Madura Ra'as
Apa yang kalian pikirkan pertama kali tentang pulau Madura? Mungkin tersimpan di benak kalian bahwa pulau kecil itu memiliki keindahan yang tiada tara.
Wawancaraku kali ini bersama Mamaku sendiri yang aslinya orang Madura.
Menurut informasi, saat beliau masih kecil, pulau itu tak seramai sekarang, dan pembangunannya tak seindah sekarang. Keindahan pulau Madura dulu masih sangat alami. Pesisir pantai berpasir putih, dan ada kegiatan sangat menarik para warga di sana. Di mana setiap air surut, para warga di sana berbondong-bondong mencari kerangan-kerangan untuk di makan dan dijual.
Rumput laut juga di ambil dan dikeringkan untuk dijual perkilo buat belanja kebutuhan sehari-hari.
Hampir lupa, keseruan di pulau Madura saat mau memasuki bulan suci Ramadhan para kepala keluarga akan memerintahkan istri-istrinya untuk membuat kue serabi. Kue tersebut akan ditukarkan ke tetangga-tetangga yang sama saja membuat kue serabi. Bukan soal kuenya, tapi keseruannya dan menjalin silaturahmi.
8 Kebudayaan Suku Madura
1. Pesa'an
Pesa'an merupakan sebutan bagi pakaian tradisional khas suku Madura. Pesa'an pada pakaian pria terdiri dari kaos yang bermotif garis dengan warna merah dan putih yang dipadu-padankan dengan baju dan celana longgar berwarna hitam.
2. Clurit
Suku Madura memiliki senjata tradisional yang sangat khas yang disebut clurit. Bentuk Clurit mirip dengan arit pada suku Jawa yang biasa digunakan untuk bertani dan berkebun. Perbedaannya, bentuk clurit lebih ramping dengan lingkar lengkung yang lebih tipis serta memiliki ujung yang lebih lancip. Clurit dilengkapi dengan gagang yang terbuat dari besi atau kayu.
Keberadaan clurit pada masyarakat Madura tidak dapat dilepaskan dari legenda Pak Sakera. Konon pada zaman dahulu, Pak Sakera merupakan seorang mandor kebun yang selalu membawa clurit ketika bekerja dan mengawasi pegawai perkebunannya. Pada masa penjajahan Belanda, Pak Sakera merupakan sosok pejuang rakyat yang dengan cluritnya berani melawan para jagoan (biasa disebut Blater) yang sudah dibeli oleh Belanda untuk menguasai tanah Madura. Beliau merupakan sosok pemberontak dari kalangan santri yang sangat tegas menolak penjajahan Belanda. Sejak saat itu clurit menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari identitas Suku Madura. Clurit merupakan simbol perjuangan dan keberanian rakyat Madura.
3. Saronen
Saronen merupakan alat musik tradisonal khas suku Madura. Saronen memiliki bentuk kerucut memanjang menyerupai terompet dan dimainkan dengan cara ditiup. Saronen awal mulanya lebih dikenal dengan nama Sennenan yang artinya hari Senin. Sejarah Saronen berawal dari Kyai Khatib Sendang yang merupakan cicit dari Sunan Kudus menggunakan alat ini sebagai media dakwahnya untuk menyebarkan Islam di Madura. Setiap hari Senin Kyai Khatib menggunakan alat musik tiup ini untuk mengumpulkan masyarakat Madura yang tengah berbelanja di pasar dan sekaligus menghibur mereka. Selepas mereka berkumpul dan terhibur Kyai Khatib menyelinginya dengan dakwah nilai-nilai Islam. Oleh sebab itu alat musik tiup ini awal mulanya lebih dikenal dengan Sennenan. Bentuk alat musik Sennenan atau Saronen serta bunyi khas yang dikeluarkannya mirip dengan alat musik Selompret yang digunakan pada kesenian Reog pada kebudayaan Ponorogo dan biasa juga dipakai dalam kesenian Kuda Lumping.
Dalam perkembangannya Saronen kemudian menjadi tradisi kesenian musik tersendiri. Tidak lagi hanya berbicara alat musik tiup, Saronen dimainkan dengan diiringi beberapa alat musik lain, diantaranya kendang, gong besar, gong kecil, kenong besar, kenong kecil serta kempul. Kesenian saronen biasa dimainkan ketika ada pesta adat pernikahan, pesta adat rakyat ataupun ketika penyelenggaraan turnamen karapan sapi.
4. Keraban Sapeh
Keraban Sapeh atau lebih familiar disebut dengan karapan sapi, merupakan kebudayaan suku Madura yang sangat khas dan terkenal. Karapan sapi merupakan kesenian pesta adat rakyat berupa perlombaan dengan menggunakan semacam gerobak yang ditarik oleh dua ekor sapi dan terdapat satu joki sebagai pengendali laju sapi. Sejarah karapan sapi berawal dari Syeh Ahmad Baidawi yang memperkenalkan kepada masyarakat Madura tentang cara bercocok tanam sawah dengan menggunakan alat dari sepasang bambu disebut nanggala atau salaga.
Masyarakat Madura biasa mengadakan perlombaan karapan sapi pada sekitar bulan-bulan Agustus dan September dan finalnya biasa dilaksanakan pada bulan Oktober. Tradisi tahunan karapan sapi ini cukup bergengsi di kalangan suku Madura karena sapi yang menjadi juara pada perlombaan ini selain meningkatkan status daya jualnya, juga dapat meningkatkan status sosial pemilik sapi. Karapan sapi biasa dilaksanakan pada areal persawahan dengan panjang lintasan sekitar 100 meter. Joki-joki karapan sapi harus berusaha memacu sapi-sapi mereka untuk dapat mencapai garis finish terlebih dahulu, yang tercepatlah yang dinyatakan sebagai pemenang.
5. Bhubuan
Tradisi bhubu'an dikembangkan oleh masyarakat suku Madura yang mendiami wilayah Bangkalan. Tradisi bhubu'an merupakan tradisi memberi kado pada hajat pernikahan.
6. Carok
Carok berasal dari bahasa kawi kuno yang artinya perkelahian. Tradisi carok merupakan tradisi pertarungan atau perkelahian antara dua orang atau dua keluarga besar dengan menggunakan senjata tradisional clurit. Pertengkaran ini biasanya berkaitan dengan harga diri, baik diri pribadi maupun keluarga. Lebih banyak biasanya dipicu masalah perebutan wanita. Terkadang tradisi carok ini bisa membawa pada munculnya korban jiwa.
7. Mondok
Keseluruhan suku Madura merupakan penganut Islam yang kuat. Madura sendiri merupakan bagian dari wilayah tapal kuda yang dikenal dengan adat kyai dan pesantren. Di Madura terdapat lebih dari 200an pondok pesantren Islam. Orang Madura biasanya lebih menyukai menyekolahkan anak-anaknya ke pondok pesantren yang biasa disebut dengan istilah mondok daripada menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah-sekolah umum. Bagi mereka ilmu agama lebih penting daripada ilmu dunia.
Kebiasaan mondok dan keteguhannya pada nilai-nilai Islam ini menjadikan orang suku Madura memiliki ketundukan dan kepatuhan yang tinggi terhadap para kyai Islam yang dipandang memiliki kelebihan ilmu agama. Kyai merupakan sosok yang sangat dihormati oleh orang suku Madura.
8. Haji Sebagai Tujuan Hidup
Orang suku Madura yang terkenal dengan kerja keras dan keteguhannya dalam memegang nilai-nilai Islam, memiliki tujuan hidup yang sama yakni naik Haji. Pergi berhaji bagi masyarakat Madura selain sebagai bentuk penyempurna ibadah sebagaimana yang ada dalam ajaran Islam, juga merupakan salah satu bentuk menunjukkan status sosial di kalangan masyarakat. Predikat haji bagi suku Madura memiliki prestise tersendiri.
Mereka yang telah berhasil menunaikan ibadah haji, maka lingkungan sosialnya akan memanggil mereka dengan sebutan abah untuk pria dan umi untuk wanita. Secara tidak langsung sebutan ini seperti meningkatkan kasta sosial mereka dibandingkan dengan orang-orang yang belum berhaji.
Jadi hal itulah mengapa aku ingin sekali ke tanah kelahiran Mama. Pernah ke Surabaya dan jembatan Suramadu tapi gak nyebrang. Mama juga sudah 20 tahun lebih tidak ke sana sejak menikah.
Dan sampai saat ini, orang-orang, memanggil Mamaku sebagai Mbak Nur. Hehe.
Sumber:
-Nur Hasanah (Mama)
-Https://ilmuseni.com
Jangan lupa vote, komen, dan share ke teman-teman yang lainnya, semoga pulau di atas bisa menginspirasi kehidupan kita.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top