Why?”

“I don’t want to do romance with you. Niatku cuma kepengen have fun dan ada yang bisa anter jemput kalo pengen hepi,” jawab Alena santai.

“Aku bukan supir, Na!” seru Rene dengan ekspresi tidak suka.

Alena mengangkat bahu. “Kamu yang ngomong, bukan aku. Lagian, yang selalu ngajakin keluar itu kamu.”

“Tapi kamu mau!”

“Kenapa nggak? Aku terima ajakan kamu karena emang kepengen keluar dan nggak ada temen. Terus, apa masalahnya? Emangnya salah aku kalo kamu kege-eran jadi cowok?”

Jika tadi Rene terlihat seperti anak anjing, kali ini berubah total. Ekspresinya berubah menjadi kecewa dan marah, seperti ingin mengumpat tapi berusaha menahan diri. Apalagi, suasana restoran yang terletak di lantai teratas hotel ternama itu terbilang cukup ramai. Menjadi pusat perhatian saja, Alena sudah kesal. Andai saja dia tahu jika Rene akan mengajak ke tempat dimana dia dikenali banyak orang, sudah pasti Rene punya maksud untuk menjadi berita gosip malam ini. Baiklah, pikirnya. Jika dia menginginkan pertunjukan, maka Alena akan memberi pertunjukan yang sebenarnya.

“Jadi, kamu masih nungguin cowok yang nggak pernah kasih harapan ke kamu? Siapa namanya? Joel?” tanya Rene dengan satu alis terangkat.

Alena menatap Rene dengan heran. Dia tidak menyangka jika Rene mengetahui tentang perasaannya pada Joel waktu itu. Seingatnya, hanya beberapa teman dekatnya saja yang mengenal Joel. Lagipula, hal itu sudah lama sekali tapi kenapa bajingan itu mengingatnya?

“Kenapa diem? Apa yang aku tanyain itu emang bener? Alena, Alena, kamu cantik tapi nggak bisa mikir. Buat apa sih ngarepin orang yang jelas-jelas cintanya sama orang lain? Kalo pun dia sama kamu sekarang, itu karena dia udah diselingkuhin sama ceweknya dengan sepupu sendiri,” lanjut Rene sambil memberikan seringaian yang tampak jahat.

Alena menahan diri untuk tidak kaget dengan tetap bersikap tenang dan menatap datar. Apa katanya? Jalang itu selingkuh? Pikirnya keras. Jadi, Joel tidak jadi menikah karena wanita jalang itu berselingkuh. Dan sepupu? Apakah bajingan yang bernama Samuel Haydenchandra itu yang dengan sengaja merebutnya dari Joel? Hal yang baru diketahuinya dan sukses membuat kekesalannya kian menjadi.

“Darimana kamu tahu?” tanya Alena santai, sambil menaruh sendok makan es krim-nya dan mengusap pelan bibirnya.

“Kamu mau tahu? Kalau gitu, jadi cewekku dulu, baru aku kasih tahu,” balas Rene tengil.

Alena memberikan senyum setengah sambil menyilangkan kaki dengan anggun. “Maaf yah, aku nggak segampang itu terima cowok rendahan untuk jadi pacar. Standart-ku terlalu tinggi, dan kamu sama sekali nggak masuk dalam nilai rata-rata versiku.”

Mata Rene melebar tidak senang dan terlihat menggertakkan gigi. Tatapannya kini sudah seperti predator yang hendak menyerang mangsanya dengan cara paling kasar yang bisa dilakukan.

“Pantes aja kamu nggak pernah dihargai sama cowok mana pun! Karena apa yang kamu lakuin itu sama aja kayak pelacur kelas tinggi! Nggak heran kalo Chloe lebih dipilih sama cowok itu daripada kamu! Mungkin kamu boleh nggak percaya dengan apa yang aku ngomong barusan, tapi asal tahu aja, kalo selama ini aku deketin kamu, bukan karena aku memang suka sama kamu!” desis Rene tajam.

Alena mengangguk paham. “Itulah kenapa aku nggak pernah ladenin kamu, Rene. Emangnya kamu pikir kamu aja yang sekolah? Untuk urusin cowok kampret, itu udah jadi keahlian aku. Sekarang bilang aja deh, kamu siapanya Chloe? Simpanan atau orang suruhan?’

“Kakakku nikah sama kakaknya Chloe,” jawab Rene dengan suara mengetat.

“Oh, jadi kalian iparan? Wah, aku cukup prihatin sama kamu yang dapetin ipar jalang kek gitu, dan kamu yang makin kelihatan kayak cowok rendahan,” balas Alena dingin, lalu menyesap wine-nya.

Rene menyeringai sinis. “What about you, Alena? Kamu yang jadi cewek gampangan dengan semua berita gosip di luaran sana. Mungkin isu soal kamu yang termasuk daftar high class bitches untuk prostitusi besar sekelas internasional itu ada benarnya, kalo…,”

Dengan seluruh emosinya, Alena menyemburkan wine yang ada dalam mulutnya pada wajah Rene. Tidak puas dengan hal itu, Alena juga menyiram sisa wine yang masih ada setengah gelas pada wajah sialan itu, sambil beranjak berdiri dan menatap Rene dengan ekspresi menggelap. Penghinaan yang baru saja diterimanya adalah yang terkasar dan Alena tidak bisa mendiamkan hal itu.

“Hanya karena kamu nggak bisa dapetin aku, bukan berarti kamu bisa hina aku kayak gitu!” desis Alena sambil menaruh gelas wine dengan kasar di meja.

Semua yang ada di dalam restoran, tentu saja sudah memperhatikan mereka dan Alena tidak peduli. Rena berusaha menenangkan diri dan mengusap wajahnya dengan sapu tangan, tampak begitu geram di sana.

“Buat cowok yang cuma bisa ngomong kasar dan nggak ada etika kayak lu, sama sekali nggak pantas dapetin cewek baik. Liat aja nanti! Dan satu lagi, bilang sama ipar jalang lu, kalo berani langsung hadapin gue! Jangan suruh-suruh ipar gobloknya buat kasih jebakan sampah kayak gini!” sembur Alena sambil menunjuk kasar Rene.

Mendapat perlakuan dari Alena seperti itu, Rene naik pitam dan segera beranjak. Tangannya sudah melayang hendak menampar, tapi ada sebuah cekalan kuat yang datang tiba-tiba dan sukses menahan gerakannya. Rene meringis ketika tangannya dipelintir dan tubuhnya didesak dengan kasar untuk menubruk jendela kaca restoran. Situasi restoran langsung berubah menjadi gaduh.

Alena mengerjap kaget melihat kedatangan Joel yang sedang mendesak tubuh Rene di sana, dan Noel yang berseru memerintahkan beberapa orang di sekitar restoran sambil menghampirinya. Belum sempat bertanya, tapi Noel sudah menarik Alena untuk mengikutinya keluar dari restoran. Dia sempat menoleh ke belakang untuk melihat Joel yang tampak sedang memberi pukulan telak di wajah Rene.

“K-Kenapa kalian bisa datang ke sini, dan kenapa...,”

No more why, Sister,” sela Noel tajam, sambil mengarahkan Alena untuk segera masuk ke dalam lift.

“Joel…,”

“Beri dia waktu untuk bersenang-senang, Sayang. Sedaritadi, dia sudah tidak tahan untuk menghajar bajingan itu,” balas Noel santai sambil terkekeh geli.

Wait! Darimana kalian tahu aku ada di sini dan…,”

“Bukan hal baru jika kami mengetahui kemana kalian pergi, jadi tidak usah bertanya. Sebaliknya, persiapkan dirimu untuk menghadapi para ayah, karena kita akan menyusul mereka ke sana.”

Alena mengerutkan alis dan semakin bingung. “Bisa tolong dijelaskan apa yang terjadi sekarang, Noel? Dan kenapa Rene bisa tahu tentang Joel?”

“Soal itu, biarkan kakak tertua yang menjelaskan.”

“Kau tahu jelas jika dia sangat payah dalam menjelaskan sesuatu, dan pandai dalam memaksakan kehendak!” desis Alena berang.

Noel tertawa pelan dan mengangguk setuju. “Betul sekali, Na. Kalau begitu, sebagai kakak terbaik yang selalu senang hati memberi petunjuk, maka aku beritahu satu hal. Apa yang kau dengar dari bajingan itu, sama sekali tidak benar. Joel bukan tidak memilihmu, tapi memang sengaja terlihat mengabaikanmu untuk menghindarimu dari sesuatu.”

“Sesuatu?”

“Seperti menjadi incaran dari orang yang membencinya. Dia tidak ingin kau menjadi incaran karena menjadi wanita pilihan, jadi dia sengaja mendekati Chloe dan mengecoh musuhnya untuk memilih orang yang salah,” jawab Noel ceria.

“M-Maksudmu, Joel sengaja memilih jalang itu agar aku tidak menjadi incaran orang jahat?” tanya Alena kaget dan menatap Noel tidak percaya.

Yeah, it sounds so cheesy, right? Mudah-mudahan kadar cintamu tidak bertambah setelah mendengar kebenaran dariku, tapi ssshhhhh, jangan bilang-bilang jika kau sudah tahu dariku, atau dia akan marah besar padaku,” cetus Noel riang, bertepatan dengan pintu lift yang terbuka.

Saat keduanya keluar, Joel sudah ada di depan lift itu sambil menatap Alena dengan tajam dan dingin.

Oh, please, El. Don’t give me that look, or I will punch your face,” cetus Alena sengit.

“Kau sudah berjanji akan tetap di rumah, Na!” desis Joel tajam.

“Tapi aku bisa berubah pikiran dan kau tidak berhak untuk memarahiku!” balas Alena keras kepala.

“Bagaimana jika aku dan Noel tidak datang ke sini?” sahut Joel.

“Aku akan menendang kemaluannya dengan heels-ku!”

Noel tertawa geli. “Apa kubilang tentang adikku yang akan menendang batang kemaluannya?”

Alena berdecak kesal sambil menatap Joel dan Noel secara bergantian, lalu berjalan melewati mereka dengan perasaan yang berkecamuk. Entah apa yang sudah dilakukannya selama beberapa tahun hanya karena amarah yang tidak berarti. Menjadi pribadi yang sama sekali bukan dirinya, melakukan apa saja untuk melampiaskan kekesalan, hingga menjadikannya sebagai anak pembangkang yang sulit diatur. Jika saja dirinya memberi waktu untuk mendengar atau menerima penjelasan, tentunya hal ini tidak akan terjadi.

Demi apa pun, Alena tidak ingin menjadi wanita yang selalu memainkan perasaan lawan jenis, atau menghina dan dihina seperti itu. Ucapan yang keluar dari mulut tidak bisa ditarik kembali, Alena sadar akan itu. Dia ingin menjadi normal dan wajar, tidak menyakiti atau disakiti, tapi tidak mudah dengan hal yang demikian.

Memilliki keluarga yang cenderung protektif, terlebih lagi dengan ayahnya yang keras kepala, membuatnya tidak memiliki hak untuk melakukan sesuatu dalam hidup. Alena menggigit bibirnya sambil menatap kosong ke luar jendela, membiarkan dua pria yang duduk di depan mengobrol apa saja, dan mengikuti kemana pun mereka akan membawanya. Jika dirinya harus kembali mendapat hukuman, Alena pasrah. Dia sudah tidak memiliki tenaga ekstra untuk melawan atau memberontak.

“Apa kau baik-baik saja, Na? Kenapa kau diam saja?” tanya Noel sambil menoleh ke arahnya.

Alena menghela napas. “Lebih baik aku diam, karena tanpa berbuat apa pun, aku sudah pasti akan salah.”

Sebuah jas besar terulur dari depan dan Alena tersentak. Alis merengut tidak suka ketika Joel yang mengulurkan jas itu.

“Pakai jas ini, Na. Kau akan kedinginan karena memakai gaun tipis dan terbuka seperti itu,” perintah Joel tegas. 

“Bukankah pelukan lebih menghangatkan daripada jas? Aku tidak masalah sebagai saksi bisu untuk… Aww! Easy, Man!” seru Noel sambil meringis dan menangkup kepalanya yang terkena pukulan Joel.

Alena tidak menanggapi mereka dengan menerima jas itu dan memakainya. Tujuannya adalah agar pria itu tidak akan mengoceh dan membahas hal yang tidak berguna. Dia membutuhkan ketenangan dan tidak ingin diceramahi, sebab sehabis ini dia perlu menghadapi ayahnya yang saklek.

“Apakah kalian berdua yang selalu bekerja untuk mengatasi para pria yang mendekatiku? Karena tidak mungkin, pria-pria itu tidak melakukan pembalasan karena sudah dipermalukan olehku,” tanya Alena tiba-tiba, ketika mengingat sesuatu.

Baik Joel dan Noel sama-sama tidak memberi jawaban, dan itu sudah membuat Alena bisa mencerna semuanya sekarang. Tentang cerita bahwa siapa pun yang pernah mendekatinya, akan bernasib sial jika sudah menghinanya. Seperti Andrew yang meminta maaf padanya lewat pesan singkat karena sudah mencium punggung tangannya, juga berterima kasih lewat hukuman berupa dua punggung tangan yang disundut rokok sebanyak beberapa kali lewat foto yang terkirim.

Juga Philip, pria terakhir yang mengejarnya di gedung pertunjukan. Alena melihat berita terakhir tentang dirinya yang melakukan pesta seks dan foto-foto dirinya dalam keadaan mabuk berat. Hal itu sudah menjadi pemberitaan skandal terbesar dan merusak nama baik Philip sebagai seorang senator muda di Inggris.

Tentang pria yang berkenalan dengannya di kelab? Alena tidak tahu apa-apa karena tidak mengingat jelas tentang pertemuan dan perkenalan dengan pria asing itu. Menurut cerita Noel, pria itu sudah ditangani dengan baik oleh Joel. Entahlah. Alena semakin pusing mengingat semua cerita itu. 

Btw, para ayah sedang melakukan cheating off day di cottage. Kau akan menjadi tamu kehormatan mereka, Sister. Sejak sore, mereka sudah sibuk memancing dan katanya sudah menangkap banyak ikan segar,” ujar Noel dengan nada ceria yang terdengar begitu sengaja untuk membuatnya naik pitam.

“Kau terlalu banyak bicara, Noel,” cetus Joel sambil melirik sinis padanya.

What? Aku hanya ingin meringankan beban hidup adikku agar dia mengetahui sesuatu lebih dulu, daripada harus mengira-ngira,” balas Noel sambil mengangkat bahu dengan santai.

Alena memejamkan matanya sambil bersandar pasrah, dirinya sudah tidak mengerti dengan apa yang harus dihadapinya. Sisa perjalanan itu dihabiskannya dengan berdiam diri dan tidak menanggapi celotehan Noel yang semakin tidak enak didengar. Dia hampir tertidur ketika mobil sudah berhenti dan tiba di sebuah cottage besar dengan danau pribadi yang diketahui Alena adalah milik dari Daddy Liam, salah satu sahabat ayahnya.

Pintunya terbuka dan Joel sudah berada di sana, memperhatikannya dengan seksama dan mempelajari dirinya saat ini. Satu tangan Joel sudah terangkat dan bekerja untuk menautkan rambutnya ke sisi wajah, lalu menghela napas pelan.

“Jangan membantah atau mengeluarkan suara, sekalipun kau merasa benar, Na. Cukup dengarkan saja, maka kau akan terhindar dari masalah baru,” bisik Joel sambil membantunya untuk keluar dari mobil.

“Simpan saja ocehanmu untuk diri sendiri, Brother. Aku sudah muak mendengar semua perintahmu,” balas Alena dengan penuh penekanan, disambut kekehan geli dari Noel di belakangnya.

Joel tidak menyahut lagi karena mereka sudah mendekati teras cottage, dimana semua para ayah berkumpul di sana. Berjumlah 6 pria tua yang memiliki karakter beragam dan sudah seperti keluarga besar, melebihi keluarga sendiri. Mereka sudah bersahabat semenjak masih mengenyam pendidikan, jauh sebelum mereka bertemu dengan istri masing-masing.

Di setiap hari Jumat, mereka akan berkumpul untuk menggelar cheating off day, istilah konyol yang sudah didengar oleh Alena sejak lahir, dan hari wajib untuk ayahnya menikmati waktu bersama para sahabatnya. Lucunya, para ibu tampak sudah terbiasa dengan kebiasaan konyol sejak muda yang sudah mendarah daging.

Nathan adalah orang pertama yang dilihat Alena, dimana pria tua itu tampak menatapnya dengan dingin dan sama sekali tidak terlihat senang melihatnya. Yang tampak datar dan biasa saja adalah duo Juno dan Liam, dimana keduanya memiliki karakter yang cukup sama dengan Nathan. Pelit bicara, tidak ramah, dan dingin. Sementara Wayne, Christian, dan Adrian, adalah tiga pria tua yang memiliki keramahan yang absolut dan konsisten.

“Alena-ku sangat cantik sekali,” seru Christian, ayah baptisnya, yang selalu antusias jika melihatnya dan langsung bergerak menghampiri untuk memberi pelukan erat. “Apakah harimu menyenangkan, Sayang?”

“Bukankah kau bilang sudah lelah dan ingin beristirahat karena baru mendarat tadi pagi?” tanya Alena datar.

Alis Christian terangkat setengah dan melirik pada Joel singkat, lalu kembali padanya. “Aku biasa saja, terima kasih sudah memikirkan kesehatanku. Aku cukup bugar seperti kuda pacu.”

Noel tergelak, tampak begitu menikmati momen menegangkan seperti ini dan segera bergabung dengan ayahnya, Wayne, di sana.

“Apa yang kalian pikirkan untuk menyuruh Alena ke sini, Dad?” bisik Joel dengan suara rendah sambil menatap Christian tajam.

Christian terkekeh geli dan mengangkat bahu setengah. “Biasa. Ada yang sedang merasa tidak senang dan ingin mencari gara-gara. Kabar baiknya adalah aku akan melindungi putri kesayanganku ini.”

Jika Alena boleh memilih, ingin rasanya dia memiliki ayah seperti Christian. Betapa beruntungnya seorang Joana yang memiliki ayah seperti dirinya, dan tidak perlu sampai harus menghadapi ketegasan dan pemaksaan dari seorang ayah saklek seperti Nathan.

Alena mendengus pelan dan menahan diri untuk tidak merasa durhaka dengan harus membandingkan ayahnya sendiri. Dia tahu jika Nathan sangat menyayanginya, tapi dia juga muak untuk terus diperlakukan semena-mena.

“Bisakah kau ke sini, Nak? Aku yakin jika kau sudah melihatku, bukan?” tanya Nathan dingin sambil mengangkat satu alisnya.

Lagi. Alena kembali mendengus dan menerima tepukan di bahu dari Christian ketika melangkah menuju ke teras. Tatapan para ayah sedang menatapnya dengan berbagai ekspresi, tapi dirinya berusaha mengabaikan meski tidak nyaman dengan tatapan mereka.

Alena berhenti tepat di hadapan Nathan, menatap tanpa ekspresi dan menunggu kelanjutannya. Sama sekali tidak ingin bertanya atau membela diri, karena percuma saja.

Hello, Alena. Long time no see. How are you?” suara Liam tiba-tiba terdengar menyapa dan Alena spontan menoleh padanya.

Liam mendekat dan memberi pelukan erat, lalu memberi kecupan ringan di pipinya. “Kau bertambah cantik.”

Thanks, Daddy,” balas Alena kalem.

Juno adalah orang kedua yang memberi pelukan dan kecupan, sambil berbisik pelan. “Ashley sudah merindukanmu dan menitip salam.”

Alena mengangguk saja dan menerima pelukan dari dua pria tua yang lain, yaitu Wayne dan Adrian. Semua sudah memberi pelukan selamat datang dan kecupan hangat, tinggal Nathan yang masih bergeming. Spontan, Alena mendekatkan diri dan memeluk ayahnya dengan erat.

“Apa yang kau inginkan dariku? Silakan lakukan, Pa. Aku sudah lelah,” ujar Alena sambil menarik diri.

Nathan menyeringai sinis. “Dipanggil datang ke sini oleh Papa dan kau merasa lelah? Tapi pergi dengan pria sembarangan tidak membuatmu kelelahan. Luar biasa sekali!”

Alena mengerjap lirih sambil menatap Nathan dengan mata berkaca-kaca. Entah karena memang lelah atau masih merasa sakit hati dengan penghinaan yang Rene ucapkan padanya, Alena merasa sensitif dan tidak ingin mendengar lebih banyak.

Easy, Man. Alena sudah datang dan tidak usah memarahinya, please,” lerai Noel yang langsung menarik Alena menjauh dari Nathan, seolah sudah mengetahui apa yang dirasakannya saat ini.

“Tapi…,”

“Nathan!” sela Wayne dingin. “Straight to the plan!”

Nathan menghela napas dan mengusap wajahnya dengan kasar. Terlihat geram namun lelah di saat yang bersamaan. Dia tidak mengeluarkan suara, atau bisa jadi tidak memiliki kata-kata yang tepat untuk dikeluarkan. Sampai akhirnya, Christian yang bersuara di sana.

It’s okay, Alena. Tidak usah takut karena tidak ada hukuman atau amarah yang tidak diperlukan. Kami mengundangmu karena kami payah dalam mengolah ikan yang sudah kami dapatkan. Maukah kau memasak ikan malang itu?” tanya Christian dengan hangat.

Tanpa ragu, Alena mengangguk cepat. Memasak adalah pengalihan yang baik untuknya saat ini. Di samping itu, dia memiliki kemampuan di dapur dan tidak mengecewakan. Bahkan, dia tahu makanan seperti apa yang disukai para ayah dan sudah memikirkan berbagai macam menu ikan untuk diolahnya.

“Bisakah kalian berkumpul di bar saja, sembari menunggu Alena menyelesaikan kegiatannya? Ada hal yang ingin kubicarakan,” suara tegas Joel terdengar.

Para ayah hanya mengangkat alis dan satu persatu mulai masuk ke dalam cottage untuk menuju ke mini bar yang berada di lantai atas. Noel merangkul bahunya untuk masuk dan mendampinginya ke dapur, diikuti oleh Joel di belakangnya.

“Kau tahu? Aku bisa saja membunuh bajingan itu jika kau memintaku sekarang!” bisik Noel dengan nada serius. “Aku tidak suka melihatmu tampak begitu sedih, Alena. Ucapannya pasti menyakitkan, bukan?”

Usapan lembut mendarat di kepalanya dan itu dari Joel. Pria itu tampak menatapnya dengan sorot mata yang begitu dalam. “Aku tidak akan membuatmu bersedih, Na. Maaf jika sudah…,”

“Aku tidak ingin mendengarmu, El!” sela Alena tajam. “Pergi dari sini dan tinggalkan aku. Tidak usah mengantarku karena ada Noel di sini.”

Noel hanya tertawa pelan dan menepuk bahu Joel dengan mantap. “Kalian perlu berbicara. Aku akan menyusul para ayah agar tidak terjadi perbincangan yang tidak diinginkan.”

Alena merengut cemberut sambil membuang muka saat Noel beranjak dari sana dan hanya meninggalkannya berdua saja dengan Joel. Tidak ada pembicaraan yang terjadi selama beberapa saat, sampai akhirnya Alena memutuskan untuk segera bekerja tapi cengkeraman kuat sudah mendarat di pergelangan tangan, menahan langkahnya.

“Lepaskan aku,” ucap Alena dingin.

“Apakah ini maumu?” tanya Joel kemudian.

Alena menoleh dan menatapnya dengan alis berkerut. “Apa maksudmu?”

“Apakah ini maumu?” tanyanya lagi. “Kau terus berkata bahwa kau membenciku. Apakah ini yang kau inginkan? Apa memang sudah tidak ada harapan untuk kita bersama dan menjalin hubungan seperti dulu?”

“Tidak ada hubungan yang seperti dulu, El! Semuanya sudah selesai!” balas Alena ketus.

Joel tidak langsung menjawab, tapi menatap Alena dengan penuh penilaian dari sorot matanya yang tajam. Demi apa pun, Alena tidak memiliki keinginan untuk mengeluarkan pernyataan yang tidak bisa ditanggungnya. Tapi, dia membutuhkan waktu untuk menerima semua hal yang baru diketahuinya hari ini.

“I see,” gumam Joel kemudian. “Kalau begitu katakan padaku dengan tegas bahwa kau tidak ingin bersamaku. Maka, aku akan melakukannya dan tidak akan memaksakan kehendak.”

Kini, Alena mengerjap panik dan bingung. “Apa maksudmu?”

“Aku akan meninggalkanmu jika kau memintaku untuk pergi,” jawab Joel.

“Kau memang ahli dalam meninggalkanku tanpa perlu kuminta, El.”

“Na!”

“Bisakah kau membiarkanku sendiri untuk memasak di sini? Aku sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja dan wajahmu membuatku semakin kesal. Lagipula, aku tidak ingin bicara ketika sedang marah, karena aku tidak ingin menyesal lagi.”

Joel mengangguk dan melepas cengkeramannya di pergelangan tangan Alena. Dia tidak membalas tapi mengarahkan Alena menuju ke dapur dengan sekeranjang besar berisi ikan segar di dalamnya.

Dia menahan napas ketika Joel melepaskan jas besarnya dari tubuh Alena, lalu mendaratkan sebuah kecupan ringan di tengkuknya. Alena menoleh tajam pada Joel yang tampak mengambil sesuatu dari laci pantry. Sebuah apron dipasangkan ke tubuhnya dan pria itu mengakhiri inisiatifnya dengan mengikat rambut panjang Alena.

“Jika kau lelah, jangan terlalu dipaksakan. Aku tinggal dulu,” bisik Joel lembut dan kembali mendaratkan kecupan, kali ini pada pucuk kepalanya.

Joel meninggalkannya tanpa menoleh lagi ke belakang, membuat Alena mengawasi kepergiannya dengan tatapan menerawang sambil menyentuh pucuk kepalanya yang dikecup Joel tadi.

Dia masih terdiam cukup lama untuk memikirkan sesuatu yang membuatnya tidak nyaman tapi cukup masuk akal. Mungkin saja, dia akan lebih mendapatkan kebebasan ketika sudah memutuskan apa yang terbaik dan bukan apa yang diinginkan. Setelah meyakinkan diri, Alena menganggukkan kepala dan mulai mengambil seekor ikan dari keranjang besar, bersiap untuk mengolah dan memberi makan pada sekelompok pria tua sialan itu.


🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Bersukacita senantiasa,
Jaga hati, jaga pikiran, jaga kesehatan.
Kiranya Tuhan selalu menyertai dan melindungi, mencukupkan kebutuhanmu, dan menjauhkanmu dari sakit penyakit 💜

Yuk, malam ini, kita sama2 berdoa menurut keyakinan masing2 untuk keadaan yang lebih baik.
Yang sakit, disembuhkan.
Yang lemah, dikuatkan.
Yang berbeban berat, dilegakan.

Sebutkan satu atau dua nama yang terlintas dalam pikiranmu, bawa dalam pokok doamu.
Percayalah, selalu ada orang yang juga mendoakanmu di luar sana 💜
Tetap semangat, hai Orang2 Luar Biasa 💜



27.03.2020 (20.21 PM)

P.S. Habis berdoa, jangan lupa ikutan giveaway di lapak Tan dan Tristan, yah 💜
Stay safe, Genks.
I purple you 💜

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top