No Longer: Part 1
"In the same way, gasping for air underwater, is like giving love to someone who doesn't want it; you'll drown inevitably."
---
Hobi membuatnya tidak pernah lepas dari layar komputer dan jarang keluar untuk bersosialisasi bersama teman-teman sebaya apabila tidak dalam acara tertentu seperti kompetisi, atau pertemuan keluarga. Baginya, komputer dan alat-alat elektronik penunjang pekerjaannya sekarang adalah sahabat-sahabat yang sangat setia. Mampu menemani sekaligus mengobati gelisah yang ada di dadanya meskipun semua itu hanyalah mesin-mesin panas yang dilapisi oleh besi yang dingin tanpa nyawa.
Serentetan medali emas, plakat penghargaan, serta piala yang berjejer rapi di ruang tamu rumahnya yang luar biasa luasnya adalah bukti bahwa ia dan sahabat-sahabat besinya berhasil menaklukan dunia di saat anak-anak seusianya memilih untuk membuat istana pasir sederhana di gundukan pasir di taman bermain. Namanya bahkan sudah dikenal baik di lingkungan tempat keluarga mereka berada—atau mungkin bahkan seluruh kota karena ia sering sekali muncul di headline surat kabar setelah menyabet satu, atau dua medali.
Selain segudang prestasi yang membuatnya cukup terkenal di usia muda, gadis ini juga putri tunggal dari Menteri Keuangan Jepang dan digadang-gadang dapat menjadi penerus perusahaan furniture besar yang dimiliki oleh keluarganya. Latar belakang keluarganya bukan main prestisiusnya, disokong dengan pribadi yang pemalu, dan puluhan prestasi dan skill yang membuatnya sulit sekali digapai nampaknya cukup membuat orang-orang segan.
Karena sikapnya yang cenderung tertutup dan sulit didekati—sebagian besar orang menganggapnya demikian—membuat orang-orang di sekitarnya enggan untuk mengajaknya berkenalan untuk memulai hubungan pertemanan dan saling mengenal lebih jauh untuk membentuk kelompok pertemanan sebagaimana layaknya remaja pada umumnya. Sejak sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama, jumlah teman yang ia miliki tetap tidak bertambah. Selalu di bawah sepuluh, dan bahkan terus berkurang dari waktu ke waktu karena tidak adanya usaha dari gadis itu untuk menjaga hubungan pertemanan tersebut.
Alasan utamanya adalah; malas. Ia sudah tahu apa yang mereka inginkan ketika berteman dengannya—sebuah title, dan juga uang.
Dan sekarang, gadis yang lebih dikenal dengan sebutan snow white itu—dengan arti salju yang sebenarnya karena kepribadiannya yang tampak dingin—telah memasuki masa sekolah menengah atas. Segudang prestasi dan keceradasan yang di atas rata-rata membawanya masuk ke sekolah tinggi yang pantas untuk anak sepertinya. Dan itu adalah Sakurazaka Academy.
Sebenarnya ia sudah tahu berbagai berita miring mengenai sekolah ini. Lebih tepatnya mengenai hantu, anak-anak yang hilang, hingga pembunuh berantai yang menculik para siswi. Tapi, toh, semua itu hanya rumor yang tidak terbukti kebenarannya. Sebab, apabila memang pernah terjadi penculikan dan pembunuhan di akademi ini, seharusnya pemerintah sudah menutup paksa tempat ini dan meruntuhkannya dengan tanah. Lagipula, Seki cukup pandai untuk tidak mempercayai keberadaan hantu di dunia. Ia percaya bahwa hal-hal semacam itu sebenarnya hanya manifestasi dari pikiran buruk manusia yang mampu membuatnya melihat sesuatu yang tidak seharusnya ada.
Oleh karena itu, sekarang Seki berdiri di tempat ini bersama dengan tiga ratus siswi tingkat satu yang baru saja selesai menjalani upacara penerimaan di auditorium. Berdasarkan dokumen yang berisi rundown acara, setelah upacara penerimaan selesai mereka diberi waktu beberapa menit sebelum melaksanakan orientasi lingkungan di ruang kelas masing-masing. Dan tentunya, Seki harus mencari kelasnya sendiri di tengah besarnya gedung tingkat satu yang ramai itu.
Kalau boleh jujur, ini membuatnya cukup kesal. Bagaimana ia bisa mencari jika para gadis ini bergerombol dan menutupi papan bulletin berisi peta lokasi gedung? Memang menyebalkan sekali.
Pada akhirnya setelah beberapa menit berdesak-desakan dengan siswi lain demi memotret peta—meskipun pada akhirnya ia hanya mendapatkan gambar yang agak kabur—Seki tahu dan mengingat betul-betul bahwa kelasnya berada di lantai dua, lebih tepatnya di kelas 1-A. Segera saja ia membelah lautan siswi berpakaian putih-putih itu dan beranjak sendirian menuju tangga setelah melihat antrian dari dua buah lift yang cukup padat.
Sesampai di lantai dua, ia langsung berbelok dan berjalan pelan menyusuri koridor yang dipenuhi oleh siswi-siswi yang juga sibuk mencari kelas. Sebagian besar dari mereka tampak sudah memiliki kelompok pertemanan dan membuat gerombolan kecil yang berpindah-pindah memenuhi koridor. Hanya beberapa orang saja yang terlihat sendirian seperti dirinya. Tapi ia tidak peduli. Yang ia pikirkan hanyalah di mana kelasnya berada agar ia dapat segera masuk dan mendapatkan tempat duduk belakang yang membuatnya leluasa.
Pikirnya ia akan menemukan kelasnya sendiri dengan mudah karena ia sudah berada di lantai dua sehingga lingkup pencarian menjadi lebih kecil. Tapi nyatanya, tidak semudah itu. Keramaian membuatnya sulit mengidentifikasi plakat kelas yang seharusnya tergantung di dekat pintu dan menghadap koridor. Selain itu ia berkali-kali salah mengira perpustakaan dan laboratorium sebagai ruang kelas.
Karena kesal—sekaligus kebingungan, Seki akhirnya menepi dan berjalan pelan sembari memperhatikan kembali file berisi daftar nama dan kelas. Berkali-kali ia berhenti dan mencocokkan tempatnya berada dengan peta buram yang tadi sempat ia potret sebelum naik ke lantai dua. Beruntung, karena kali ini ia mencari dengan lebih teliti lagi membuatnya merasa bahwa ia berada di depan ruangan yang benar. Ia pun mendekat, mendongak ke atas untuk melihat plakat dan layar ponselnya bergantian untuk memastikan lebih lanjut.
Sialnya, ketika ia hendak memastikan untuk yang kedua kali, sebuah suara yang muncul di dekatnya sukses membuatnya terkejut setengah mati hingga ia refleks menengok ke samping—pada seorang gadis dengan rambut panjang serta senyuman lebar yang sepertinya tengah berbicara dengannya.
"Oh, sepertinya kau berada di kelas yang sama denganku." Gadis berambut panjang itu menjelaskan, membuat Seki tanpa sadar menatapnya dengan sorot mata aneh. Bukan karena wajah lawan bicaranya yang menakutkan baginya, tetapi karena terkejut ketika sadar bahwa ada orang lain yang mau menyapa dan mengajaknya mengobrol. Dan mungkin, tatapan anehnya itu membuat gadis lainnya canggung sehingga ia segera menyela, "Maafkan aku jika tidak sopan. Aku melihatmu kebingungan di sini, jadi mungkin aku bisa membantumu. Jujur saja, aku sedikit melihat layar ponselmu sehingga aku tahu kau berada di kelas 1-A juga."
"B—Begitu..." Seki menjawab pelan. Pandangannya kemudian turun dan kini berfokus pada cara gadis itu memakai seragam. Ia tidak mengenakan blazernya dengan benar karena ia membiarkan kancingnya terbuka. Tak hanya itu, ia juga tidak memakai dasi. Tampak ia membawa dasi abu-abu tersebut dengan mengikatkannya pada kepalan tangan. Penampilannya yang acak-acakan membuat gadis itu tampak seperti berandalan.
"Oh, benar juga. Aku juga masih belum memperkenalkan diri, ya? Namaku Tamura Hono. Senang bertemu denganmu..." Seki mengangkat pandangannya lagi, dan menemukan gadis di depannya itu tengah melihat plakat nama yang menempel di blazernya lekat-lekat sebelum akhirnya melanjutkan dengan senyuman, "Seki Yumiko."
Seki termangu. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Respon macam apa yang harus ia beri pada gadis ini? Apakah ia harus berteriak sembari memeluknya seperti gadis gyaru di sekolah menengah pertamanya dulu, atau mengajaknya berjabat tangan seperti ayahnya ketika bertemu dengan rekan bisnis? Sungguh, ia hampir tidak pernah berada di posisi seperti ini jadi sekarang, ia benar-benar tidak tahu apa yang harus ia lakukan.
Ah, sudahlah. Daripada salah bicara, lebih baik baginya untuk segera pergi dan meninggalkan gadis ini.
"Senang bertemu denganmu juga, Tamura. Kalau begitu, izinkan aku untuk undur diri dan masuk ke dalam terlebih dahulu."
Ia dapat mendengar Tamura terbahak kecil sebelum mengikuti langkahnya di belakang. Bahkan ketika ia mengambil tempat duduk di barisan belakang yang paling dekat dengan jendela, Tamura juga mengikuti dan duduk tepat di depannya. Setelah meletakkan tas, gadis itu pun berdiri agar ia dapat duduk menghadap ke arah Seki.
Apakah begini cara mereka semua mendapatkan teman? Batin Seki.
Karena Seki tak kunjung mengatakan apapun, akhirnya Tamura mengalah dan memulai percakapan. "Kau juga sendirian, sama sepertiku. Itu sebabnya aku mendekatimu daripada siswi-siswi lainnya. Itu jika kau bertanya-tanya mengapa aku tiba-tiba berbicara padamu tadi. Aku tidak memiliki niat buruk, tenang saja."
"Aku tahu. Tidak mungkin seorang atlet sepertimu memiliki niat untuk melakukan hal buruk yang dapat menghancurkan karirmu." Seki menjawab. Sesekali pandangannya berpindah pada pintu masuk untuk memperhatikan siswi-siswi yang mulai berdatangan. "Dan lagi, aku yakin kau bukan orang yang jahat." Terusnya.
"...oh, hahaha," setelah terdiam sepersekian detik, Tamura mendadak tertawa ringan. "Ini pertama kalinya ada orang lain yang mengatakan padaku secara terang-terangan bahwa aku adalah orang baik. Aku menghargai itu, Seki. Terima kasih banyak."
Apa itu? Ada apa dengan keheningan yang cukup ketara di awal tadi? Apakah ia telah mengatakan sesuatu yang salah? Dari apa yang ia baca dan pelajari dari buku pengembangan diri, hal-hal semacam ini dapat berujung pada kesalahpahaman. Sudah jelas ia perlu meluruskannya sebelum terlambat. Baru saja ia hendak memanggil nama Tamura untuk menarik perhatiannya, suaranya mendadak menghilang saat gadis itu justru berbalik dan memiringkan tubuh untuk berbisik di depan wajahnya sembari dengan pandangan yang melekat erat ke arah pintu depan.
"Sugai datang." Bisik Tamura.
Seki menaikkan satu alis, tanda tak mengerti. "Sugai?"
"Ya, Sugai Yuuka—kalau aku tidak salah. Perwakilan angkatan yang memberikan pidato singkat saat upacara penerimaan siswi baru tadi. Lagipula, tidak mungkin kau tidak tahu dengan perusahaan konstruksi Taisei Corp. dan Sugai Chemicals."
Seki mencoba mengingat kembali. Taisei adalah nama yang familiar sebab ayahnya pernah menyebutkan tentang pembangunan jembatan dan dan kantor pemerintahan yang akan dibangun, dan sepertinya kedua proyek tersebut berkaitan dengan Taisei. Namun, siapa yang menduga di Sakurazaka Academy ia justru bertemu dengan barangkali calon penerus Taisei.
Seki memalingkan pandangan dari Sugai yang telah berada di tempat duduknya. Gadis itu kini sedang berbincang dengan dua orang lain yang Seki asumsikan adalah teman dekatnya jika dilihat dari keakraban mereka. "Aku tidak peduli siapa mereka, tapi sepertinya mereka tampak berpengaruh." Ia membalas.
Mereka memutuskan untuk tidak lagi membahas tentang Sugai ataupun teman-temannya karena saat ini, kelas sudah sepenuhnya terisi. Sehingga mereka akhirnya mengobrol tentang hal lain. Kebanyakan pertanyaan selalu diberikan oleh Tamura dan Seki hanya menjawab sesuai dengan apa yang teman barunya minta. Dan karena Seki tak juga bertanya apapun mengenai Tamura, maka gadis itu sendiri yang bercerita tentang dirinya.
Sebenarnya, ia tidak berbohong jika sejak tadi Seki merasa ada orang lain yang memperhatikannya dari sudut mata. Berkali-kali ia menahan diri untuk tidak menengok dan mencari tahu siapa orang yang sejak tadi membuatnya tak nyaman, tapi ia tak juga melakukannya dan memilih fokus dengan Tamura yang sedang berbicara. Akan tetapi, untuk kali ini, ia benar-benar sudah jengah. Beruntung, bertepatan dengan lehernya yang memutar ke samping kanan, seorang gadis tiba-tiba berhenti tepat di depan pandangannya.
Agak terkejut, Seki mendongakkan kepala.
Sugai Yuuka?
"Seki ... Yumiko? Itu kah kau, Seki?"
Agaknya hari itu ia sudah dibuat terkejut berkali-kali. Tapi yang satu ini benar-benar tidak terduga, sebab Sugai Yuuka mendadak datang ke tempat duduknya dan memanggil namanya seakan-akan mereka pernah bertemu sebelumnya.
"Siapa—"
"Sayang sekali, bel sudah berbunyi. Kita akan bertemu lagi di cafetaria saat jam istirahat, Seki. Kau juga, Tamura."
---
Seki sebenarnya sempat lupa tentang ajakan Yuuka untuk bertemu di cafetaria. Oleh sebab itu, ia langsung berdiri dan beranjak ke sana sendirian—koreksi, dengan Tamura yang berjalan di sampingnya dan masih juga tidak berhenti bertanya tentang bagaimana Sugai Yuuka bisa mengenalinya. Jawaban yang Seki beri selalu sama—tidak tahu. Mereka bahkan tidak pernah bertemu sebelumnya. Jikalau memang pernah, sudah sepantasnya Seki lupa mengingat berbagai kesibukannya selama ini.
Setiba di cafetaria, Tamura menyentuh bahu Seki seraya berucap, "Carilah tempat duduk. Aku akan membawakan jatah makan siangmu. Jika tidak begitu, tidak akan ada tempat tersisa untuk kita nanti."
"Eh—tidak apa-apa, aku bisa mengambilnya sendiri—"
"Tidak perlu. Sudah, carilah tempat yang cocok untukmu, oke? Pilihlah tempat di mana pun yang kau mau asalkan tidak di dekat pilar." Ia berusaha meyakinkan Seki meskipun gadis itu tampak sempat ragu melangkahkan kaki untuk meninggalkan Tamura. Meski pada akhirnya ia melangkah menjauh dan menghilang di balik kerumunan siswi. Tamura sempat berjinjit, mengikuti arah gerak Seki untuk memastikan ke mana gadis itu pergi dan baru beranjak memasuki area untuk mengambil jatah makan siang setelah melihat Seki mendapatkan tempat duduk.
Ia berdiri di depan sekat kaca yang setengahnya terbuka. Tampak beberapa orang petugas dapur berseragam putih-hitam selayaknya pegawai restoran memberikan baki berisi jatah makan siang bagi para siswi. Tidak seperti makanan biasa, tentu saja, mereka membayar mahal di sini bukan untuk menerima makanan dengan kualitas rendah. Lagipula, jika para siswi masih juga tak puas dengan makanan yang diberikan oleh dapur, mereka bisa memilih untuk membeli makan siang mereka sendiri di tempat itu dengan jenis yang beragam.
Tamura menundukkan tubuh, sedikit mendekatkan kepala pada sekat kaca agar suaranya dapat didengar. "Selamat siang, paman! Tolong beri aku dua, ya. Untukku sendiri dan temanku yang sedang menunggu di dekat jendela sana."
"Ingin menambah ayam? Kami masih memiliki banyak stok di belakang sana."
"Bolehkah? Wah, kalian baik sekali. Pantas saja akademi ini memiliki penilaian yang baik di Google Maps." Tamura tertawa kecil saat petugas dapur berjalan ke belakang dan meletakkan beberapa potongan ayam tambahan yang cukup besar di atas jatah makan siangnya. Bahkan ia tak bisa menahan senyuman lebarnya saat petugas dapur kembali untuk memberikan apa yang ia minta. "Sungguh, terima kasih banyak!" ia berucap dengan riang sebelum berbalik pergi membawa dua baki di tangan kanan dan kiri.
Ia sudah tahu di mana Seki duduk sehingga ia hanya perlu berjalan sedikit lebih cepat dan memastikan ia tidak menabrak siapapun. Perutnya sudah bergemuruh sejak tadi, apalagi setelah melihat ayam yang masih mengepulkan asap putih itu. Giginya terasa nyeri ketika membayangkan dirinya menggigit potongan ayam tersebut. Ah, Tamura terlalu fokus dengan fantasinya terhadap ayam goreng sampai-sampai ia baru menyadari jika Seki tidak sendirian di sana karena di seberangnya, Sugai Yuuka tengah duduk dan menemaninya berbicara.
Cukup dekat, Sugai pun mulai menyadari kedatangan Tamura sehingga ia mengangkan tangan dan mengayunkannya—meminta Tamura datang dan duduk di sampingnya. Tamura berjalan mendekat, meletakkan makanan milik Seki di depannya sebelum mengambil posisi duduk di samping Yuuka.
Berusaha keras mengabaikan pandangan puluhan pasang mata dan bisikan-bisikan penuh pujian "Kau tak makan?" tanya Hono. Yuuka tak membawa makanan apapun saat ini sehingga ia penasaran.
"Tidak. Aku meninggalkannya di sana bersama mereka," Yuuka menggeleng dan menunjuk tempat duduk lain yang berjarak beberapa meter dari tempat mereka bertiga duduk sekarang. Ada dua orang siswi—satu dengan rambut pendek sebahu dan bertubuh tinggi besar sementara satu lainnya memiliki rambut sedikit lebih panjang. Mereka melambaikan tangan pada Tamura dan ia membalasnya dengan anggukan ramah. "Aku mencari kalian, tapi ternyata kalian sudah tiba di sini lebih cepat dari kami."
"Apakah kalian sudah saling mengenal sebelumnya?" Hono bertanya. "Ayolah, jangan tinggalkan aku sendirian. Beritahu aku apa yang sudah kalian bicarakan selama aku tak ada."
"Sejujurnya iya, tetapi tidak sepenuhnya saling kenal. Pertama kali dan terakhir kali aku melihat Seki adalah saat hari pemakaman Ibu. Aku mengingatnya karena ia tidak pernah berpisah dari Ayahnya yang saat itu sedang berbicara dengan Ayahku. Baru-baru ini Ayah sering berbicara mengenai Menteri Seki, jadi sudah jelas itu Ayahmu."
Mendengar ucapan Yuuka, Hono sontak tersedak oleh makanan yang coba ia telan. "Apa? Menteri?"
"Ya, menteri keuangan itu. Sebenarnya banyak yang mengetahui dan mungkin itu sebabnya siswi-siswi di sini agak segan dengannya. Selain itu, dia juga cukup pendiam dan masih tak berubah." Yuuka menjelaskan. "Aku kagum kau mampu mendekati dan mengajaknya makan siang bersama."
Hono mendengus, lantas melirik Seki sekilas. "Sebenarnya ia tidak terlalu pendiam. Mungkin masih belum menemukan orang yang tepat untuk diajak berbicara."
Mendengarnya, Yuuka menghembuskan napas lega. Ia akhirnya bangkit berdiri dan bersiap untuk beranjak pergi. "Senang mendengarnya. Kalau begitu, tetap bersamanya, Tamura. Aku akan kembali ke tempatku agar kalian bisa menikmati makan siang dengan tenang." Seki dan Tamura kompak mengangguk untuk membalas ucapan Yuuka. Namun, baru beberapa langkah ia berjalan, gadis itu mendadak berhenti dan berucap, "Ayo keluar sewaktu-waktu. Aku tahu tempat minum yang bagus, kupikir kalian akan cocok dengan tempat itu."
---
"Aku tidak tahu jika kau pernah mengenal Sugai. Gadis itu seperti tipe orang yang sulit didekati karena kita akan selalu merasa jauh lebih rendah ketika di dekatnya. Kau pasti mengerti ucapanku saat kau benar-benar memperhatikannya saat upacara penerimaan waktu itu. Ia memiliki kharisma yang luar biasa untuk anak seusianya. Pun dengan caranya berbicara yang lebih mirip politikus yang tengah berkampanye."
Seki mengangguk-angguk setelah mendengar Hono yang sejak tadi tidak berhenti berbicara mengenai Sugai Yuuka. Ia sampai tidak tahu lagi harus menjawab apa. Jadi hal terbaik yang bisa ia lakukan hanya mendengarkan gadis itu meracau tanpa henti dan mengangguk-angguk meski kadang ia tak memahami apa yang Hono ucapkan. Biasanya di titik ini, orang lain akan mencari alasan untuk pergi meninggalkannya karena responnya yang sangat minim.
Tetapi, ia tidak menduga bahwa Hono tidak keberatan dengan semua itu. Selama perjalanan dari gedung tingkat satu menuju tempat parkir mobil, ia justru nampak semakin tertarik dengan Seki hingga ia menanyakan lebih dari lima pertanyaan dengan begitu antusias. Sayangnya, obrolan mereka harus berhenti di tengah jalan karena tiba-tiba terdengar suara seorang gadis memanggil nama Hono dari belakang. Mereka berdua pun berhenti, kompak menengok ke belakang. Tampak seorang gadis bertubuh tinggi dan rambut pendek menyerupai laki-laki sedang melambaikan tangan kepada Hono.
"Yurina!" Hono berteriak penuh antusias dan berlari kencang mendekati gadis itu untuk merangkulnya. "Akhirnya kita bertemu lagi! Sejak tadi aku berusaha mencarimu karena aku tidak bisa menghubungimu!"
Hirate Yurina. Seki membaca sekilas papan nama dada yang dipasang pada blazer gadis itu. Gadis yang dipanggil Yurina oleh Hono ini agaknya tidak jauh berbeda dengannya. Ia seperti tipe gadis yang tenang dan tidak terlalu banyak bicara. Agaknya Yurina mungkin lebih baik karena gadis itu lebih ramah dan memiliki lebih banyak teman darinya. Tampak di belakangnya, datang beberapa gadis lain mendekat. Nagahama Neru, Sato Shiori, Suzumoto Miyu, Yonetani Nanami, Ishimori Nijika.
"Seki Yumiko? Senang bertemu denganmu. Aku sering sekali melihat namamu di media massa. Sedikit mengejutkan aku bertatap muka denganmu secara langsung di sini." setelah berusaha melepaskan diri dari pelukan Hono, Yurina beralih pada Seki. Ia menjulurkan tangannya dan memperkenalkan diri. "Kau bisa memanggilku, Yurina. Atau Hirate. Apa saja, selama itu membuatmu nyaman. Aku dan Hono adalah teman masa kecil jadi jangan heran mengapa beruang gila ini bisa dengan nyaman menempel padaku dengan tak tahu malu seperti tadi."
Seki menjulurkan tangan berjabat tangan dengan Yurina selama beberapa saat. "Ya, senang bertemu denganmu juga Yurina." ia menjawab, dengan senyuman tipis tersungging di bibir.
---
Jujur saja ada hal yang lebih mengejutkan dari fotonya yang tiba-tiba dipamerkan di lobi utama bersama dengan lima siswi lain—dan juga Sugai Yuuka. Itu adalah undangan menjadi calon anggota Dewan Pelajar yang diberikan langsung oleh gadis dengan senyuman miring itu. Ia tidak mengerti apa yang dilihat Sugai dari dalam dirinya hingga ia merasa harus mengajaknya untuk turut andil dalam kabinet yang akan ia pimpin nanti.
Semua orang di akademi tahu jika pengumuman kandidat The President yang baru telah diumumkan dan hal selanjutnya yang dilakukan oleh para kandidat itu adalah merekrut calon anggota yang nantinya akan mengikuti serangkaian tes hingga akhirnya resmi dan dapat bergabung dalam pemilihan umum.
Yuuka sudah menghubunginya secara pribadi dan mengajaknya untuk bergabung dalam pertemuan pertama yang akan membahas detil-detil mengenai proses rekrutmen dan tes untuk calon anggota. Dalam pertemuan itu juga, para calon anggota yang telah diajak olehnya bisa memilih untuk mundur dan terus melanjutkan bersama Yuuka dan yang lainnya.
Omong-omong hari ini ia dan Seki sedang berada di cafetaria. Mereka berdua memilih untuk singgah di sana dan melewatkan jam pulang sekolah. Seki juga mendapat undangan dari Yuuka sehingga Hono memutuskan untuk berdiskusi dengannya sekaligus mencari tahu siapa calon anggota lain yang juga diundang oleh calon kandidat presiden itu.
Hono duduk di samping Seki dengan tatapan seperti anak kecil yang melihat siaran kartun di televisi. Hanya saja, yang Hono lihat sekarang adalah berbagai macam informasi yang Seki dapatkan tentang calon anggota lain yang diundang Yuuka. Ia tidak mengerti apa yang Seki lakukan dengan laptopnya dan tampilan program-program dengan huruf dan angka acak yang membuatnya pusing, tapi selama itu memberikan yang ia butuhkan maka ya sudahlah.
"Aku meretas database akademi untuk mengambil data-data calon presiden dan anggota kabinet yang sudah diinput oleh tim rekrutmen," Seki mencoba menjelaskan pada Hono sembari melirik sekilas. Gadis di sampingnya tengah melongo dan ia ingin tertawa karenanya. Sedikit berdeham dan menahan keinginan itu, Seki melanjutkan lagi, "Memang benar Yuuka memilih calon anggota berdasarkan siswi berprestasi yang fotonya ada di main hall."
"Kira-kira untuk apa? Bukankah ada banyak siswi lain yang memiliki potensi lebih besar daripada kita untuk dia pilih menjadi anggota," ucap Hono, tampak bingung dengan bagaimana Yuuka memilih calon anggotanya. Matanya kemudian tertuju pada foto gadis dengan wajah mengantuk dan rambut pendek yang muncul di layar laptop Seki dan foto gadis dengan wajah garang dengan sorot mata seperti sedang menyimpan dendam. "Fujiyoshi si tukang bolos dan es batu Watanabe. Kenapa mereka memilih orang-orang macam ini untuk bergabung dalam Dewan Pelajar? Ah, bukan bermaksud merendahkan mereka. Aku juga bodoh sih, tapi—"
"Tidak, strateginya cukup pintar."
"Eh?" Hono mengangkat satu alis, tanda tak mengerti. Diminumnya es coklat yang sejak tadi ia abaikan sebelum melipat kedua tangan di atas meja dan menatap Seki dengan sangat serius. "Strategi?"
Seki mengangguk dan menjelaskan, "Entahlah tapi aku berpikir ia menggunakan reputasi kita untuk mendapatkan suara. Lagipula, ia juga mengundang Kobayashi Yui. Ayahnya adalah rekan bisnis, salah satu petinggi yayasan, dan digadang-gadang sebagai calon headmaster, itu yang bisa menjadi kartu AS untuknya. Itu yang aku sebut sebagai strategi politik. Ia memilih orang-orang dengan jabatan, reputasi, serta privilege yang bagus untuk menguntungkan dirinya—maksudku, kita semua, jika terpilih menjadi anggota Dewan Pelajar. Ditambah lagi, sekarang tidak ada yang tidak mengenal wajah kita di Sakurazaka Academy."
"Fujiyoshi meskipun terlihat seperti pemalas, ia adalah pitcher SMA dengan jumlah strike out terbanyak di Jepang. Sedangkan Watanabe adalah juara olimpiade matematika tingkat internasional dan juga ace tim basket akademi. Mereka cukup populer di kalangan siswi, asal kau tahu."
Hono menghembuskan napas perlahan. Ia tidak masalah dengan diundangnya dirinya menjadi calon anggota, hanya saja... ada masalah lain yang benar-benar membuatnya khawatir dan itu mungkin akan mengganggunya jika sampai ia terpilih menjadi calon anggota.
Entah mengapa, kekhawatirannya itu mungkin berhasil diendus oleh Seki. Gadis itu tak lagi melakukan apapun dengan laptopnya dan hanya melirik Hono yang sibuk dengan pikirannya sendiri. Tidak biasanya gadis itu sediam ini dan itu sangat mencurigakan. Apakah ia khawatir dengan Hono? Mungkin. Seki tidak pernah merasa sekhawatir ini dengan seseorang karena memang ia hampir tidak pernah merasa sepeduli ini dengan orang lain di luar anggota keluarganya.
Jujur saja, ini hal yang baru untuknya dan ia tak tahu bagaimana ia akan mengurus hal yang satu ini.
"Kau sakit?" Seki mencoba bertanya. Gadis itu menutup laptopnya dan membiarkan benda itu tidak tersentuh selama ia memastikan sesuatu pada Hono. Ada sesuatu yang aneh dengannya dan ia mungkin perlu tahu itu apa.
Hono sendiri sempat menampilkan raut wajah terkejut selama sepersekian detik. Namun ia dengan pandai menyembunyikannya dengan tawa innocent dan lagaknya yang seperti biasa. Hanya saja, Seki sudah terlanjur mencium sesuatu yang aneh dari dalam gadis itu sehingga ia menganggap semua respon yang diberikan oleh Hono sebagai respon yang palsu.
"Jika aku sakit, aku tidak akan bisa mengganggumu sampai harus tinggal di sini selama beberapa waktu," jawab Hono. Gadis itu pun menyelesaikan minumannnya dan bangkit berdiri dari tempat duduk seraya merapikan lipatan roknya dengan tangan. Menoleh pada Seki, ia berkata lagi, "Sudah hampir waktunya, Seki. Temanmu, si Sugai itu pasti sudah menunggu kita."
"Huh, aku bahkan tidak mengenal dia seperti aku mengenalmu." Seki menjawab ringan. Ia mengangkat laptop dan memeluknya di depan dada. Mereka berdua berjalan beriringan menuju pintu keluar cafetaria untuk menuju hallway yang mengarah ke area gedung tingkat satu.
Mendengar jawaban Seki, Hono tertawa kecil. "Itu berarti kau menganggap aku sebagai temanmu karena kau cukup mengenaliku, eh? Aku sangat terharu sampai ingin menangis, Seki. Bolehkah aku meminjam bahumu untuk menangis dan mengeringkan air mataku ini?"
Selesai mengatakan itu, dengan lancang dan tujuan yang dibuat untuk membuat temannya itu kesal, Hono melingkarkan lengannya pada tubuh Seki dan meletakkan dagu di atas bahunya dari belakang. Seki tidak masalah dengan itu, tapi bagian sulitnya adalah; orang ini justru membuat Seki berjalan dengan membawa beban hidup yang berkali-kali lipat lebih berat dari miliknya sendiri. Dengan kata lain, Hono secara tidak langsung membuat Seki berjalan sembari menyeret tubuhnya.
Hingga pada satu titik, disebabkan karena pegal yang mulai mendera bahunya yang digantungi oleh lintah raksasa dan tak tahan oleh tatapan-tatapan tanpa arti dari berbagai siswi yang lewat, Seki pun menghentikan langkah dan menggunakan tangan kirinya untuk mendorong tubuh Hono menjauh. Tak hanya itu, Seki juga meremas bahu Hono seraya menyelipkan senyuman tipis—sebuah senyuman yang menyiratkan ancaman.
"Bahuku bisa kupakai untuk mematahkan hidungmu, Tamura. Berhenti bercanda."
Memang dasar kepala batu, gadis itu malah tertawa lepas mendengar ucapan Seki. Entah sudah berapa kali ia mengata-ngatai Hono dalam hati sebagai orang yang keras kepala, kepala panci, kepala batu atau semacam itu yang menunjukkan betapa anehnya gadis cerewet yang satu itu.
Meski demikian, terima kasih pada Tamura, Seki jadi merasa kehidupannya yang baru lebih berwarna dari sebelumnya. Mungkin... ia tidak keberatan akan kehadiran gadis kepala batu ini di hidupnya lebih dari siapapun.
---
Pertemuan pertama keenam orang itu berlangsung dengan... biasa saja. Tidak baik dan juga tidak buruk. Tak terlalu banyak meninggalkan kesan namun di sisi lain dapat menorehkan hal-hal yang tertanam jauh di dalam pikiran Hono. Pertemuan yang diinisiasi oleh Yuuka dilakukan di salah satu ruang kelas kosong. Gadis itu bilang, untuk beberapa pertemuan mereka akan menggunakan tempat itu. Dan baru akan berpindah ke tempat lain yang lebih menunjang etos kerja ketika ia sudah menemukan calon anggota yang benar-benar akan bergabung bersamanya.
Calon The President itu datang paling terakhir dengan membawa satu kantung plastik besar berisi makanan kecil dan beberapa minuman kaleng yang kemudian ia letakkan di salah satu meja, lalu mempersilakan yang lain mengambil apa yang mereka suka. Hono sendiri mengambil satu kopi kaleng dan juga memberikan benda yang sama pada Seki, gadis itu menerimanya dengan senang hati dan langsung membuka kalengnya, meneguknya hingga setengahnya habis.
Whoa, sepertinya ia sedang haus. Atau mungkin ia hanya penyuka kopi?
Perhatiannya pada Seki serta merta teralih sebab Yuuka menepukkan kedua tangannya sebanyak dua kali. Menghadap ke depan, dan memberikan perhatian yang gadis itu pinta, Hono duduk dengan punggung bersandar pada kursi dan satu tangan diletakkan pada bagian atas sandaran kursi yang ditempati Seki. Bukan apa-apa, jangan terlalu banyak berpikir tentang interaksi mereka berdua. Hono hanya memerlukan sandaran untuk lengannya saja.
Agenda pertama dari pertemuan ini cukup simple. Jelaskan dan ceritakan tentang dirimu sendiri pada orang-orang yang ada di sini, buat mereka mengenal namamu dan berikan kesan yang baik agar mereka tetap mengingat namamu. Singkatnya, Yuuka meminta lima orang yang ada di sana untuk memperkenalkan diri mereka masing-masing. Dan Yuuka, sebagai orang yang telah mengundang mereka semua akan mengawalinya.
Hono sudah mengenal namanya, tapi ia tetap menyimak dengan baik. Di depan, Yuuka memperkenalkan dirinya dengan baik dan membebaskan mereka memanggilnya dengan apa saja asalkan masih ada unsur namanya di dalam panggilan itu. Yuuka juga menyebutkan tentang hobinya—berkuda dan merawat kuda atau berolahraga di pusat kebugaran tiap dua hari sekali. Dari yang Hono pahami, Yuuka ini memang memiliki kemampuan bicara yang sangat hebat.
Gadis itu mampu memindahkan pusat perhatian hanya dengan berbicara. Ekspresi yang ia tunjukkan dan bagaimana nada bicaranya mengalun dengan komposisi nada yang pas serta pemilihan kata yang menunjukkan bahwa ia orang yang cerdas. Jujur saja, Hono tidak akan terkejut jika beberapa tahun setelah mereka lulus dari akademi, Yuuka akan segera muncul sebagai diplomat, penasihat hukum, atau tokoh politik.
Orang selanjutnya adalah gadis tinggi dengan garis rahang tegas dan rambut pendek kecoklatan sepanjang bahu. Watanabe Risa namanya, dan gadis itu juga memberikan disclaimer agar mereka tidak perlu takut dengan wajahnya serta meminta permakluman karena dilahirkan dengan wajah resting bitch adalah salah satu bencana baginya. Gadis itu kemudian melanjutkan sembari tersenyum dan tertawa kecil—kini Hono mengerti kenapa Watanabe ini cukup populer di antara senior.
Dia sangat cantik, namun di sisi lain juga terlihat begitu maskulin. Damn, Hono tidak bisa membayangkan berapa banyak bingkisan dan hadiah yang ia dapat pada hari Valentine. Kesimpulan kecil, Watanabe adalah tipe manusia yang menjadi high school crush semua orang dan Hono benar-benar serius akan hal itu.
Setelah Watanabe kembali duduk, seorang gadis yang berada di sampingnya kini berdiri dan berjalan ke depan. Ia memperkenalkan dirinya sebagai Kobayashi Yui. Meskipun bertubuh lebih pendek dan kecil dari dua orang sebelumnya, suara gadis ini lebih besar dan rendah. Jika di dalam kelompok vokal grup, Kobayashi akan menempati posisi alto karena suaranya itu. Perawakannya cukup manis, tipe wajah yang disukai oleh sebagian besar orang. Namun ia terlihat seperti orang yang tidak terlalu peduli dengan hubungan semacam itu.
Atau mungkin tidak? Hono melirik ke samping, pada Yuuka yang berdiri di sudut depan ruangan. Agak menahan tawa ketika menyadari gadis itu menaruh perhatian lebih banyak pada Kobayashi dibandingkan dengan Risa. Saat Yui selesai dan ia beranjak untuk duduk, Yuuka sedikit menundukkan kepala—gadis itu tersenyum sekilas dan kembali mengangkat wajahnya dengan mengulum bibir.
Selanjutnya adalah sosok gadis dengan rambut pendek dan wajah kuyu seperti tidak tidur selama satu minggu penuh. Ia berjalan dengan malas ke depan dan sembari menggaruk lehernya yang tak gatal, ia menyebutkan namanya secara singkat, jelas dan padat—Fujiyoshi Karin. Di antara mereka, hanya gadis ini yang tidak memakai blazer putih melainkan memakai jaket varsity yang digunakan untuk menutupi kemeja abu-abu tanpa dasi.
Hono sempat melihat sesuatu berwarna krem di bagian tangannya yang tidak tertutupi jaket. Tapi dilihat dari caranya ketika berjalan maju dengan tidak mengayunkan tangan kanannya terlalu banyak, Hono dapat mengerti bahwa gadis itu mengalami cidera tangan yang mungkin didapatkan dari pertandingan.
Kemudian, adalah saat yang paling ia tunggu—temannya, Seki Yumiko yang akan maju. Hono menoleh ke samping, menepuk-nepuk bahu Seki sembari mengacungkan jempol padanya sesaat sebelum ia berjalan maju. Seharusnya Seki yang berdebar karena ia yang mendapat giliran, dan bukan Hono—semuanya terbalik entah mengapa. Ataukah memang ia sedang berdebar karena suatu hal yang tidak ia sadari? Mungkin saja.
Temannya memperkenalkan dirinya dengan baik. Bahkan ia sempat mendapat respon dari Yuuka yang mengklaim bahwa mereka pernah saling kenal bertahun-tahun yang lalu. Ia juga mengatakan jika ia akan senang jika Seki benar-benar mau bergabung menjadi calon anggota Dewan Pelajar dan itu membuat Seki tertawa canggung sebelum berjalan kembali ke tempat duduknya di samping Hono.
Dan kini, sebagai orang terakhir, Hono yang akan berdiri dan memperkenalkan dirinya. Ketika ia berdiri di depan, rasanya ada sesuatu yang mengaduk isi perutnya. Sebenarnya ia tidak gugup sama sekali, hanya saja ia merasa tidak ingin mengacaukan yang satu ini sebab ada seseorang yang sedang mengawasi dan memperhatikannya—ia tidak ingin membuat dirinya sendiri jelek di depan Seki. Jadi mungkin, mari lakukan yang terbaik saja.
Tenang.
Tenang.
Seperti yang biasa kau lakukan.
Tenang.
Dan semua akan baik-baik saja.
---
Satu-satunya hal yang membuat energinya terkuras habis selama beberapa hari terakhir selain latihan rutinnya sebagai atlet voli adalah pertemuan-pertemuan kecil yang ia lakukan bersama dengan calon anggota Dewan Pelajar yang dikepalai oleh Yuuka. Pemilihan umum sudah sangat dekat, dan satu minggu ke depan adalah waktu terakhir kampanye mereka sebelum seluruh kegiatan kampanye dihentikan untuk memasuki masa tenang.
Dan tentu saja mereka tidak ingin membuang waktu yang sudah mereka habiskan selama dua bulan untuk kalah. Maka dari itu, tepat setelah lonceng mata pelajaran terakhir berbunyi Yuuka sengaja mengumpulkan lima orang lainnya untuk membahas rencana kampanye besar-besaran untuk yang terakhir kali. Yah, meskipun mereka baru benar-benar berkumpul selama dua jam setelahnya sebab Karin harus berlari-lari ke penjuru akademi untuk mengejar Risa yang bersembunyi di tiap-tiap kelas karena enggan untuk mengikuti rapat.
Walaupun dengan sedikit paksaan, pada akhirnya enam dari mereka berhasil berkumpul dan pembahasan mengenai rencana kampanye dapat dimulai. Memang terdapat perubahan dari segi penyampaian kampanye karena mereka berniat untuk mengambil hati lebih banyak orang lagi. Sehingga mereka perlu cara penyampaian seperti apa yang selanjutnya akan mereka lakukan.
Rapat kecil mereka baru selesai menjelang pukul 8 malam. Tidak ada yang mengganggu mereka berada di akademi hingga malam hari karena secara teknis tempat itu adalah milik Kobayashi Yui yang juga merupakan bagian dari calon anggota Dewan Pelajar juga. Hono merasa wajar, dan memahami itulah alasan mengapa tidak ada penjaga keamanan yang berkeliaran di lantai tempat mereka berada.
Malam itu, mereka berpisah. Risa dan Yui adalah orang yang meninggalkan ruangan paling awal karena mereka berniat untuk berburu buku edisi terbatas yang baru saja rilis di toko buku. Sedangkan Hono adalah yang pergi selanjutnya karena ia sudah terlalu lelah dan berniat untuk istirahat lebih awal. Semula ia mengajak Seki untuk pergi bersamanya menuju pelataran parkir sekaligus mengajak gadis itu untuk makan malam bersama. Tapi Seki menolak dengan alasan ia sedang tidak enak badan.
Hono memahami hal itu dan berpamitan dengan teman-temannya yang lain. Sungguh, untuk kali ini ia akan melewatkan makan malam dan akan langsung tidur begitu tiba di rumah.
Namun memanglah sial. Begitu ia duduk di kursi kemudi dan membuka isi tasnya untuk mengambil kabel pengisi daya ponsel, ia menemukan bahwa benda yang saat ini ia butuhkan rupanya tidak ada di dalam tasnya. Ia baru ingat, kabel tersebut sempat ia pinjamkan pada Yuuka untuk mengisi daya ponselnya karena kabel milik gadis itu tidak sengaja tersiram oleh air saat sedang digunakan di kelas.
Seingatnya, Yuuka masih belum keluar dari gedung tingkat satu sehingga Hono segera bergegas kembali dan mengambil kabel miliknya.
Tapi sepertinya keputusannya untuk mengambil benda kecil yang seharusnya dapat ia beli lagi di tempat lain itu adalah keputusan yang salah. Bagaimana tidak? Karena benda bodoh itu ia telah melihat sesuatu yang tidak seharusnya.
Jauh di depan sana, meskipun sekilas hanya nampak siluet hitam dari dua orang gadis, Hono masih dapat melihat dengan jelas dari figur kedua tubuh yang tengah berdiri dengan jarak yang hampir tidak lagi nampak di antara mereka. Kedua siluet hitam tersebut adalah Sugai Yuuka dan Seki Yumiko dan mereka... entahlah. Hono sudah menyimpulkan apa yang tengah mereka lakukan di gelapnya koridor akademi pada pukul 8 malam.
Seiring dengan hembusan napas kasarnya, Hono berbalik dan mengambil langkah lebar tanpa suara. Persetan dengan kabel pengisi daya miliknya yang masih tertinggal di perpustakaan akademi, ia lebih memilih membiarkan ponselnya mati sepanjang malam daripada harus berjalan lebih jauh dan mengganggu kedua orang temannya tadi.
Toh, ia tidak sedang menunggu pesan atau telepon dari seseorang lagi. Di tengah perjalanannya menuju mobilnya yang terparkir di pelataran parkir akademu, tanpa sadar Hono menggerakkan tangannya dan menghantam tiang penanda besi yang berada di dekat gerbang masuk pelataran parkir.
Malam ini, untuk yang pertama kalinya, ia merasakan amarah yang selama ini ia telah berusaha padamkan dengan beberapa butir obat-obatan.
---
Rupanya ada agenda lain selain meriahnya euphoria yang dirasakan oleh The Six Elites setelah hasil pemilihan anggota Dewan Pelajar diumumkan di seluruh penjuru akademi. Dan agenda itu melibatkan dua orang anggota resmi Dewan Pelajar yang akan segera dilantik.
"Temui aku di gymnasium setelah lonceng mata pelajaran terakhir berbunyi."
Ia tidak pernah semuanya akan menjadi seperti ini. Terutama setelah ia bersumpah seumur hidup untuk tidak membiarkan dirinya merasakan sebuah perasaan asing yang tidak pernah ia terima secara cuma-cuma sepanjang hidupnya. Ia tidak tahu sejak kapan ia merasakan perasaan ini, tapi ia tahu pemicunya tak lain dan tak bukan adalah gadis aneh yang pertama kali ia temui sejak ia menjejakkan kaki di akademi ini.
Gadis voli yang setiap pagi selalu berada di gerbang rumahnya dengan kaca jendela mobil yang terbuka lebar, lengkap dengan sapaan selamat pagi dan senyuman manis yang tanpa ia sadar setiap malam selalu ia rindukan. Benar, Tamura Hono lah orang yang membuat Seki Yumiko secara sadar mematahkannya sumpahnya sendiri.
Pada awalnya, ia terus menerus menolak keberadaan perasaan ini dalam hatinya. Sebagai imbasnya, ia selalu berusaha menghindari pertemuannya dengan Hono sampai-sampai membuat gadis itu kebingungan setengah mati. Selama itu juga ia selalu bertanya pada dirinya sendiri, "Tidak mungkin aku menyukai orang aneh sepertinya."
Tapi apa daya, semakin ia menyadari bahwa Hono membatasi interaksi dengannya setelah malam rapat terakhir, semakin sakit hatinya. HIngga pada akhirnya, ia menerima perasaan aneh yang telah lama ia rasakan dan membiarkannya menyelimuti hati dinginnya. Dan mungkin, hari ini adalah saat yang tepat untuk melepaskan semuanya kepada orang yang telah lama singgah di hatinya. Ia tidak peduli jika pernyataannya justru membuat Hono semakin menjauh, tapi untuk saat ini, Seki hanya ingin gumpalan emosi yang menyesakkan ini tersalurkan kepada orang yang tepat.
Dan sudah seharusnya orang itu harus bertanggung jawab karena telah membuatnya menjadi seperti ini, benar bukan?
Jadi ia melakukannya. Hari ini, saat ini. Di dalam gymnasium megah milik Sakurazaka Academy, tempat masing-masing dari mereka berpijak dan membiarkan ikatan takdir membawa mereka untuk bertemu satu sama lain. Gadis berambut panjang itu berdiri di depannya, dengan blazer putih bersih yang digulung naik hingga ke siku. Lengan kirinya yang semula membawa sebuah bola voli yang sepertinya telah ia mainkan sembari menunggu pun tidak lagi terlihat karena bola tersebut tergelincir ke lantai dan menggelinding jauh.
"Sepertinya aku menyukaimu."
Irisan memori di dalam kepala seorang Tamura Hono tanpa henti memutar kembali potongan kalimat yang dilontarkan padanya sesaat yang lalu. Kalimat yang berhasil membuat tubuhnya membeku dan wajahnya panas setengah mati. Bahkan setelah satu menit berlalu, Hono masih tidak bisa mengatakan apapun karena ia masih berusaha mencerna apakah ucapan yang ia dengar benar adanya dan bukanlah halusinasi semata.
Pasalnya, orang yang mengatakan hal itu adalah Seki Yumiko. Sang Ratu Es yang dikenal dengan sikapnya yang dingin dan tidak banyak bicara.
"Kenapa... bisa?" akhirnya lidahnya yang sempat kelu kini telah berhasil ia kendalikan. Suaranya begitu pelan, nyaris berbisik. Tapi karena suasana yang begitu sepi, suara bisikan itu dapat mencapai indra pendengaran Seki dengan sangat jelas.
Seki menarik napas pelan. Ia berjalan menjauh untuk mengambil bola voli dan membawanya kembali pada Hono. "Entah apa yang kau lakukan, tapi kau berhasil membuatku jatuh cinta padamu, Tamura. Mulai dari caramu mengendalikan diri agar tetap tenang di situasi yang paling tidak menguntungkan bagimu, dari caramu berbicara dengan orang lain, dari caramu memperjuangkan cita-cita dan hobimu sendiri, hingga... caramu memperlakukanku selama ini. Aku... entahlah. Sepertinya semua yang kau lakukan telah membuatku tertarik denganmu," jawabnya. "Bahkan untuk yang paling bodoh sekalipun."
"Aku tidak mengerti," Hono menurunkan pandangan. Sorot matanya jelas menunjukkan kebingungan. "kenapa... aku? Kenapa kau harus memilihku sementara kau bisa memiliki Yuuka yang lebih dulu dekat denganmu? Kalian... pernah berciuman bukan? Di ujung koridor? Hari di mana kita mengadakan rapat kecil untuk menyusun program kampanye hingga malam hari?"
Seki tersentak. Ia ingat betul kapan dan bagaimana insiden itu terjadi, dan ia tidak menyangka bahwa ada orang lain yang melihat dirinya dan Yuuka. "Jika kau berbicara tentang apa yang terjadi saat itu, yah, memang kami hampir melakukannya. Tapi dia yang melakukan itu tanpa persetujuanku, dan aku tentu saja menghindar. Lagipula, Si Sugai Sinting itu memanglah seorang pemain. Dan dia pikir aku bisa menjadi salah satu korbannya." Ia menjelaskan. "Aku yakin di luar sana ada seseorang yang pernah mengatakan bahwa salah satu hal yang paling sulit dimengerti oleh manusia adalah perasaan mereka sendiri. Sebelumnya aku juga tidak memahami mengapa perasaan semacam ini hanya muncul padamu dan tidak pada orang lain. Mengapa jantungku berdetak lebih cepat saat kau berbicara atau menyentuh tanganku, sedangkan saat Yuuka nyaris menciumku saja aku tidak merasakan apapun. Dan baru-baru ini aku sadar bahwa apa yang aku rasakan ini berbeda."
"Ah..." Hono menggumam.
"Jangan bilang itu alasan mengapa kau sedikit menjauhiku selama beberapa hari?" Seki mencoba memastikan.
Hono terdiam sejenak, pandangannya terangkat ke arah lain dan akhirnya mengangguk tanpa bersuara.
"Aku berasumsi itu adalah sesuatu yang dikatakan orang-orang sebagai... kecemburuan."
Sontak saja, pernyataan yang dilontarkan oleh Seki dengan raut wajah tanpa dosa itu membuat wajah Hono semakin memerah. Ia semakin salah tingkah dan kebingungan hendak menjawab apa. "Kau ini masih saja meracau," jawabnya, asal.
"Oh, begitu?" Seki menyahut. Hembusan napas terdengar dari mulutnya, dan kini sorot matanya berubah menunjukkan kesedihan. "Sayang sekali, kupikir... ah, sepertinya hanya aku yang terlalu percaya diri bahwa kau juga merasakan hal yang sama denganku."
"Tidak, maksudku--" Hono terkesiap, benar-benar menyadari bahwa ucapan asalnya telah membawa pembicaraan ini ke jalur yang salah. "Argh, aku... tidak terbiasa dengan pembicaraan semacam ini. Baiklah, baiklah. Aku akan jujur. Memang, aku menjauhimu karena kupikir kau memiliki hubungan yang lebih dekat dengan Yuuka. Jadi selain aku menjauhimu karena aku menghormati dia dan hubungan kalian, aku juga... merasa cemburu."
"Lihat dirimu," Seki mengambil satu langkah maju mendekati Hono. Satu tangannya terangkat untuk menyentuh pipi gadis itu dengan lembut. "ternyata kau juga memiliki sisi seperti ini ya? Anak kucing, kau mirip sekali dengan seekor kucing."
Hono memejamkan mata sejenak. Membiarkan tangan Seki yang hangat mengusap lembut wajahnya. Hatinya yang selama ini dibuat kacau oleh segala hal, perlahan-lahan menjadi tenang. Tanpa sadar, dirinya kini mulai menginisiasi. Direngkuhnya tubuh Seki dengan kedua lengannya, memeluknya erat dan tak berkeinginan sedikitpun untuk melepaskan. Oh, ia sudah lama menginginkan ini. Merasakan kehangatan dan kenyamanan yang selama ini ia idam-idamkan, Hono merasa seperti seseorang yang paling beruntung di dunia.
"Jadi... sekarang kita sudah resmi berpacaran?" Hono menarik napas dalam, membuat aroma lembut dari parfum jasmine yang dipakai Seki melesak masuk ke dalam rongga hidungnya. Tanpa sadar, ia mengeratkan pelukan dan Seki pun tidak memiliki keinginan untuk mencegah melainkan menggumamkan jawaban ya. "Kau tidak bisa membatalkan ini di kemudian hari, kau tahu itu 'kan?"
Seki terkekeh. "Jangan khawatir, Tamura. Aku pastikan kau akan selalu terjebak bersamaku dalam waktu yang... lama."
Hono melepaskan pelukannya dan mengambil ponsel dari dalam saku blazer. Ia merangkul Seki dengan lengan kiri dan membuka aplikasi camera, kemudian mengaktifkan kamera depan. "Ini hari yang spesial untuk The Elites dan kita berdua. Jadi rasanya sayang sekali kalau kita tidak mengambil foto," katanya.
"Aku tidak keberatan." Seki menurunkan pandangannya guna menyembunyikan rona kemerahan di pipinya. Tapi meskipun ia berusaha keras untuk menyembunyikannya, Hono tetap menyadari bahwa kekasihnya itu tengah tersipu.
Menurutnya, itu sangat lucu.
Ini draft dari tahun 2022 loh, jadi agak ketinggalan zaman WKWKWK. Dan... maaf ya aku menghilang setahun hehe
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top