Chapter 34. Beyond Exceptional Match

Sorry repost, tapi akun instagramku yang kincirmainan_19 ilang lagi. Ya Allah. Padahal baru.
Please follow akun instagram baruku ya? Supaya kamu mau follow, beberapa part full akan aku post di sana atau kubagikan ke followers.

Follow twitter-ku juga, yang punya twitter.
Capek banget rasanya, mau ikut menyuarakan orang2 yang ketindas aja kena banned terus.

Unmatch The Parents di Karyakarsa udah nyampe ke parade special part chapter 61, 62, dan 63.

Bagian special ini nggak akan ada di Wattpad nantinya, ya. Chapternya tetep ada, tapi bagian specialnya nggak ada. Tentunya part itu bakal pendek karena emang isinya special doang wkwkw

Sementara, baca part ini dulu. yang mau baca versi lebih panjang, silakan ke karyakarsa.

Chapter 34

Beyond Exceptional Match

Keb melepas sabuk pengaman dan keluar lebih dulu dari BMW sewaan barunya. Aku nggak pernah nanya gimana nasib Jaguar lamanya, atau berapa duit yang dikeluarkannya buat biaya ganti perbaikan. Mobilku sendiri masih di bengkel, Keb yang ngebawa ke sana. Aku sudah bilang, aku nggak akan sudi mengeluarkan sepeserpun sampai mobilku balik kayak semula. Keb sama sekali nggak keberatan.

Di luar, petugas valet sudah menunggu. Keb berjalan mengitari moncong mobil buat membukakan pintu untukku. Aku mengulurkan tangan seperti seorang lady dan dia membantuku turun.

"Kamu kelihatan mempesona," bisiknya, aku sampai terhenyak. Sama sekali nggak kuduga. Keb bahkan mengulang pujiannya sekali lagi waktu mataku menatapnya bulat-bulat. "Kamu kelihatan jauh lebih cantik."

"Karena melotot?" tanyaku.

"Karena kaget denger aku ngomong gitu," katanya. "Kamu harus belajar sabar, Cas. Kadang laki-laki menunggu saat yang tepat buat mengatakan sesuatu."

"Ah... tetep aja... udah telat mujinya," aku berpaling tersipu. "Harusnya tuh sejak ngelihat pertama kali."

"Oh... gitu... tapi kok merah pipinya?"

"Itu blush on-nya!"

"Oh... blush on-nya...," celetuk Keb sambil menyerahkan lengannya buat kugandeng. "Anyway... briefing singkat?"

Aku mendengarkan.

"Kita nggak perlu ngasih pertunjukan berlebihan ke mereka. Cukup mereka tahu bahwa aku yang bikin kamu berubah kayak begini."

"Gimana mereka bisa tahu kalau kita nggak ngasih pertunjukan?"

"Papaku pasti tahu. Beberapa minggu lalu, dia udah tenang-tenang aja. Dia pikir kamu tersinggung sama ajakan jogging-ku. Kubiarin aja Mamimu berspekulasi. Aku yakin... mereka berdua pasti bakal kaget banget sekarang."

"Tapi bener nggak, sih, Keb... aku kelihatan lebih langsing? Temen-temen di kantorku nggak ngelihat."

"Mereka nggak nyadar karena tiap hari ketemu. Mereka berdua lain. Just act normal and follow my lead. No eye rolling, no sighing, no fighting. Just act like we both are fascinated about each other. Okay?"

"Katanya nggak boleh ngasih pertunjukan berlebihan?"

"Maksudku... contohnya ciuman... atau pelukan...."

"Ya siapa juga sih yang mau ciuman di depan orang tua kita?"

"Aku mau," katanya terus terang. "Eits... no eye rolling."

BMW Keb dibawa pergi. Setelah dia menepuk lembut tanganku yang memegang erat lengannya, kami berjalan menaiki anak-anak tangga dan secara serempak membuat senyum lebar serupa saat seorang host menyambut ramah kedatangan kami. Laki-laki berseragam serba hitam itu mengingat nama Keb tanpa melihat ke catatannya sebab dua orang lain di meja reservasi sudah lebih dulu tiba.

Mamiku terlihat anggun dan cantik dalam gaun malam berwarna marun. Rambutnya berhias jepit berkilau di sisi kepala dan digerai di atas bahu kanan yang merupakan angle fotonya. Kecantikan yang sudah lama nggak bikin aku terkagum-kagum lagi saking banyaknya pujian yang disampaikan orang-orang lewat putrinya yang selalu kelebihan berat badan itu memancar bagaikan bintang kejora.

"Seseorang pasti udah ngasih tahu Mamiku tentang restoran ini," bisikku pada Keb.

"Kenapa? Isn't she always hot?"

"Yeah... tapi dia jarang kelihatan anggun menyesuaikan usianya. Dia lebih suka pakai pakaian yang bikin orang menjustifikasi status jandanya and she doesn't even give a fuck about that."

"Harus kuakui... your mom is exceptional," balas Keb saat aku sibuk mengedarkan pandangan mencari-cari Om Nugros yang nggak ada di meja. "Aku memikirkannya sepanjang minggu itu, waktu aku pulang dan ngurus klinik-klinikku. Apa aku benar-benar mau melakukan ini? They deserves each other."

"Jadi kamu berubah pikiran?"

"Soal mamimu pantas buat Papaku?"

Aku mengangguk.

Keb juga mengangguk.

"Well... kamu masih bisa mundur kalau kamu nggak yakin," kataku. "I can just roll my eyes to everything you said like I used to and argue with you in front of them—"

"But you are beyond exceptional," Keb memotong, yang membuatku sontak menoleh padanya. "Justru karena itu aku nggak akan mundur."

"Keb... I have a boyfriend."

"Cas... you always know that I don't care."

Sudah sejak aku dan Keb masuk, Mami kelihatan takjub menatapku. Tapi, sewaktu kami tiba di depannya, dia berseloroh, "Lho... Keb? Cassie mana? Katanya kalian barengan?"

Terpaksa, aku melanggar larangan pertama Keb dengan memutar bola mataku sepuasnya. Keb tertawa senang, tapi kelihatannya dia juga mulai penasaran di mana Papanya berada. Nggak mungkin kayaknya Mami dan Om Nugros jalan sendiri-sendiri.

"Papa mana?" tanya Keb penasaran setelah menarik sebuah kursi untukku.

"Nggak tahu, tuh... katanya mau ketemu sama manajer restoran," jawab Mami enteng. "Mungkin menu pesanan kamu ada yang nggak sesuai sama selera Mas Nugros. Padahal kan sebelumnya udah di-email. Tante suka semuanya."

Aku dan Keb sontak lihat-lihatan. Muka Keb langsung pias. Aku juga nggak jadi duduk karena Keb bergeming mencari-cari. Kayaknya, cuma Mami yang nggak curiga kenapa Om Nugros nyariin manajer restoran segala. Aku berusaha menenangkan Keb dengan mengelus tangannya. Mami mengerling curiga ke arah sentuhan lembutku di punggung tangan Keb. Kubiarkan Mami menyaksikan bagaimana Keb membalas dengan menggamit tanganku dan menyilakanku duduk.

Tahu-tahu Om Nugros muncul di belakang Keb dan aku. Kami batal duduk dan kembali berdiri. Om Nugros menepuk pundak Keb, bertanya, "Cassie mana?"

Laki-laki yang masih gagah di usia senjanya itu baru menoleh padaku dan nggak malu-malu memperlihatkan ekspresi terkesima. Aku melanggar larangan keduaku, yang kalau kupikir-pikir sebenarnya bukan termasuk pelanggaran. Aku hanya nggak boleh memutar bola mata kalau Keb yang sedang bicara, kan?

Entah Keb bersandiwara, atau memang dia lupa sama kekhawatirannya sebelum ini, tapi mendengar Om Nugros benar-benar nggak menyadari bahwa sosok di sisinya itu adalah aku bikin Keb besar kepala. Alisnya terangkat naik. Sambil membuka kancing blazernya, Keb membusungkan dada. Om Nugros bolak-balik menatapku dan Keb bergantian. Belum ada kata terucap dari mulutnya. Reaksinya bikin aku sadar bahwa candaan Mami tadi serius. Meski jelas dia pura-pura nggak mengenaliku, tapi aku memang benar-benar kelihatan berbeda.

"Apa maksud Keb?" tanya Om Nugros setelah memindaiku dari ujung rambut sampai ujung kaki. "He did this to you?"

Aku menaikkan pundakku dan tersenyum lebar. Tentu saja aku nggak bisa bilang ini karena korsetnya, atau ini adalah jerih payahku sendiri. Aku harus menampilkan ekspresi berterima kasih pada sang juru selamat.

Keb menyambut pancinganku dengan mengibaskan tangan. "Enggak lah...," kelit si muka dua. "Itu karena kerja keras Cassie sendiri, Pap. She's so determined. She believes in me, that's all. Nggak ada salahnya mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat. Iya, kan, Cas?"

Senyum palsuku terulas sangat manis.

"Wow... just... wow," decap Om Nugros nggak ada hentinya mengagumiku. "Well done, Cassie. Look... Om akan jadi orang pertama yang nggak setuju kalau ada yang bilang kamu harus berubah. You are gorgeous in any size, tapi kalau alasannya adalah kesehatan... ini adalah bonus yang luar biasa."

"Iya, Cassie!" seru Mami, terkesan nggak mau ketinggalan. Berdiri di sisiku mengelilingi meja bulat, Mami leluasa meraba tubuhku. "Kamu cantik banget. Seksi! Hot banget. Kamu pakai korset, ya?"

Untung, Om Nugros menyerocos. Aku nggak perlu terang-terangan menjawab pertanyaan Mami. "Om hampir aja nyemprot Keb, kirain dia ke-trigger sama omongan Om kemarin dan akhirnya datang bareng cewek lain. Terutama dari belakang... Om sama sekali nggak mengira ini kamu. Kamu turun berapa kilo, Sayang?"

"Kalau dari belakang... itu karena korsetnya, Om," elakku, sekaligus menyindir pertanyaan Mami yang blak-blakkan.

"No... no... no...," sangkal Om Nugros sambil geleng-geleng kepala. "Bukan. You're just... vibing... you look... bright... different."

Kali ini, senyumku terkulum. Nggak sanggup menahan ekspresi 'oh jadi biasanya aku kumal, gitu, nggak brightgitu?' tanpa harus mengucapkannya.

"Maksud Om—"

Keb memotong sebelum Om Nugros makin salah tingkah kebanyakan memuji, "Biasanya dia juga udah vibing, kok. Cuma kali ini penampilannya aja yang beda. Aku udah bilang ke Cassie... stop under appreciating yourself. Dia kerja keras untuk ini. Aku sih cuma jadi enabler aja."

"Keb yang under appreciating himself," kataku. "Ini semua karena jasa-jasanya. I can't thank him enough."

Di situ, seolah Mami dan Om Nugros nggak ada, aku dan Keb saling melempar tatapan malu-malu. Om Nugros berdeham terlalu kencang. Tautan manik mataku dan Keb terpisah. Keb benar. Dia langsung curiga. Nggak kayak Mamiku yang malah senyum-senyum bahagia sambil memegangi kedua pipinya.

"Seriously, Cassie... Om ikut senang. You look... absolutely different. Bukan cuma dari belakang... dari depan... you are... glowing. Kamu kelihatan lebih....."

"Seksi," potong Keb. "There I said it. Agak kurang pantas kalau Papa yang bilang, jadi biar aku aja. She looks hot?"

"Hot is not appropriate to compliment a lady," ralat Om Nugros nggak setuju. Dia sepenuhnya berpaling dariku dan memandangi putranya lekat-lekat. "Kelihatannya... ada banyak hal yang nggak kalian ceritain nih ke kami berdua?"

"Iya, nih," dukung Mami. Om Nugros, aku, dan Keb kemudian duduk di samping pasangan masing-masing. Imbuh Mami, "Cassie sama sekali nggak ngomong apa-apa ke Mami. Malahan semalem sempat bilang belum jelas beneran bisa datang, atau enggak."

"Biar surprise, dong, Tante," kata Keb girang. "Iya, kan, Cas?"

"Surprise?" sahut Om Nugros, lagi-lagi berusaha ngasih efek kejut buat menghalangi aksi saling menatap antara aku dan Keb. "Kenapa harus surprise-surprise segala? Jadi sejak Keb balik ke Jakarta, kalian sering ketemuan? Di mana? I have to say... sebagai papanya Keb... I feel robbed. Om yang harusnya ngambil hati kamu, Cassie... bukan anak Om."

"Oh... come on, Pap. Let me have the pleasure. Masa Papa mau nemenin anaknya Tante Tati jogging juga?" kekeh Keb. "Anyway... kita udah siap mulai santap malamnya sekarang?"

"Enggak... belum... tunggu," cegah Om Nugros agak panik. "Om serius, Cassie... kalian... ketemuan tiap hari?"

Aku mengulum senyum manis dan lebih dulu sengaja melirik Keb sebelum menjawab, "Yah... eum... hampir...," kataku. "Aku ngerepotin Keb hampir setiap hari...."

"Hampir?" sahut Keb sambil mengedipkan satu mata.

"Ya... tiap hari," kikikku manis.

Keb mengerutkan hidung padaku. Menatapku penuh arti. "Aku ngelakuinnya dengan senang hati, Cassie. Aku senang sekali bisa bantuin kamu."

Senang sekali bantuin kamu, katanya? You blackmail me, mother fucker, geramku dalam hati. Kami berhak mendapatkan penghargaan kategori sandiwara calon saudara tiri terbaik tahun ini. Kamu melakukan ini demi Ruben, Cassie, kurapalkan mantra itu di kepalaku supaya keinginan untuk menjambak jambul Keb teredam.

"Om harap... Keb is not invading your personal space dengan muncul tiap hari di rumahmu, Cassie...," kata Om Nugros ganjil. "Keb... kamu sendiri punya banyak kerjaan, kan? Bukannya kamu lagi mau buka cabang baru di Jakarta?"

Keb sama sekali nggak menggunting tatapannya padaku, "Yah... semua itu bisa menunggu."

"Mas... udah, dong... Cassie jelas-jelas nggak ngerasa terganggu, kok," kata Mami menengahi dengan blo'onnya. "Mami seneng banget ngelihat kalian seakrab ini. Kirain kalian nggak akur. Tapi tolong Cassie-nya dijagain, ya, Keb? Tante takut kalau dia sakit. Dia kan sejak kecil udah gemukan anaknya, lambungnya udah telanjur lapang... kalau makannya terlalu sedikit... nanti maag-nya bisa kambuh."

"Iya, Tante. Pasti, kok. Keb akan selalu jagain Cassie."

Aku mencuri-curi pandang raut muka Om Nugros yang perlahan memucat seputih kertas. Sayangnya, kertas itu bukan kertas baru. Kertas itu lecek dan berkerut kecut. Keb mungkin teringat pada imbauannya sendiri supaya kami nggak bertingkah berlebihan. Dia menghentikan pembicaraan dengan mengusulkan supaya kami segera memanggil pelayan dan memulai santap malam.

"Tunggu sebentar," cegah Om Nugros. "Aku permisi dulu ke belakang."

"Mau ke mana lagi, sih, Mas?"

"Nemuin manajer restoran. Ada sesuatu yang mau kusampaikan."

Aku menelan ludah. Kelihatannya... Om Nugros bakal ngelamar.


Wattpad tiba-tiba ngilangin belasan ribu followers-ku. Entah apa yang akan terjadi nanti, buat jaga-jaga, tolong follow instagram baruku, ya? Usernya Kincirmainan_19 (udah ilang 😭)

Follow yang in


yang kincirmainan19 sama kincirmainan_19 barusan kebanned lagi. Alasannya sama. Gara-gara meta sensi sama postingan Palestina. Sekarang alhamdulillah udah ceasefire, semoga Palestina segera merdeka!

Boleh juga follow twitter-ku, tapi yang ini masih kosong followers-nya, soalnya lagi2 twitter-ku juga kebanned. LOL. Semoga yang ini enggak. Kayaknya aku pengin coba bikin chat story buat cerita baruku habis Unmatch The Parents nanti dan mungkin post di twitter. Mungkin, ya... jangan berharap banyak. follow aja dulu ^^

Usernya kincirmainan19

Buat kamu yang zionis pesek, jangan perdah baca karyaku, atau follow2 IG-ku, ya. Mau kamu bilang nggak butuh follow atau baca karyaku juga nggak masalah, aku juga nggak butuh kalian. hehe...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top