Dua puluh dua
Roy POV
Hari ini ada pentas seni di sekolah. Banyak perlombaan yang diadakan seperti menyanyi, menari dan pidato bahasa inggris. Ah masa bodo dengan lomba lomba itu. Toh, aku tak akan dipilih untuk mewakili kelas. Dan aku tahu, perlombaan ini pasti menyangkut OSIS. Tara pasti sibuk hari ini.
Dengan langkah malas aku menuju meja pendaftaran untuk menghampiri Tara.
"Taraaa." Suaraku hampir sama seperti toa sekarang. Dia menoleh ke arahku dan menajamkan tatapannya. "Ih apaansih berisik tau!" katanya.
"Sibuk?"
"Menurut el?" Dia mengipas ngipaskan wajahnya dengan kertas yang berisi data peserta.
"Idih kasar anett," ejekku lalu berlari menuju stan bazar di sekeliling sekolah.
-------
Tara POV
Pentas seni. Acara tahunan yang paling ditunggu oleh kami semua. Atraksi, pameran dan jajaran makanan yang jarang kami temui di sekolah. Satu lagi, kegiatan pembelajaran pun ditunda sampai seminggu lamanya.
Mereka beristirahat. Tapi tidak dengan kami anggota OSIS. Lagi - lagi kami menjadi panitia untuk acara ini. Lelah, namun aku menikmatinya!
Adelia, salah satu anggota radio sekolah yang menjadi MC untuk acara kali ini. Dia memang terkenal dengan kepiawannya dalam berbicara di depan umum. Selain itu, dia juga ikut berpartisipasi dalam lomba pidato bahasa inggris.
"Okay ladies and gentlemen let me introduce my self my name is Adelia Mayriska from 11 science 1. So I would like to...." Kalimat selanjutnya tak aku dengarkan karena Fero memanggilku.
"Tar, handle lomba nari ya. Lo kan suka tuh," perintahnya, mataku mulai berbinar karena aku suka melihat gerak gerak tari. "Wah iya iya Fer. Thanks ya!" Aku langsung menuju ke pentas 2.
Dari sini aku bisa menikmati setiap pertunjukan. Ada yang menari Jawa, Bali, Batak, bahkan dance modern.
"Hei gitu amat liatinnya," kata Roy lalu mencubit pipiku. Entah kenapa dia selalu muncul di hadapanku.
"Aw sakit tau!"
"Gak capek apa jadi panitia terus?" Ya capeklah, gimana sih stupid banget. "Ya gimana lagi udah kewajiban," jawabku sok bijak tanpa melirik kepadanya.
Kemudian tangannya menjalar ke bahuku. Dia mulai memijat seperti tukang pijat profesional. Sumpah kamu cocok kerja ginian Roy! Aku tertawa sampai membuatnya memandangku heran.
"Kok ketawa?"
"Gapapa. Cocok aja jadi tukang pijet. Enak gitu hahah."
"Anjir lo! Eh apaan sih." Dia cemberut lalu pergi entah kemana. Akhirnya satu hama menyingkir dari hadapanku.
*skip*
Perlombaan selesai. Semua siswa menunggu pengumuman. Kelasku menjadi juara satu lomba menari dan juara dua menyanyi.
Untuk lomba pidato baru akan diumumkan satu menit lagi.
'Lia! Lia!' teriak para supporter. Kami rasa Lia tetap menjadi juara bertahan.
"Juara tiga adalah Krystal Aprilda, juara dua Adelia Mayriska dan juara satu adalah..."
Ucapan bu Rosa membuat banyak siswa bertanya, dan akupun begitu.
'Adelia juara dua?'
'Trus juara satunya siapa?'
'Kok bisa ya dia kalah?'
Suasana hening sejenak. Bu Rosa mengulangi perkataannya. "Juara satu adalah... Rafid Januar!" what? Anak baru dari kelas si Airin itu? Wah bisa jadi bahan gosip ni!
**********
Part 22! Absurd yak? Tapi ada hubungannya sama cerita yang bakal aku buat di next project hehe. Oke wdyt about this? Voment pls:)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top