Empat Belas

Tara's POV

Aku memperhatikan gerak bu Rosa di depan kelas. Pelajaran biologi kali ini tentang sistem rangka dan aku sama sekali tidak mengerti. Aku tak suka biologi. Lalu ada guru ekonomi, bu Sari datang ke kelas kami. Mungkin dia ada urusan dengan bu Rosa.

Entah apa yang dikatakannya lalu ia menunjuk dua siswa sedang menunggu di depan pintu. Bu Rosa mengangguk.

Teman temanku berbisik. Mereka benar benar penasaran. Aku yang duduk di barisan paling depan terpaksa menahan diri agar tidak diceramahi oleh bu Rosa walau sungguh, aku juga penasaran siapa dua sosok yang menjadi tamu kami kali ini.

Mereka masuk dengan langkah yang seolah olah berkata, 'gue yang berkuasa disini, apa lo?!'

"Sial," umpatku dalam hati saat kulihat dua manusia itu adalah Roy dan Ilham.

Mereka disuruh berdiri di samping papan tulis dengan satu tangan di telinga dan satu tangan di udara, dan tak lupa satu kaki diangkat. Bu Sari keluar dari kelas kami dengan helaan napas yang naik turun, masih terbawa emosi sepertinya.

"Kalian, jangan membuat keributan disini. Kalau sampai kalian ribut--" dan lagi - lagi Roy memotong pembicaraan. "Iya Bu. Suwer deh," katanya mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya bersamaan. Bu Rosa mengalihkan wajahnya ke kami dan kembali menjelaskan sistem rangka pada manusia.

Aku tak bisa fokus. Bukan karena terus memandangi Roy, tapi karena Roy sibuk membisikkan namaku. Ilham pun mengikuti perbuatan Roy. Dia berada lima ubin di depanku dan itu sangat menggangguku.

Bel pergantian pelajaran berbunyi. Bu Rosa memilih keluar kelas, Roy menghampiriku diikuti Ilham di belakangnya. Harun bersiul siul di kejauhan. Aku punya firasat buruk, sepertinya akan ada gosip panas sebentar lagi.

"Apa?" tanyaku sinis saat skulihat dia senyum senyum tak menentu. "Aw aw dibentak," kata Ilham.
"Gak capek apa dihukum guru terus?" tanyaku lagi. Roy memasang muka bersalah. Aku jadi kasihan padanya. "Berubah dong." Aku menatapnya lebih dalam. Jantungku berdetak lebih cepat sama seperti kemarin. Aku seperti bisa merasakan desiran darah di dalam tubuh.

"Makanya kamu rubah aku." Dia mengucapkannya dengan lirih dan penuh harap. Kutatap ia lekat lalu berkata, "Perubahan seseorang dimulai dari dirinya sendiri."

"Tapi aku butuh dorongan Ra," pintanya. Aku menghembuskan nafas dan mengangguk perlahan. Wajahnya berubah menjadi bahagia.

Pak Bambang masuk ke kelas membuat Roy lari terbirit birit. Hari ini kami akan bermain bola. Sukses semua perempuan di kelas tak ada yang setuju untuk permainan ini.

"Yah pak masa main bola," protes Caca.

"Iya pak, yang ada bolanya direbutin," sahut Luna lalu disoraki oleh anak laki - laki di kelasku.

Pasalnya, dulu kami ---anak perempuan--- saat kelas 10 pernah bermain sepak bola. Dan cara mainnya itu nggak banget, semua pada rusuh ngerubungin bola. Bahkan kiper masing masing tim ikut bergabung ke gerombolan itu. Alhasil terjadi adu mulut dan permainan dihentikan.

"Ya sudah. Yang perempuan main kasti aja." Akhirnya kami berhasil membujuk Pak Bambang si guru tampan.

Kami turun ke lapangan, meletakkan base untuk permainan kasti. Aku satu tim dengan Heni, Luna, Kiki, Alya, Amber, Irene dan Putri. Kami memilih personil yang kuat agar bisa mengalahkan tim lawan. Pemenang akan mendapat nilai 95 pada ujian bulan ini.

Kali ini tim kami menjaga pos, aku berada di pos 2. Ponselku tiba tiba bergetar. Line.

Roy Syahreza : Ayokk cemangka mainnya!!<3

Otomatis aku tertawa, membuat beberapa temanku menatapku heran. Sesekali aku takjub dengan dirinya yang selalu tahu apapun aktivitasku di sekolah. Kurasa, dia punya kamera cctv yang dipasangnya di setiap sudut sekolah untuk memantauku.

***********

Hi readers! Ayo dong baca lagi huhu. I need ur votes and comments, please! Wdyt about bang Roy? Comment below hehe👇

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top