31. Finally Anniversary

Tidak ada yang lebih menegangkan dari hari jadi yang bertepatan dengan akhir pekan. Seolah pasangan tersebut harus memusatkan perhatian mereka untuk hari jadi tersebut. Apalagi, bagi Taru dan Adhisty, hari itu dinilai penting karena itu adalah hari ulang tahun perkawinan mereka yang pertama.

Suasana dalam ruangan olah raga sudah menghangat karena pemiliknya telah memeras peluh sejak dua jam yang lalu. Pagi itu Taru berusaha meredam gugupnya dengan bergerak sebanyak mungkin. Setelah melakukan seratus kali push up, ia mengecek ponselnya dan membaca pesan dari Olive yang sudah ia baca seribu kali sejak ia terima pukul sepuluh tadi malam,

"Surprise box will be arrived to your home at eight am."

Taru memeriksa jam di ponselnya. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Adhisty pasti sudah selesai membuat sarapan. Ia menarik napas panjang dan berusaha bersikap wajar.

Taru tak pernah memberi kejutan kepada seorang perempuan. Bahkan untuk ibunya sendiri. Ia tak suka sensasi takut dan resah yang harus dirasakan sambil menunggu kejutan itu tiba. Ia ingin ini semua cepat selesai. Tapi kini dia harus bertemu Adhisty dan mengucapkan selamat hari ulang tahun perkawinan.

"Heeey... Champ... why so sweaty?" Adhisty yang ternyata baru selesai melakukan yoga kehamilan di dekat kolam renang menyambut Taru yang baru turun dari tangga. Meskipun pria itu dibanjiri keringat di sekujur tubuhnya, Adhisty tetap mengecup pipi suaminya tersebut.

"Sudah tahu keringetan, masih aja dicium?" tanya Taru tanpa bersusah payah menyembunyikan perasaan senangnya. Semakin lama kecupan Adhisty semakin membuatnya ketagihan. Kini paginya terasa ganjil tanpa kecupan perempuan itu. Taru pun membalas dengan memberikan kecupandi dahi sang istri.

Jantung Taru berdegup saat Adhisty memeluk tubuhnya yang basah tanpa ragu sambil menjawab pertanyaannya tadi, "Aku jilatin aja pernah, masa' cium doang nggak mau?"

Kemesraan mereka semakin terasa wajar dan mengalir begitu saja. Suami dan istri sudah bukan lagi sekadar peran yang dijalankan dengan rasa tanggung jawab, tapi juga senang hati.

"Dhis, aku basah..." kata Taru canggung. Ia benar-benar takut membuat tubuh Adhisty lengket karena keringatnya meskipun senang merasakan kulit Adhisty menempel dengannya.

"Well, So am I, Taru," bisik Adhisty. Tubuh Taru menjadi kaku menahan rasa tegang di bawah perutnya. Dengan berat ia meneguk air liurnya dan mencoba mengendalikan diri.

"Ha- happy anniversary," kata Taru sambil memeluk Adhisty dengan cepat. Kalau perempuan itu tidak terganggu sama sekali dengan keringatnya, maka ia pun tak tanggung-tanggung dan membenamkan kepala perempuan itu ke dalam dada bidangnya.

Adhisty kesulitan berdiri karena menahan perut besarnya agar tak terhimpit tubuh Taru. Ia terkekeh dan menjawab, "Happy Anniversary!"

Dengan tenang Adhisty menarik tengkuk Taru sampai menunduk, lalu ia mengecup lembut bibir suaminya itu. Tentu saja Taru balas kecupan itu dengan permainan lidah yang cukup intens. Rupanya sisa gairah yang tadi dipancing Adhisty masih ada sedikit.

Adhisty terkekeh melihat kelakuan suaminya itu, "Ready to see your present?"

Taru mengangkat alis dan ujung bibirnya tinggi-tinggi. Resah dan gelisah itu kembali datang mendengar Adhisty sudah begitu bersemangat membicarakan hadiah. Pria itu hanya dapat mengangguk cepat. Adhisty pun mengajak Taru menuju ke ruang utama dan mengambil sesuatu di atas meja.

"So... this is for you..." Adhisty memberikan sebuah kotak yang berlapis kertas kado polos. Taru membukanya. Ia melihat sebuah kotak jam yang tak asing baginya.

"Ini brand favorit aku," Taru tersenyum menatap kotak jam itu. Jadi ini yang kemarin Adhisty diskusikan dengan Arun.

"Buka dong," pinta Adhisty.

Taru membuka kotak itu. Ia melihat satu set jam tangan yang sangat menarik hatinya. Sederhana dengan paduan warna hitam dan silver. Ada detail ukiran khas wayang kulit di beberapa bagian jam tangan itu. Jarum jam-nya sendiri berbentuk wayang gunungan.

Semua hal tentang jam tangan itu seketika menarik hati Taru.

"Aku minta desainernya bikin special edition. Satu-satunya, buat kamu," kata Adhisty lembut. Wajah Taru benar-benar kebas mendengarnya.

"... in 24 hours?" tanya Taru.

Adhisty melihat jam, "kurang lah. Around 12 hours perhaps? Dari kemarin sore."

Taru menelan ludah, ia mulai gugup.

"It could be better if he had more time. Maaf ya, kalau kurang maksimal dan nanggung buat kamu," kata Adhisty cemas.

"Aku suka," balas Taru cepat. Adhisty menengadah, menatap mata suaminya yang tak berkedip melihatnya. Semakin lama mereka saling pandang, wajah Adhisty semakin terasa hangat.

"Jamnya. Aku suka banget. Terima kasih ya," tambah Taru sambil berusaha meringankan suasana di antara mereka.

Adhisty tersenyum lebar. Senyuman yang terlihat sangat manis di mata Taru. Jantung Taru berdebar keras dibuatnya. Perlahan pria itu mendekatkan wajahnya ke arah Adhisty, mata mereka semakin menutup dengan napas yang menerpa ke wajah satu sama lain.

"Adhisty, aku..." dengan bodohnya, Taru menghentikan laju wajah mereka yang nyaris bertemu lewat bibir masing-masing. Pria itu menangkup wajah istrinya, lalu menggeleng, "Maaf, aku... bingung."

Ting tong!

Seumur hidup, rasanya Taru tak pernah selega itu mendengar suara bel. Ia menatap Adhisty dengan gugup, membuat perempuan itu tak habis-habis merasa penasaran sekaligus kebingungan dengan tingkah suaminya pagi ini.

"Kayaknya surprise aku udah dateng," kata Taru. Satu kalimat sederhana itu berhasil membuat wajah Adhisty berseri-seri. Taru sedikit termangu menatapnya.

Untuk sekilas, ia berharap dapat menjadi laki-laki yang terus menciptakan ekspresi tadi di wajah Adhisty.

"Beneran pakai surprise loh kamu ini. Aku jadi deg-degan nih," kata Adhisty sambil menyentuh dada sebelah kirinya dengan telapak tangan.

"Yeah, about that,"  Taru menggaruk rambutnya karena salah tingkah, "I never do this before. Jadi maaf banget kalau nggak sesuai ekspektasi kamu ya."

Taru memberi isyarat dengan telunjuknya agar Adhisty menunggu di ruang utama. Ia sendiri bergerak ke pintu untuk mengurusi kotak kejutan itu.

Kotak itu lebih besar dari dugaan Taru, membuatnya semakin gugup. Ia berharap isi kotak itu dapat benar-benar membuat Adhisty takjub. Pria itu pun mengarahkan pengirim yang ternyata staff dari vendor kotak kejutan itu untuk memasukkan kotak tersebut ke ruang tengah.

Adhisty tertawa takjub melihat kotak tersebut. Sebuah kelegaan muncul di hati Taru melihat Adhisty bersemangat karena kotak itu. Setelah menandatangani tanda terima, Taru pun berdiri di sebelah Adhisty dengan sebuah kotak besar berwarna putih di hadapan mereka.

"Sudah pernah?" tanya Taru.

"Hm?" Adhisty bertanya balik.

"Diberi surprise box kayak gini. Sudah pernah?" Taru merasa bodoh setelah menanyakannya. Entah kenapa pertanyaan itu terlintas di kepalanya. Ekspresi canggung Adhisty pun menjawab pertanyaannya, membuat nyalinya semakin ciut.

Ia benar-benar benci kejutan.

"Taru," Adhisty menggenggam tangan Taru, meminta pria itu untuk menatapnya, "Ini dari kamu, tentu aku belum pernah dapat. Nggak ada satu perempuan pun yang pernah dapat selain aku. So I count it as special gift."

Taru tersenyum miris. Di saat seperti ini Adhisty malah menyempatkan diri untuk menghiburnya.

"Buka dong," pinta Taru.

Mendengar aba-aba tersebut, Adhisty pun mendekati kotak kejutannya dengan suka cita. Ia membuka tutup kotak itu dan setiap sisi kotak terjatuh. Balon transparan besar berbentuk hati berisi balon-balon kecil berwarna pink dan ungu langsung menegak sementara balon-balon kecil berbentuk hati berwarna pink dan ungu lainnya berhamburan ke lantai.

Adhisty terkejut karena banyaknya isi dalam kotak yang berhamburan. Tak hanya balon, tapi juga ada kertas kerlap-kerlip berwarna senada. Ia tertawa senang sekali karena suasana mendadak ramai hanya karena balon-balon yang berjatuhan.

Taru melihat semuanya seperti dalam gerakan lambat. Adhisty yang tertawa dan terkejut karena mendadak dikelilingi balon merupakan pemandangan yang begitu memanjakan matanya.

Setelah balon-balon telah berhamburan di lantai, Adhisty memperhatikan balon besar transparan di bagian tengah kotak. Di balon itu terdapat tulisan,

"Happy Anniversary, Adhisty."

Terdapat empat kutipan di bagian dalam sisi kotak sehingga membentuk sebuah pesan,

"We started it all with a little rough. But I'm stubborn and you're tough. One year with you is never enough. Stay with me longer with this marriage stuff."

Adhisty terlihat menahan haru membaca pesan itu. Taru mengingatkan dirinya untuk berterima kasih kepada Arun nanti. Kata-kata itu pasti idenya si buaya insaf, tak mungkin Olive.

"This is beautiful," kata Adhisty kepada Taru. Sang suami mendekat dan merangkul perempuan itu.

"Di balik tumpukan balon di tengah ini, ada hadiah kamu," kata Taru yang tak sabar karena Adhisty belum menyadari hadiah utamanya.

Adhisty mengerutkan alis sambil menarik senyumnya. Ia lalu berlutut perlahan sementara Taru memapahnya. Disingkapnya tumpukan balon di hadapannya dan segera ia menemukan sesuatu yang membuatnya semakin berbinar sekaligus membuat Taru ikut terkejut.

Sebuah keranjang besar berisi perlengkapan mandi dari toko favorit Adhisty dan dua bath robe terpampang manis di hadapan mereka.

"Bath bomb favoritku... ini cute banget, Taruuu," Adhisty tak sanggup menahan dirinya melihat kumpulan bath bomb yang biasa ia pakai untuk bersantai saat berendam itu hadir dalam bentuk hati dengan huruf "A" di tengahnya.

"Syukurlah kamu suka," ucap Taru sambil menahan rasa terkejutnua sendiri. Olive benar-benar memaksimalkan instruksinya dengan memberikan detail-detail yang bagus.

"Two bath robe? Hmm... is this a hint?" tanya Adhisty dengan nada menggoda. Taru yang masih belum puas terkejut menatapnya dengan penuh tanda tanya.

"Pas banget ya? Kamu sama aku baru selesai olahraga," sambung Adhisty lagi, "Kamu sengaja ya, olahraga sampai dua jam pagi ini?"

Wajah Taru mendadak kaku. Ia berusaha menarik senyum, tapi ternyata sulit sehingga senyumnya saat ini tampak sangat tanggung.

"Mau langsung cobain nggak? Bath bomb dan bath robe-nya?" suara Adhisty semakin pelan, akal sehat Taru pun semakin hilang. Pria itu hanya mengangguk mendengar sang tuan putri.

Tanpa berbicara lebih jauh, Adhisty mengambil dua bath robe dan bath bomb beraroma mawar dan keranjang itu. Ia menatap Taru lekat-lekat sambil menggenggam tangan pria itu dan menggiring ke kamar mandi mereka.

Saat itu juga Taru langsung mengubah pikirannya. Kejutan itu ternyata sangat menyenangkan.

(((Bersambung)))

***

Yeay! Double up~

Terima kasih banyak buat semua yang telah membaca cerita ini. Aku senang banget tiap lihat komentar-komentar kalian. Pesan-pesan buat Dhisty, buat Taru, dan kesan untuk cerita ini secara keseluruhan membuat aku bersemangat banget buat nulis.

Tapi bersamaan dengan berakhirnya bab ini, aku harus memberitahu bahwa Unlovable Husband sebentar lagi akan tamat. Kemungkinan tinggal tiga bab lagi yaaa...

Hah?! Tiga bab lagi?! Cepet banget...

Iya, kadang bingung akutu. Tiap nulis tahu-tahu udah tamat lagi aja. Tapi aku emang lebih memilih supaya cerita-ceritaku bisa berakhir saat masih berkesan baik dan tidak diulur-ulur. Seenggaknya nggak terulur terlalu jauh.

Aku juga ingin memberitahu kalau bersamaan dengan beberapa proyek menulis yang sedang aku ikuti, aku akan hiatus dari wattpad untuk sementara waktu. Menulis sih tetap, tapi tidak di wattpad dulu.

Aku sedang fokus mengikuti beberapa kompetisi menulis, salah satunya kompetisi menulis di GWP (Gramedia Writing Project).

I believe my story in GWP is a good story. Cuma karena aku menulis di platform yang nggak ada basis pembacaku, akhirnya dapat view dan like-nya dikit. Jujur agak insecure karena jomplang sekali rasanya tiap melihat ceritaku di sana dan di sini. Cuma kalau kata seniorku, "ya udahlah, nulis aja." Jadi ya nulis aja deh. Nggak ada ruginya sih emang meskipun nggak menang. Hahahaa...

Anyways, Aku sudah menulis sampai bab 14 di GWP. Ceritanya bisa diakses gratis lewat website gwp.id. berikut link ceritaku:  https://gwp.id/story/120227/kembali-bebas

Kalau berkenan silakan mampir. Kalau bisa bantu ramaikan, aku akan berterima kasih sekali.

Selamat menikmati momen-momen terakhir kisah Taru dan Adhisty.

Sampai jumpa di bab selanjutnya~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top