Part. 1 - Meeting you afterwards

Slowly but sure, I'll revise this story ☺

Must be happy, yes?
Rest in peace, G.
And long live, El 💜


🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Melepas stiletto setinggi 15 cm, lalu mengangkat evening dress-nya sampai batas lutut, Alena berlari menuruni anak tangga, sambil tertawa geli. Berhenti sebentar untuk mengulaskan senyuman pada penjaga gedung teater, lalu kembali berlari untuk segera keluar dari sana.

Seruan namanya terdengar semakin keras, membuatnya menggeram pelan, dan berhenti untuk menoleh ke belakang. Tampak seorang pria tampan dengan setelan tuksedo sedang mengejarnya dengan wajah panik.

"Please don't go, Alena!" serunya sambil menuruni anak tangga dengan susah payah.

"You're too slow, Phil!" teriak Alena dengan suara tercekat, lalu kembali berlari menuju ke jalan.

Bersamaan dengan itu, sebuah mobil sport Bugatti Veyron berhenti tepat di hadapannya. Segera membuka pintu dan masuk ke dalam, mobil itu langsung melesat cepat meninggalkan gedung itu. Alena semakin tertawa geli sambil melihat sosok Philip yang terlihat frustrasi di sana.

"You're just in time, Ashley!" seru Alena girang.

Si pengemudi, yang tidak lain adalah sahabat yang selalu menjadi orang yang tertimpa sial harus menjemput di saat seperti ini, Ashley, hanya bisa mendengus kesal dan mendelik tajam pada Alena.

"Stop hurting people, Bitch!" desis Ashley geram.

"What? I'm not hurting people, just a bunch of creepy shit!" balas Alena membela diri.

Ashley hanya bisa menggelengkan kepala. "Apa lu nggak capek kayak gini terus? Baru tadi siang, lu udah masuk berita di lapak gosip ampe jadi trending topic di twitter karena putusin Andrew, CEO muda yang punya Mall gede di London. Sekarang, lu malah main jalan sama Philip Adams, anak pejabat senior di kontingen pemerintah. Mau lu tuh apa, sih?"

"Terus salah gue apa, kalau sampe jadi berita?" sahut Alena tanpa beban.

"Salahin diri lu yang pake jadi supermodel dan kumpulan cowok-cowok bego yang ngejerin lu. Heran sama mereka yang bisa dibilang sukses versi Forbes, tapi nggak ada otaknya. Mau aja dikadalin sama cewek kayak lu," sewot Ashley.

"Oh c'mon, Ashley! Kenapa lu jadi bawel gini, sih? Gue juga udah mau tobat dengan putusin mereka dan nggak mau main-main lagi," keluh Alena.

"Lu tobat atau bosen? Sebulan yang lalu, lu juga ngomongin hal yang sama. Gue bete kalau lu trus-trusan teleponin gue, cuma jadi ojol dadakan buat bantuin lu kabur kayak gini!"

"Ih, kok jadi ngegas?"

"Mendingan gue yang ngegas, daripada bokap lu! FYI, bokap lu udah ada di sini dan...,"

"Wait! Bokap gue? Datang ke sini?" sela Alena kaget.

"Lu masih pake sok kaget gitu? Astaga, Na! Gue ngerasa prihatin sama diri gue sendiri karena punya temen bego kayak lu! Kita udah lulus dari setengah taon yang lalu, dan bokap lu udah wanti-wanti suruh balik Jakarta! Waktu lu keluar tadi sore, bokap lu udah sampe di mansion, dan langsung nyariin lu," ujar Ashley menjelaskan.

"Kok dia nggak bilang-bilang mau ke sini?"

"Dia nyari lu dari kemarin nggak dapet-dapet. Trus katanya ada urusan dadakan, makanya datang ke sini bareng Uncle Christian. And guess what? Berita heboh lu udah nyampe ke bokap lu. Demi apa yah, mukanya udah busuk banget! Gue ampe serba salah waktu lu tiba-tiba telepon gue pas jam makan," kembali Ashley menjelaskan.

Jika tadi Alena merasa senang, kini tidak lagi. Sebab dia sudah mengusap wajah dengan kalut dan memijit pelan keningnya. Tidak tahu apa yang harus dilakukan jika berhadapan dengan ayahnya saat ini, setelah menghindari teleponnya selama hampir satu bulan ini.

"Gue nggak mau balik Jakarta," ucap Alena kemudian.

"Why? Karena lu nggak mau ketemu Joel?" celetuk Ashley ketus.

Alena memutar bola matanya ketika mendengar Ashley menyebut nama sialan itu. "Gue nggak kepengen pulang, bukan karena dia. Lagian juga, orangnya nggak pernah ada di Jakarta. Gue hanya merasa kalau lebih betah tinggal di sini. Itu aja."

Ashley terkekeh geli. "Kalau lu masih belum bisa move on, ngaku aja, Na. Apa yang lu lakuin sekarang, dengan jadi playgirl kayak gini, semua karena lu nggak terima ditolak dan ngerasa perlu buktiin diri kalau lu nggak hancur."

"Gue nggak hancur! Hidup gue terlalu berharga untuk hancur cuma gara-gara cowok yang nggak ngehargain perasaan gue!" cetus Alena dingin.

Joel Christian. Sebuah nama yang tidak akan pernah dilupakan, bukan untuk dirindukan tapi untuk diberi pelajaran. Tidak ingin mengulang kisah orang tuanya, tentang cinta pertama yang tertolak. Tidak ingin seperti ibunya yang terus berharap pada satu pria saja, dan memutuskan untuk bertahan dalam kesendirian, demi menunggu seorang pria, yaitu ayah sialannya. A big no! Alena tidak ingin membuang waktu dengan memikirkan satu pria yang itu-itu saja.

Daripada harus memikirkan satu pria, ada baiknya Alena mempermainkan pria saja. Itu jauh lebih produktif ketimbang harus bersedih hati dengan tidak bisa menerima pria lain, selain cinta yang sudah menolaknya. Cih!

"Tapi nggak ngelakuin hal kayak gini terus-terusan, Na! Apa sih untungnya dapetin julukan Mankiller blablabla itu? Pret lah! Nyusahin gue malah iya," sewot Ashley.

"Umur gue baru 22 tahun dan perlu banget seneng-seneng, sebelum lanjutin usaha bokap gue. Yang penting gue udah lulus dan dapet summa cum laude. Jadi model, juga cuma pengen dapetin duit jajan lebih, supaya bisa beli tas LV terbaru."

"Terus ngerjain cowok itu apa? Usaha sampingan biar dapetin tip gede?"

"Anjir lu! Gue bukan simpenan, yah! Gue cuma butuh pengalihan supaya nggak bosen! Kali aja ada yang bisa bikin gue jatuh cinta!"

"Dan ternyata nggak ada satu pun yang bisa bikin lu jatuh cinta. Great! Itu sama aja lu masih belum bisa move on."

Alena mendengus dan membuang tatapan keluar jendela. Merasa kesal setiap kali Ashley mengungkit masa lalu yang tidak ingin diingatnya lagi. Selama ini, dia sudah berusaha untuk menjadi wanita yang kuat dan berpendirian teguh. Tidak ingin merasakan patah hati, apalagi menangis karena pria. Sebaliknya, dia ingin melakukan hal yang sama pada pria yang sering menyakiti wanita.

Melihat kekecewaan dan rasa tidak terima dari seorang pria adalah kepuasannya tersendiri. Tidak ada yang lebih menyenangkan, jika mampu membuat mereka bertekuk lutut dan meninggalkannya begitu saja.

Tidak ada pembicaraan lagi di antara mereka berdua selama perjalanan. Tidak sampai adanya gangguan berupa sorot lampu tembak yang menyorot ke arah mereka dari belakang. Membuat keduanya segera melihat dari kaca spion dan...

"Shit!" umpat keduanya bersamaan.

Ashley segera mengganti gigi kemudi dan menginjak pedal gas dalam-dalam, melajukan kemudi dengan kecepatan gila-gilaan. Alena mendelik tajam ke arah belakang, menatap dua mobil sport yang dikenalinya, sedang mengikuti mereka dalam laju kecepatan tinggi. 

Sebuah mobil Lamborghini Huracan berwarna merah, tepat di belakang mereka, dan mobil itu adalah milik Nathanael Hadiwijaya, ayahnya. Sudah bisa dipastikan jika pria tua itu yang mengemudikan mobil dalam kecepatan seperti itu.

Di sisi mobil itu, ada sebuah mobil Hennessey Venom berwarna kuning, mobil milik Christian Haydenchandra, sahabat ayahnya, yang juga adalah ayah dari Joel. Keduanya melaju bersisihan, terus memberikan lampu tembak untuk memberi tekanan pada dua gadis muda yang sedang memimpin di depan mereka. 

"We are really in a deep shit!" desis Ashley geram, sambil terus melajukan kemudi, menaikkan kecepatan untuk bisa terus memimpin dari dua mobil itu.

"C'mon, Ashley! You can make itu! C'mon! c'mon!" ucap Alena menyemangati.

"Ini gara-gara lu! Kalau nggak karena lu berulah, mereka nggak bakalan kayak gitu!" omel Ashley.

"Focus, Ashley! Kita nggak boleh kalah!" tegur Alena.

Ashley kembali mengumpat dan terus berusaha melajukan kemudinya untuk tidak memberi celah bagi dua mobil di belakang mereka. Sebab, ada peraturan di antara mereka dengan para ayah. Jika mereka berbuat ulah atau sudah membuat masalah, mereka akan mendapatkan tantangan tanpa pemberitahuan.

Peraturan itu pun sederhana. Mereka harus memenangkan tantangan yang diberikan, atau jika tidak, mereka harus menerima konsekuensi untuk memenuhi semua tuntutan yang dilayangkan oleh para ayah, tanpa pengecualian. Beragam tantangan diberikan, yaitu hiking tengah malam, skydiving, dan kali ini adalah balapan liar. Tidak ada perbedaan antara anak laki-laki atau anak perempuan, semua diperlakukan setara.

Para ayah tidak tanggung-tanggung dalam memberikan tantangan. Hal itu ditujukan untuk melatih diri sendiri agar mampu mengatasi berbagai persoalan hidup, sekeras apa pun itu.

"Salip kanan, Ash!" teriak Alena sambil menunjuk ke kanan, ketika melihat Hennessey Venom hendak bergerak maju untuk mendahului mereka.

"I know!" balas Ashley kencang, sambil mendelik tajam untuk melihat posisi dua mobil dari kaca spion.

Tinggal sedikit lagi, atau sekitar lima menit, mereka akan segera tiba di mansion.

"Kiri, Ash! KIRI! Papa udah mau nyaliip!" kembali Alena berteriak dan terlihat panik ketika Lamborghini Huracan itu mulai mengancam posisi mereka.

"Fuck!" umpat Ashley sambil terus berusaha untuk menghalangi dua mobil di belakang, yang semakin memberi tekanan padanya.

Dua mobil itu berkolaborasi untuk mengacaukan konsentrasi Ashley dengan memberi tekanan di dua jalur sambil menembakkan lampu. Ashley mulai terpengaruh dan terlihat tidak fokus, Alena terus berteriak mengingatkan.

"Make it, Ash! Please, please, make it!" seru Alena dengan suara tercekat.

"I'm trying, Bitch!" balas Ashley gusar, terus berusaha memimpin.

Ketika Hennessey Venom mulai bergerak maju untuk mendahului, di situ Ashley segera menghalanginya, mengabaikan Lamborghini Huracan yang melesat semakin kencang di sisi kirinya.

"Bloody hell!" erang Alena frustrasi, ketika melihat mobil ayahnya sudah mendahului mereka.

Tidak ada seorang pun yang sanggup menandingi kemampuan menyetir dari seorang Nathan, dan Alena mengakui hal itu. Merasa lelah dengan tekanan yang diberikan, Ashley pun membiarkan Hennessey Venom mendahului mereka, dan meninggalkan mereka di belakang.

Keduanya merasa lemas, tidak bersemangat, dan bernapas dalam buruan kasar. Marah, kesal, takut, semuanya bercampur menjadi satu. Tidak ada pembicaraan, selain terdiam satu sama lain, hingga memasuki gerbang mansion keluarga besar mereka.

Bertempat di jalan Kensington Palace Gardens, mansion besar itu disiapkan oleh para ayah untuk mereka yang melanjutkan pendidikan di Oxford. Tujuannya adalah agar mereka bisa menjalin tali persaudaraan lewat persahabatan para ayah, juga bisa tetap berada di bawah pengawasan orang tua dalam mansion itu.

Ashley sudah menghentikan mobil tepat di depan lobby mansion, dan keduanya keluar dengan ekspresi masam. Hanya ada penjaga mansion yang berdiri menyambut mereka, lalu mengarahkan jalan agar mereka segera masuk ke dalam mansion.

"I'm definitely dead tonight, Ash," bisik Alena dengan suara gemetar.

"Already dead, Na," balas Ashley dingin.

"Sorry," sahut Alena dengan ekspresi menyesal.

Ashley menggenggam tangan Alena untuk berjalan bersama memasuki mansion, merasakan ketegangan yang sama lewat rasa dingin yang terasa di telapak tangan mereka. "We are friends in any fucking situation. So don't be sorry."

Alena mengangguk sebagai jawaban. Tidak mampu menjawab karena ketegangan yang dirasakan semakin menjadi ketika sudah masuk ke dalam mansion. Di ruang utama, semua sedang berkumpul dan menatap kedatangan mereka dengan ekspresi beragam. Sosok pertama yang dilihat, sudah pasti adalah Nathan. Dengan sorot mata dingin yang menghunus tajam, rahang yang mengetat, dan tampak menyeramkan, sudah jelas terlihat jika Nathan sedang marah besar.

Di samping Nathan, ada Christian yang memberi kesan yang bertolak belakang. Pria tua itu terlihat begitu santai dan memberikan senyuman lebar padanya. Menatap mereka dengan sorot mata bangga dan kagum secara bersamaan. Meski keduanya sudah berumur lima puluhan, tapi tetap terlihat mempesona dan awet muda.

"Hello, Ladies," sapa Christian sambil melebarkan kedua tangan dan berjalan mendekat ke arah mereka. "Long time no see."

Baik Alena dan Ashley, hanya terkesiap ketika Christian memeluk mereka secara bersamaan dalam pelukan erat, seolah tidak ada yang terjadi. Begitu ramah dan ceria, sikap Christian sangat berbeda dengan Nathan yang masih menatap dingin pada Alena.

"Easy, Lads. Keep silent and don't screw him," bisik Christian dalam suara yang hanya bisa didengar oleh mereka.

Keduanya hanya mengangguk sambil memaksakan senyuman tipis ketika Christian menarik diri. Masih dengan senyuman lebar, Christian berjalan santai menghampiri Nathan dan menepuk bahunya seolah mengingatkan untuk mengendalikan diri di sana.

Para adik mereka, yang sedang berdiri di sisi anak tangga, hanya menatap mereka dengan tatapan penuh simpati. Tidak ada yang bersuara. Hanya memperhatikan dari posisinya berdiri. Alejandro, adik dari Alena, yang sedang duduk di sofa bersama dengan Zac dan Zayn, berusaha mengepalkan kedua tangan ke atas, meminta perhatian Alena, lalu menggerakkan mulutnya tanpa suara, seolah memberi semangat. Cih!

"Bisa tolong dijelaskan, apa yang kalian lakukan di luar sana?" tanya Nathan dingin.

Sangat to the point sekali, batin Alena. Memangnya kapan seorang Nathan bisa berbasa-basi? Alena bahkan tidak sanggup berpikir dalam keadaan yang tidak menyenangkan seperti ini.

"Ashley tidak bersalah," jawab Alena. "Aku yang memintanya untuk menjemputku."

Mendengar jawaban Alena, semuanya tampak menegang dan menahan napas. Mendelik cemas ke arah Nathan yang sepertinya semakin berang lewat ekspresinya yang menggelap.

"Begitu?" tanya Nathan dengan alis terangkat setengah. "Apa yang kau lakukan, Alena? Pergi ke Royal Opera House dengan penampilan seperti itu? Bertelanjang kaki, terlihat berantakan, dan kabur setelah menyakiti orang lain? Apakah kau puas karena sudah melakukan hal itu dan menjadi pembicaraan lewat media?"

Alena tertegun ketika melihat ayahnya sudah mendekat dengan tatapan yang semakin tajam. Aura yang terpancar darinya terlihat menakutkan, spontan membuat Alena menciut. Untungnya, Christian datang sambil menarik Nathan mundur agar menjauh dari Alena.

"What the fuck are you doing?" desis Nathan sambil menepis tangan Christian.

"Calm yourself and get yourself straight, Man! Kids are watching!" balas Christian tanpa ekspresi.

"Demi apa pun, ini terakhir kalinya gue bantuin lu," bisik Ashley kesal, saat dua pria tua itu masih berargumen.

"Sorry, lain kali nggak gitu lagi," balas Alena menyesal.

"Jangan cuma sorry, tapi jalanin!" kembali Ashley berbisik dalam nada penuh penekanan.

Alena hanya mengangguk sambil menatap Nathan yang terlihat tidak senang saat mendengarkan Christian. Tidak ingin memperpanjang urusan, juga tidak ingin membuat semua kuatir karena ulahnya, Alena memberanikan diri untuk melangkah mendekat dan meraih ujung jas Nathan, lalu menariknya pelan.

Nathan menoleh dan menatapnya dengan ekspresi tidak suka, sementara Christian melihatnya dengan alis berkerut bingung. Tidak ada yang bisa dipikirkan Alena selain merajuk dan melakukan sedikit drama. Seperti dirinya yang mendekatkan diri dan memeluk Nathan dengan erat, sambil membenamkan kepala di dada Nathan.

Inilah yang sering dilihat Alena sejak masih kecil, ketika ayahnya marah dan ibunya akan memeluk untuk menenangkan. Mudah-mudahan berhasil, pikir Alena sambil berdoa dalam hati.

"Maaf, Pa," ucap Alena dengan nada suara seperti ingin menangis. "Aku janji tidak akan mengulangi hal ini lagi."

Tidak ada balasan langsung yang diberikan Nathan. Alena bahkan mencoba menghitung dalam hati untuk jeda yang berlangsung. Satu. Dua. Tiga. Empat. Lima. Great! Alena tersenyum dalam hati ketika mendapat balasan lewat pelukan yang erat.

"Good girl. Kalau begitu, lusa nanti, kau akan ikut Papa pulang ke Jakarta," ujar Nathan dengan nada sinis yang kentara.

Damn! Alena segera menjauhkan diri dan menatap Nathan tidak terima. Tampak sekali jika ayahnya tahu dirinya sedang berpura-pura. Nathan menyeringai sinis sambil menatapnya tajam, seolah tidak ada pengampunan di sana.

"Aku masih ada kontrak kerja sama dengan Lorraine sampai enam bulan ke depan, Pa. Juga harus mengikuti Paris Fashion Week dan..."

"Tidak usah kuatir, Sayang. Papa sudah memutuskan kontrakmu dengan Daddy sialanmu ini yang sudah memberikan ide konyol untuk menjadikanmu seorang model sejak awal! Jadi, tidak ada alasan lagi!" sela Nathan dengan alis terangkat lantang.

Alena menoleh pada Christian dengan ekspresi memucat. "D-Daddy! Tolong bilang Papa jika kontrak itu..."

"Sorry, Baby," sela Christian masam. "Tadi kalian sudah kalah dan harus menerima konsekuensinya."

Tatapan Nathan kini beralih pada Ashley yang sedaritadi diam. "Dan kau, Ashley! Ayahmu menitip pesan agar lusa nanti, kau harus berangkat ke Dubai untuk menjadi perwakilan firma hukum dan bertemu dengan klien baru di sana."

Ashley memejamkan mata sambil menundukkan kepala. Terlihat tidak senang dengan pesan ayahnya, karena Ashley pernah bercerita bahwa klien ayahnya yang berada di Dubai, adalah klien yang menyebalkan dan dinilai kurang kooperatif. Menyadari hal itu, Alena semakin merasa bersalah pada sahabatnya.

"Pa, Ashley tidak bersalah. Hukum saja aku dua kali lipat. Semuanya adalah salahku," ujar Alena.

"Sekali lagi kau bersuara, maka hukumanmu akan menjadi berlipat kali ganda!" desis Nathan.

"Tapi Ashley tidak bersalah," kembali Alena bersuara.

"Kau...,"

"Uncle, barusan pihak Maxwell Land.Corp menelepon dan menerima tawaran kerja sama dari kita, untuk proyek pembangunan underground di Manchester."

Deg! Alena menegang ketika mendengar suara familiar itu menyela pembicaraan mereka. Degup jantungnya sudah bergemuruh cepat, dengan deru napas yang mulai memburu. Bahkan, dia bisa merasakan semua tatapan yang ada di ruang utama itu, tertuju padanya untuk melihat reaksinya.

"Well... well... well..." bisik Ashley pelan, sambil menyeringai geli di sana. 

Mengabaikan ejekan Ashley, Alena mengerjap pelan dan menoleh ke arah sumber suara, yang sedang memasuki ruang utama. Tampak Joel Christian, berjalan sambil memasukkan satu tangan ke dalam saku celana. Begitu santai, penuh percaya diri, dan tetap mempesona. Memakai setelan jas yang seolah tercipta hanya untuknya, membalut pas di tubuhnya yang tegap dan begitu menjulang, serta kesan dewasa yang membuatnya terlihat maskulin. Shit! Alena merutuk diri sendiri karena masih bisa menilai pria sialan itu dengan rinci.

Tidak ada gunanya mengagumi seorang pria yang sudah menjadi milik orang lain. Sebab pria itu sudah memilik seorang istri jalang yang bernama Chloe. Mengingat kesemuanya itu, membuat kebencian dalam diri Alena menguar begitu saja. Sebab pria itu tidak akan pernah melihatnya, sekali pun, dia adalah wanita terbaik di muka bumi ini. Karena katanya, Alena terlalu muda untuk dirinya. Alasan klise yang sering dilemparkan para bajingan plin plan untuk menolak wanita.

"Maxwell Land.Corp?" tanya Nathan dengan alis berkerut heran. "Asistennya atau..."

"Mr. Leonardo yang langsung meneleponku, Uncle. Besok siang, dia mengundang kita untuk makan siang, sekaligus membahas kelanjutan dari proyek itu," sela Joel dengan lugas.

Tampak Nathan mulai melunak, dan memberikan seringaian puas setelah mendengar ucapan Joel. Adapun Joel adalah anak didik Nathan dalam dunia bisnis lewat usaha yang mereka geluti. Kejeniusan Joel menarik perhatian Nathan untuk merekrutnya sebagai tangan kanan sementara dalam menjalani perusahaan. Joel yang adalah anak tertua, sudah menjadi anak bersama di kalangan para ayah, untuk memintanya membantu dalam perusahaan mereka.

"Alright! Go get some rest, Kiddos!" seru Christian sambil bertepuk tanngan untuk membubarkan mereka yang ada di ruang utama.

Semuanya pun menyingkir dari ruang utama dan segera menaiki anak tangga untuk ke kamar masing-masing. Hendak mengikuti yang lainnya, Alena dan Ashley segera beranjak. Tapi belum sempat melangkah, Nathan kembali memanggilnya.

"Alena!"

Alena hanya menghela napas dan menyuruh Ashley pergi lebih dulu, meninggalkannya sendiri untuk menghadap Nathan dan Christian. Oh satu lagi, Joel. Cih!

"Apa lagi, Pa?" tanya Alena tanpa ekspresi.

"Papa belum selesai dan..."

'Uncle," sela Joel kembali. "Kurasa, Alena sudah cukup lelah karena ketegangan dari adrenalin yang harus dipacu, saat kalian memberinya tekanan di jalan tadi. Lanjutkan besok saja."

"Good! Betul sekali, Son!" seru Christian sambil merangkul bahu Alena, memberi pembelaan. "Putri kesayanganku ini sudah sangat lelah. Jika Papa adalah manusia jahat yang sama sekali tidak menyayangi putrinya, masih ada Daddy yang begitu baik hati, yang sangat mencintai putri baptisnya."

Predikat ayah idaman memang hanya Christian yang berhak mendapatkannya. Setiap kali Alena mendapat masalah atau bersitegang dengan Nathan, maka Christian akan menjadi orang pertama yang datang membantu. Tidak hanya pada Alena, tapi juga kepada anak-anak yang lainnya.

"Buatku, Papa dan Daddy adalah pria kesayanganku," balas Alena sambil memberikan senyuman hangatnya, lalu memeluk Christian dengan erat. "I miss you, Dad."

"Miss you more, Princess," balas Christian sambil mengeratkan pelukan.

Menarik diri dari pelukan itu, Alena memberikan pelukan pada Nathan, mengabaikan desisan tajam dari orang itu. "Jangan terlalu membenci putrimu, Papa."

"Aku tidak membencimu," sahut Nathan tidak terima, lalu menangkup kedua bahu Alena dengan erat. "Aku hanya tidak ingin kau menjadi tidak terkendali, Alena."

Alena tertegun menatap Nathan, lalu mengangguk pelan sebagai balasan. Tidak ingin memberi reaksi berlebihan, karena ada Joel yang sudah memperhatikannya sedaritadi. Entah apa yang dilakukan pria itu di sini, karena setiap kali Alena berada di mansion, maka pria itu tidak akan pernah ada. Hal seperti itu sudah terjadi selama lima tahun, atau sejak terakhir kali Alena melihatnya.

Menoleh pada Joel yang sudah melihatnya, Alena memberanikan diri untuk menghampiri dan memberi pelukan dengan canggung. Oh dear! Pelukan itu terasa sangat benar. Pelukan dari sosok yang seharusnya diberi pelajaran, tapi justru dirindukannya. Bahkan, Alena sampai memejamkan mata ketika Joel mengeratkan pelukan dan mengusap kepalanya dengan lembut.

"Hello, Gorgeous," bisik Joel hangat.

What did he said? Me? Gorgeous? Batin Alena langsung berteriak keras ketika mendengar sapaan yang terselip nada menggoda di dalamnya. Shit! Segera menarik diri dari pelukan, Alena menatap Joel dengan dingin dan tajam. Sedangkan pria sialan itu masih menyunggingkan senyuman hangat di sana.

Tanpa berkata apa pun, Alena melengos dan berjalan melewati tiga pria itu, lalu menaiki anak tangga dengan cepat. Tidak menyukai kesan pertama yang langsung terekam dalam otaknya saat ini, yaitu senyuman Joel yang begitu memikat. Damn! Alena segera menggelengkan kepala seolah bisa mengusir pikiran itu, tapi justru membuat degup jantung yang sedaritadi bergemuruh, semakin mengencang.

"Ciyeee... yang barusan ketemu sama yayang Joel," ejekan Ashley terdengar dan Alena langsung mendesis ketika melihat sahabatnya masih berdiri di depan pintu kamar, bersama dengan Vanessha, putri dari salah satu sahabat ayahnya, yaitu Uncle Liam.

"Wow," gumam Vanessha pelan, sambil mengulum senyum penuh arti pada Alena.

"Shut the fuck up!" cetus Alena tidak suka, sambil memelototi mereka berdua.

Mengabaikan mereka dengan terus berjalan menuju ke kamar, tidak membiarkan Ashley dan Vanessha mengikutinya, dan segera mengunci pintu kamar. Berjalan mondar mandir seorang diri, sambil memikirkan kejadian barusan.

Nathan dan Christian yang tiba-tiba datang memberi tantangan. Dirinya yang ketimpa sial harus menjadi berita gosip tadi siang. Tuntutan yang diberikan untuk segera pulang ke Jakarta. Dan Joel yang muncul setelah lima tahun sejak kejadian itu. Sial! Tuhan sudah pasti benar-benar menghukumnya dengan memberi cobaan seberat ini.

"No! Ini bukan cobaan, tapi kenyataan!" ucap Alena mengingatkan diri sendiri. "Gue harus tunjukkin kalau gue kuat dan mampu! Lihat aja nanti! Kalau berani macam-macam, gue nggak peduli kalau lu itu laki orang! Gue bakalan ngancurin hidup lu, sekali pun gue harus jadi pelakor!"

Setelah menguatkan diri, Alena menganggukkan kepala dan segera membersihkan diri untuk mendinginkan kepala atas kejadian hari ini. Sama sekali tidak menyadari bahwa apa yang diucapkannya barusan, bisa jadi sudah menjadi perkiraan dari seseorang yang sudah mengawasinya dari kejauhan selama ini.


🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Ingat yah, versi revisi adalah versi yang wajib ngegas 🤣
Kita nggak usah main aman.
Pokoknya, kebersamaan mereka diperbanyak, supaya lebih gemes 💜

Buat yang nungguin Daddy Wayne dan Jin-Wook Oppa, maaf.
Senin hectic banget, masih dalam tahap penulisan dan mudah2an besok bisa update buat kalian 😚

P.S. Siapa yang kemarin pengen pesen Buku Nathan sama aku? Cung!
Ada bonus dari aku, juga ada titipan dari Babang buat kalian 😚



Revisi : 09.12.19 (23.12 PM)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top