Chapter 10 - Playing Victim
Cerita Unknown Person diikutsertakan dalam challenge 100 days writting. Happy reading^^
famts_writer vee_corvield Beelzebell_
****
Sejak pulang sekolah, Leon termenung menikmati sinar oranye yang bisa buat wajah terlihat estetik untuk difoto. Ketua Kelas belum pulang juga. Ia penasaran, ke mana lelaki gendut itu? Sebelum Leon makin bosan, ia memilih untuk menggambar matahari terbenam. Leon merasa tenang setelah mencoret buku gambarnya dengan warna-warna yang menghangatkan.
"Jadi cowok itu Leon?" Ada yang bercakap pasal dirinya. Matanya bergerak ke atas tanpa mengangkat kepalanya. Tiga gadis tengah berdiri di seberang sana, mengamati dirinya yang bertekuk lutut menggambar sunset. Namun yang Leon pandang hanya satu dari tiga orang itu.
Iya, gadis yang disikut temannya. Awalnya dia menyahut tatapan Leon dengan ramah, tapi malah menunduk menutupi muka yang merah.
"Yah, Alisa malu-malu kucing," ejek perempuan berambut ikal seleher. "Terpana sama Leon, ya?"
"Samperin gih." Mereka seenak jidat mendorong Alisa sampai dekat dengan Leon, lepas itu mereka berlari cekikikan meninggalkan Alisa di area Leon.
"Dasar...." Alisa mendesah gusar. "Ha-hai, Leon. Apa kabar?"
Leon sedikit mengernyit. Apa dia bicara padanya? Ia hanya buang muka, seakan tak peduli dengan kehadiran Alisa. "Baik," katanya.
"Wah, gambarmu bagus banget," puji Alisa sembari duduk di samping Leon. Ia sengaja mendekatkan kepalanya guna bisa melihat gambar karya Leon. Lelaki ini menggunakan aliran realisme. "Aku jadi pengen diajari gambar kayak gitu."
"Minta ajarin ke guru aja," usul Leon seasalnya. Tinggal satu sentuhan lagi supaya mataharinya terlihat sama. "Kenapa aku harus ngajarin kamu?"
"Kok kamu ngomongnya gitu, Leon?" Ah iya, ia lupa bahwa dirinya alter ego di tubuh laki-laki pemalu. Ia berdeham sejenak supaya terlihat gugup khas Leon.
"Maksudku boleh," kilahnya melirik tersenyum kikuk. "Aku mau ajarin kamu kok."
"Benaran?" Angin sepoi-sepoi menerpa rambut Alisa, menghalau mukanya yang berekspresi ceria. "Padahal aku cuma...."
"Aku gak mau kecewain kamu," selanya. Ia pura-pura buang muka, sebenarnya ia hanya membelai bulu burung di antingnya supaya apa yang diminta akan dikabulkan. Sekarang juga Leon meminta mukanya memerah karena malu. "Maksudku, kamu mau gak ... jadi model untukku?"
"Leon...." Alisa melotot haru. Ia mengangguk mantap menyetujui permintaan Leon. "Mau banget...."
"Oke." Ada alasan mengapa Leon ingin menggambar Alisa. Ia merasa ada aura yang sangat kuat, hitam sangat pekat di sampingnya. Menurut legenda sihir, aura berwarna pekat hanya milik iblis dan prabu. "Bisakah kamu hadap ke kamar asrama di sana?"
"Ah, boleh." Ia membelakangi Leon bukan untuk menatap asrama, melainkan main ponsel. Tak apa, Leon juga tak serius gambar dia. Jarinya menyentuh kertas, seketika setitik hitam menyebar memperlihatkan gambar abstrak. Rupanya tak jelas. Leon mau lihat lebih jelas, tapi seseorang seakan mengawasinya dari kejauhan.
"Sial, diawasi...." Sekonyong-konyong Leon bangkit berlari mengejar sekelebat bayang, mengabaikan Alisa yang menyerukan namanya. Persetan dengan Alisa! Buku gambarnya hilang bagai butiran debu setelah keluarnya uap lembut di tangan.
Bukan hanya itu, pandangannya berubah serba merah darah. Warna matanya kuning menyala. Pupilnya pun runcing. Ia melihat garis kelabu menari-nari menunjuk jalan ke halaman utama EPHS. Ia sudah sampai di sana tanpa merasa penat, tapi garis tersebut masih ada dan mengarah ke gudang sarana olahraga. Leon mencium aroma bunga rosella yang juga mengarah ke sana.
"Kau.... Di mana kau, cecunguk?" Nada bicaranya merendah seolah ada suara tambahan yang begitu menyeramkan untuk didengar. Kaki tanpa alas menapak satu meter di depan pintu. Ia mengendus kembali. Aroma bunga itu masih melekat, jauh lebih pekat dibanding sebelumnya.
"Kau mencariku?" Akhirnya sang pelaku buka suara! Leon langsung berbalik dan disambar cengkeraman kuat di leher, mendorongnya hingga menempel dengan dinding berlumut. Tulang bahunya terasa sakit, seperti retak sedikit.
"Bedebah...." Leon memberontak macam hewan yang ingin lolos dalam jebakan pemburu. "Let me go, you fucking senior!"
Bukannya menjawab, pemuda dengan papan nama bertuliskan Ash. V justru menampar Leon. Tatapannya terlihat kosong, menandakan bahwa dia tak punya tujuan mengincar Leon. Merasa sesak, Leon pun mencengkeram kepala Ash, menekannya supaya terlepas dari cekikannya.
"Kau tak dengar aku, hah?" Sedikit demi sedikit tubuh Ash merosot akibat Leon yang menekan kuat. Ia menyeringai, mengobarkan rasa ingin membunuh. "Berani sekali kamu...."
"Kau pembunuh," sela Ash menepis cengkeraman Leon, beralih menodong rahang lawan dengan sebilah pisau. "Apa alasan kamu bunuh dia, Ndaku?"
Leon tak menjawab, hanya tertawa sinis. Ash pun menambahkan, "CCTV selalu menyala." Tawa Leon makin keras sampai menitikkan air mata berbentuk darah. "Kau sedang melawak, Tuan? Percuma kamu introgasi saya, karena pemilik tubuh ini takkan pernah ingat pertemuan kita."
"Benarkah?" Ash membuang pisaunya, digantikan dengan suntikan berisi cairan putih yang siap ditancapkan ke tubuh Leon. "Selamat, sudah buat pemilikmu menderita."
Suntikan tadi menancap paha Leon, membiarkan cairan itu masuk dan memberikan efek tenang dan mengantuk. Leon ambruk akan efek cairan yang diduga obat tidur. Alih-alih Ash mengeluarkan ponsel, di mana perekam suara telah menyala sejak ia mengawasi Leon di asrama. Ia menghentikan rekamannya, kemudian menyimpannya.
"Bagaimana, Ash?" Ada suara berat di handsfree, sama seperti perekam suara yang menyala dari awal. "Kau dapat info dari pelaku?"
"Misi gagal," jawab Ash memasukkan kembali ponselnya. "Dia tak mau mengaku."
"Yah...." Sekarang suara lembut nan nyaring bersuara. "Padahal hampir berhasil. Tapi aku takjub padamu, Ash. Alter ego pelaku keluar saat baca artikel buatanmu di dark web."
"Yeah," kata pemilik suara berat. "Tak sangka alter egonya begitu egois."
Ash tak bersuara. Ia mengamati pemuda berambut cokelat yang terkapar dengan suntikkan masih bersarang di paha. Ash ingin berlama-lama di sini, mengelus kepala Leon dengan lembut.
"Maaf, aku terpaksa melakukannya, Leon." []
Tanggal revisi: 10 November 2020
SPOILER ALERT!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top