Chapter 25. Confession Match
Unmatch The Parents versi panjang udah update di karyakarsa sampai part 31, ya. Cerita lebih seruuuu di sana dan lebih enak dibaca.
Paket Baca Lebih Hemat Chapter 31-40 juga udah ada. Dukung langsung paketannya aja, jadi tiap ada update baru, kamu tinggal baca doang.
Yang di Wattpad kalau mau terus dilanjut ya harus komen yang banyak. Kalau enggak mau komen, silakan ke karyakarsa, ya. Untuk part ini juga jauh lebih kocak di karyakarsa. Baca lengkap di sana!
Chapter 25
Confession Match
"Keb... I—am... am sorry," ucapku. Secercah senyum membayangi wajah Keb. Seketika, dekapan lengannya agak melonggar. Dia menurunkanku. Kakiku menapak di lantai, tapi badanku belum sepenuhnya dilepaskan. Detik berikutnya, senyum Keb memudar.
"... for doing this," imbuhku.
Bola mata Keb memelotot besar. Refleks, dia mendorong dan badannya sendiri terhuyung ke belakang. Sambil meraung merenggut tititnya, Keb terhempas di sofa. Merengek kesakitan dengan muka merah membara. Aku gantian berkacak pinggang. Tanpa ampun, aku menarik kerah kemejanya dan menggulingkannya jatuh ke lantai.
Dia baru berhenti merengek setelah aku menghabiskan setengah double cheese burger-ku.
"You... evil bitch," umpatnya, rahangnya masih mengatup keras.
"Sakit...?" tanyaku, mengejek. "Kok bisa-bisanya lho kamu nuntut aku minta maaf. Kamu tuh nggak tahu diri banget, ya, Keb? Semena-mena. Kamu yang walk out dari kamarku, kamu yang ngambek-ngambek sendiri, balik-balik sendiri, mau sampai kapan kamu merajuk kayak gitu? Kita sama-sama anak tunggal, tapi kamu manjanya minta ampun. Biasa semua keinginanmu diturutin sama Mamamu? Iya?"
Keb mendengkus.
"Ngapain kamu nggak balik ke rumah Mamiku?" tanyaku serius.
"Aku balik!" bentaknya. Gantian aku yang terkejut. "Aku balik kamu udah nggak ada di kamarmu. Jendelamu kamu kunci. Aku ke sini. Dua kali. Tanya sama tetangga paviliunmu!"
Bibirku terlipat menahan geli. "Siang bolong naik-naik ke jendela rumah orang—"
"Aku mencet bel nggak ada yang nyaut!" sambarnya makin murka. Sambil bernapas pendek-pendek, Keb bangkit dan membanting bokongnya tepat di sebelah. Sehabis dia memantul sekali, separuh double cheese burger-ku berpindah ke tangannya. Keb melahapnya dalam dua kali gigit.
"Kenapa nggak nelepon?" todongku. Sekarang, sebelum aku sempat minum, dia menyambar diet coke-ku. "It's sugar free!"
"It's still sugar," katanya. Menaruhnya di lantai. "Ambil air putih."
Aku menaikkan kedua kakiku dan duduk bersila, melipat tangan di depan dada. Menolak mematuhi perintahnya. Keb menyerah, dia bangun lagi dan mengambil sebotol air dingin dari kulkas. Dengan berat hati, aku menerimanya.
"Aku hampir jatuh dari lantai dua," gumamnya. Duduk lagi.
"Salahku gitu kamu hampir jatuh dari lantai dua? You can do the simplest thing. Make a phone call."
"Aku marah. Kamu harus ngelihat aku marah."
Bola mataku berputar. "Mau sok-sokan marah yang cool kayak di drama korea, ya? Nggak mau nelepon balik, tahu-tahu udah nyampe di depan pintu? Keb... Keb... orang ganteng juga lama-lama ngebosenin kalau caranya bikin orang lain terkesan gitu-gitu aja. Ini tuh kehidupan nyata, ya, Keb. Bukan cerita romcom. Norak itu namanya."
"Kamu ke mana?"
"Aku yang seharusnya marah," kataku, mencoba mengalihkan perhatian. "Kamu nuduh aku macam-macam."
"Did you fuck him?" tanya Keb nekat.
"Keb—astaga...."
"You didn't?" dia menerka. "Jawab aja kenapa, sih? Mau bikin orang penasaran? You ask me, coba. Ask me if I fuck someone. It's a simple question. Answer it. What? Kamu mau bikin orang penasaran kayak di drama-drama korea?"
"I didn't," jawabku. "Aku masih perawan."
"Wow!" Keb berseru. "Unnecessary additional information for a question I've never asked!"
Bahuku menggedik. Kami saling mendiamkan lagi. Di depanku, layar televisi yang padam memantulkan bayanganku dan Keb duduk bersila di atas sofa. Napasku terembus berat, kusandarkan kepalaku di sofa, lalu aku menoleh padanya. "Kamu nggak mau kita jadi saudara tiri, tapi barusan sikapmu persis kayak apa yang ada di bayanganku waktu kecil kalau aku punya saudara laki-laki."
Keb juga menoleh.
"Usia berapa kira-kira saudara kandung berhenti bergulat? Apa mereka akan tetap bergulat setelah mereka dewasa kalau kecilnya segala sesuatunya diselesaikan dengan bergulat?"
"Yeah," kata Keb.
"Really?"
"In Porn Hub," imbuhnya.
Aku mendecap sambil mendorong lengannya. Cuma bagian atas badan Keb yang terhuyung sesuai arah doronganku, lalu memantul kembali seperti sansak pasir. Lenganku dan lengannya bersentuhan.
"Keb... kamu serius aku harus berubah, atau itu cuma buat nunjukin ke Mami dan Papamu kalau kita serius?"
"Habit wise," kata Keb. "Yes. Kamu harus berubah. Appearance wise? No."
Di layar televisi, tatapanku dan Keb bertemu. Kemudian, dia mempertemukannya denganku secara langsung. "But sometimes... orang lain nggak melihat perubahan kita selain secara fisik. If I had to, I won't. You're smoking hot. But you will look much better with some muscles. Kenapa tahu-tahu nanya gitu?"
"Because someone is agree with you," jawabku, tanpa menggunting tatapanku dari tatapan Keb. "Aku mungkin... baru saja ngasih harapan ke seseorang yang menganggap penampilanku nggak perlu diubah."
Keb sontak berpaling dan mematahkan lehernya ke bawah.
"Cassie—" sebut Keb. Setelah beberapa saat kepalanya menunduk ke bawah, dia menengadah sambil menggeram. Dengan kekuatan tangannya, Keb memutar tubuhnya yang masih dalam posisi bersila menghadapku.
"Kamu nggak balas nelepon aku, Keb!" seruku membela diri duluan. "Aku bisa apa? Aku harus apa? Dia naksir sama aku. Dia mau aku jadi pacarnya. Aku udah bilang, tertera dalam kontrak... dia harus tetap single seenggaknya satu tahun setelah diorbitkan. Dia bilang, kalau aku memang mau, kami bisa sembunyi-sembunyi!"
"Terus kamu mau?!"
"He's cute," kataku lemah.
"Terus aku gimana?" tanyanya.
Aku nggak berani natap matanya lagi. "Terus kamu gimana, gimana?" balasku lebih lemah lagi dari sebelumnya. "I am sorry... aku nggak jujur. Aku naksir dia. Kamu benar. Aku nggak akan ngasih dia pinjaman sebanyak itu kalau aku nggak punya perasaan apa-apa ke dia—'
"Rencana kita gimana?" potong Keb nggak sabar. "Okay... Cassie... let's not talk about the plan, aku tahu kamu nggak peduli Mamimu mau kawin sama siapa as long as you can ignore them. Kita aja dulu... kita gimana?"
"Gimana sama wasiat mamamu, maksudnya?"
"Cas... alasan utamaku duduk di sini jelas bukan itu. Alasanku manjat jendelamu semalam dan barusan juga bukan itu. Alasanku walk out dari kamarmu jelas bukan karena cuma wasiat Mamaku yang kupikirin."
"Terus apa?"
"Jangan nanya, mikir!" bentaknya.
Aku memainkan jari-jariku. "Nanti kalau aku bilang apa yang aku pikirin... kamu pasti ngeledek."
"Aku yakin... setelah apa yang kamu dengar dari mulut calon idol-mu itu, kepercayaan dirimu sekarang pasti lagi tinggi-tingginya dan aku nggak akan ngeledek kalaupun dugaanmu itu salah. Soalnya aku juga tahu kamu lagi di atas angin," katanya sengit. "Ayo bilang."
"Kamu...," aku berdeham. Kunaikkan bola mataku dari kuku-kuku jariku. "Cemburu?"
"Rasa cemburu itu bisa tetep datang meski alasannya bukan cinta, ya, Cas," sangkal Keb, menafikan ucapanku.
"Kamu cemburu karena kamu tahu... rencanamu bisa gagal. Kamu nggak akan bisa pakai skenario kita pacaran kalau aku punya pacar, makanya kamu nanya-nanya itu terus. Kamu udah punya pacar? Kamu suka sama dia? Ada hubungan apa sama dia, kok kamu mau minjemin uang sebanyak itu? It's always about you," tudingku.
Lain dari biasanya, Keb nggak membantah.
"It's always about me karena buatmu... nggak masalah Mamimu kawin sama Papaku. Nggak masalah toh kalau mereka nggak cocok, suatu hari mereka bisa cerai seperti kebiasaan Mamimu sebelumnya. Kamu nggak khawatir... lama-lama kamu akan mengadaptasi gaya hidupnya? Kayak sekarang... kamu yakin sama perasaanmu ke calon idol itu? Atau jangan-jangan... kamu mulai berpikir... ntar juga kalau dia udah ketemu cewek lain yang lebih cantik, kalian putus? Ntar juga habis dia tanda tangan kontrak, bisa kamu putusin? Gitu, Cas?"
Lidahku mendecap. "Kalau iya kenapa? Kalau aku ngerasa itu harus kulakuin demi karirku, gimana?"
"Do you even see yourself in this career for like... five... ten years, Cassie? Is this really what you want, or is it just something you have to do to get out of your mom's house?"
"Apa bedanya?'
"Bedanya... yang satu kamu hanya hidup buat dirimu saat ini, detik ini, persis kayak Mamimu, sedangkan yang lain... kamu mulai breaking the habit dan mulai berpikir... what's really best for you. Yang sifatnya lebih jangka panjang... buat mindset-mu."
"And what is it? Nolak Ruben and stick with your plan?"
"You are not listening to what I said, Cassie. Kubilang, kalau aku cemburu, bukan berarti aku cinta sama kamu. Apa rasa cemburu bisa ada kalau aku nggak punya perasaan apa-apa ke kamu?"
"Cemburu itu perasaan yang jahat. Bibitnya belum tentu cinta, bisa jadi perasaan yang lain-lain. Nggak terima, misalnya, karena kamu selalu nganggep aku nggak pantas, nggak cukup ini, nggak cukup itu sampai untuk ngeyakinin Mami dan Papamu... kamu harus mengubahku."
"I just said you're smoking hot bahkan setelah kamu membantai setengah double cheese burger dalam sekali duduk."
"So what's your point? Kamu juga suka sama aku, nih? So I fall first and you fell harder?"
"Overclaim," decihnya, sambil geleng-geleng kepala. "Aku tahu, kok, Cassie... posisiku sekarang serba kalah. Sekarang aku yang butuh kamu sepenuhnya dan kamu enggak—"
"It's a simple question," kataku. "Kamu suka aku apa enggak?"
"Kamu suka aku, apa enggak?"
"Aku benci sama kamu, Keb," ungkapku jujur. "Gara-gara kamu, pas Ruben bilang dia suka sama aku, aku harus nyuruh dia nunggu. I like how he make me feel, I like how he kissed me, dia bahkan nulis lagu buat aku. Kamu? Yang kamu lakuin cuman ngejahilin aku tiap hari, meres aku supaya bantuin kamu terus. Kamu suka aku apa enggak aja kamu nggak bisa jawab!"
Keb menggemeretakkan rahang. "Aku nggak mau dengar semua itu, Cas," geramnya. "It's a simple question. Kamu suka aku enggak?"
"Kamu yang suka aku apa enggak?!"
Sekarang, kami sama-sama menggeram.
"You know what... kamu salah waktu bilang kita nggak cocok jadi kakak-adik, jadi saudara tiri. Apa yang kita lakuin ini persis kayak saudara tiri yang saling membenci. Tahu nggak kamu apa yang lebih simple dari gontok-gontokkan goblok kayak gini? Kamu keluar dari sini, terus kita lihat di makan malam berikutnya Mamiku sama Papamu bener-bener bakal kawin atau enggak!"
Keb menjilat bibirnya setelah meneguk ludah. Sepanjang kalimatku dia menahan napas. Kepalanya mengangguk-angguk, "So you hate me, huh?"
Aku mendecapkan lidah dan berpaling. Mataku berkaca-kaca dan nggak mau dia melihatnya. "Kalau aja kamu tahu... betapa susahnya kamu buat nggak dibenci."
"Serius?" tanyanya. "I still have more personality to show you."
"Sorry... aku nggak berminat mengetahui lebih lanjut. Terima kasih," ucapku ketus.
"Kamu serius?"
Aku diam membuang mukaku lebih jauh lagi.
"Kamu serius nggak, Cassieee...?" ulang Keb gemas.
"Serius!" kataku tegas. Sebutir air mataku akhirnya jatuh dan aku mengusapnya. "Minggir sana kamu! Pulang. Aku nggak butuh kamu lagi!"
Yang mau baca versi karyakarsa chapter 19-30 tapi nggak bisa akses KK, boleh DM instagram-ku. Nanti kamu transfer ke rekening yang kukasih tau, terus kukirim file-nya ke email.
Untuk part 31-40, nunggu sampai di KK di-update semua, ya ^^
BTW makasihhh yang ikutan PO Trapping Mr. Mahmoud.
Bukunya gemes banget, sooo seksi! Tunggu di rumah masing-masing, ya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top