Sang Raja
Reader's POV
Aku, Ayah, dan Ibu menyelusuri lorong-lorong istana. Wah tak ku sangka di dalam istana ini terlihat sangat indah!
Terlihat lukisan-lukisan aneh khas Mesir terukir di dinding-dinding istana ini. Patung-patung yang terbuat dari batu dan ornamen lainnya terlihat sangat sangat indah dan antik!
Istana memanglah istana. Walau berasal dari zaman dulu yang namanya istana memanglah sangat megah dan indah.
Sekarang kami berdiri didepan pintu yang kuyakin terbuat dari emas itu. Wah kalau dijual, bisa berapa yen yang ku dapat? Uangnya bisa kupakai untuk beli rumah yang lebih bagus dan uang sekolah adikku sampai mereka kuliah nanti.
Terlihat dua orang penjaga yang sedang menjaga pintu tersebut. Salah seorang dari mereka mendatangi Ayah lalu Ayah memberikan sesuatu --terlihat seperti kain polos yang digulung lalu diikat menggunakan kulit kayu? Serat kayu? Entahlah.
Sang penjaga mengambil kain gulung tersebut lalu membukanya dan membacanya. Kemudian, penjaga itu memberikan kain tersebut kepada penjaga yang berada disebelahnya.
Tak lama, kedua penjaga tersebut membuka pintu emas yang besar itu dan mempersilahkan kami untuk masuk.
Berbeda dari lorong-lorong yang kami lewati sebelumnya, ruangan ini terlihat lebih mewah. Vas-vas bunga besar yang terbuat dari tanah liat menghiasi ruangan ini.
Aku melihat lurus kedepan. Disana terlihat sebuah singgasana besar. Sama seperti pintu tadi, aku yakin kalau singgasana itu terbuat dari emas.
Terlihat seorang perempuan yang memakai cadar, tetapi samar-samar aku dapat melihat wajahnya yang cantik. Dia tersenyum kepada kami dan menyambut kami dengan sambutan yang hangat.
"Selamat siang! Semoga para dewa memberkati kalian!" sambutnya.
"Selamat siang juga nona Siduri! Semoga para dewa juga memberkatimu!" ucap Ayah dan Ibu bersamaan.
Oh, jadi begini cara mereka memberi salam? Menarik juga.
"Jadi, tidak salah kalian ingin bertemu dengan sang raja karena ingin meminta izin untuk mempekerjakan anakmu?"
"Benar," jawab Ayah, "gadis ini adalah anakku! Aku harap sang raja mau berbaik hati untuk menerimanya bekerja disini sambil membantu kami!"
Perempuan yang dipanggil Siduri itu melihatku lalu tersenyum kearahku. Aku membungkukkan sedikit tubuhku untuk memberikan hormat.
"Aku yakin sang raja mau berbaik hati menerimanya! Tunggulah disini! Aku akan memanggilnya!"
Nona Siduri pergi meninggalkan ruangan ini. Aku gugup. Jantungku berdetak dengan kencang. Begitu juga dengan Ayah dan Ibu, wajah mereka terlihat sangat pucat.
Apakah sang raja terlihat sangat mengerikan sampai Ayah dan Ibu terlihat ketakutan?
Kami menunggu selama beberapa menit dan akhirnya pintupun terbuka. Disana terlihat seorang pria dengan surai berwarna emas yang memakai pakaian aneh serta nona Siduri yang mengikutinya dari belakang.
Ayah dan Ibu langsung berlutut memberikan hormat, akupun meniru aksi mereka. Lelaki itu berjalan kearah singgasana dan aku yakin, dia sedang memerhatikan kami.
"Hormat kami kepada sang raja! Semoga para dewa memberkatimu!" ucap Ayah dan Ibu.
Ah, dialah sang raja?
Aku meliriknya sekilas dan seketika aku terkejut. Dia memiliki wajah yang sangat sangat tampan. Maniknya yang berwarna tak biasa membuatku terpaku padanya. Bulu matanya juga lentik. Rahangnya kokoh dan tubuh bagian atasnya terekspose secara cuma-cuma. Surai pirangnya juga terlihat sangat indah.
Aku yakin, jika perempuan di zamanku melihatnya, maka bukan pria ini yang akan 'memakan' perempuan itu melainkan sebaliknya.
"Jadi kalian yang ingin bertemu denganku? Ada apa?" tanyanya langsung.
"Ampun Yang Mulia," jawab Ayah, "kami ingin meminta izin untuk membiarkan anak perempuan kami membantu kami untuk bekerja disini. Maklum, kami sudah tua dan kami tidak seligat dulu. Kami harap Yang Mulia mau bermurah hati untuk membiarkan putri kami bekerja disini!"
Sang raja berjalan mendekati kami. Kedua orangtua asuhku ini membungkukkan tubuhnya. Dengan panik aku mengikuti aksi mereka.
Aku membungkukkan diriku dalam-dalam. Saat menunduk aku hanya melihat kakiku dengan jantung yang berdetak tak karuan. Tapi tiba-tiba aku melihat sepasang kaki lainnya.
Dengan refleks aku menaikan kepalaku untuk melihat siapa pemilik dari kaki tersebut. Betapa terkejutnya aku ketika melihat orang itu.
Benar, dialah sang raja. Sang raja berada dihadapanku! DIA ADA DI DEPANKU DAN SEDANG MEMERHATIKANKU?!
"Berapa umurnya?" tanya sang raja dengan lantang sambil tetap memerhatikanku.
Manik merahnya menatapku lekat-lekat. Aku bahkan tidak bisa memutuskan kontak mata darinya. Matanya terlihat sangat indah! Apakah dia ini patung? Dewa? Mengapa dia bisa sesempurna ini?!
"Ampun Yang Mulia, umurnya kira-kira 17 tahun," jawab Ibu.
"Masih muda, hm? Dan mengapa dia memakai cadar?"
Aku langsung memutuskan kontak darinya. Aku teringat akan perkataan Ayah dan Ibu. Aku takut kalau dia akan menjadikanku sebagai selirnya! Aku tidak mau!!!
"Kami menutupi wajahnya karena dia cacat Yang Mulia! Kami tidak ingin aib keluarga ini tersebar luas sampai disepanjang Uruk!" balas Ibu.
Apa? Tapi wajahku tidak cacat! Ih, amit-amit! Tapi yaudahlah! Ibu mengatakan itu toh untuk melindungiku.
"Cacat, huh? Tapi tunggu, bukankah anak perempuan kalian sudah tewas?" tanya sang raja dengan tajam.
Astaga, aku disini hanya ingin bekerja sebagai pelayan. Mengapa harus diintrogasi segala?!
"Mohon maaf Yang Mulia!" lanjut Ayah, "dia adalah anak angkat kami! Kami menemukannya terlantar di jalan jadi kami memungutnya dan menjadikannya anak kami!"
Alasan yang bagus! Tak ku sangka Ayah dan Ibu akan berpikir sejauh ini! Bravo!
"Walau dia cacat? Kalian memiliki hati yang baik, heh? Mengangkat seorang anak gadis yang cacat walau nantinya dia tidak bisa memberikan masa depan yang menjanjikan bagi kalian. Huff terserah, kuizinkan dia untuk bekerja disini. Dan kau!"
Sang raja kembali memerhatikanku. Mata menatapku dengan dingin.
"Y-ya Yang Mulia?"
"Jangan buat keributan dan kekacauan! Aku tidak ingin kau menambah pekerjaanku! Kau mengerti, anjing kampung?"
"A-anjing kampung?"
"Hm? Mengapa? Kau keberatan aku memanggilmu seperti itu?"
Aku melihat Ayah dan Ibu melambai-lambaikan tangannya. Ah, bahaya. Aku tidak boleh membuat sang raja marah.
"T-tidak Yang Mulia! Sebenarnya, aku malah bersyukur!"
Astaga, apa yang ku katakan?!
"Bersyukur?"
Matanya menatapku dengan sangat sangat dingin. Gawat.
"Benar Yang Mulia! Baru kali ini ada seseorang yang memberikanku sebuah nama kecil! Aku sangat berterima kasih!"
Semua yang ada di ruangan ini menjadi diam. Sunyi. Sangat sunyi. Rasanya jika ada jarum yang jatuh, suara jarum itu akan terdengar.
Tetapi, kemudian aku mendengar suara tawa. Suara tawa itu berasal dari sang raja. SANG RAJA TERTAWA?!?!?!?!
"FUAHAHAHAHAHAHAHA!!! Astaga, gadis ini benar-benar sangat lancang! Tapi bersyukurlah karena kau dapat menghibur hatiku yang sedang panas ini dengan perkataanmu. Kau kumaafkan kali ini.
Tapi, jika kau berani menjawab atau protes sekali lagi, maka kau harus mengucapkan selamat tinggal pada kedua orangtua asuhmu. Bersyukurlah karena aku bukan aku yang dulu atau kalau tidak, mungkin aku sudah menyuruh para pengawal untuk memenggalmu! Pergilah kalian! Bekerjalah!"
Sang raja berbalik dan meninggalkan kami diruangan ini dengan tatapan kebingungan. Dia tertawa. Sang raja tertawa. Dan dia mengampuni nyawaku. Astaga, apa yang sudah kulakukan?!
Dengan cepat Ayah dan Ibu memelukku dengan erat. Terlihat wajah khawatir serta bahagia terpampang diwajah mereka.
"Astaga, (Y/n)! Jangan ulangi itu lagi! Jika tadi sang raja tidak senang akan perkataanmu maka dia sudah menghabisimu sekarang! Syukurlah!" pinta Ibu.
"Aku sangat bersyukur! Sangat bersyukur!" sambung Ayah.
Nona Siduri mendatangi kami. Ayah dan Ibu langsung melepaskan pelukannya lalu mengucapkan terima kasih kepada wanita cantik ini.
"Terima kasih banyak!"
"Benar, terima kasih!"
"Tidak masalah! Dan siapa namamu gadis pemberani?"
"(Y/n)."
"(Y/n)? Nama yang indah tapi juga aneh. Baiklah, kau tadi hampir membuat jantungku copot! Untung kau pandai merangkai kata-kata sehingga sang raja tidak murka!"
"Hehe," aku menggaruk pipiku yang tidak gatal ini.
"Mungkin (Y/n) mengingatkan sang raja kepadanya," ucap Ibu tiba-tiba.
"Kurasa ada benarnya juga. Ah, sudah lama dia meninggalkan kita. Sang raja pasti sangat kesepian karena dia kehilangan satu-satunya saudara dan sahabat yang dia punya. Tapi syukurlah! Karena kematiannya, sang raja sekarang bisa menjadi raja yang baik, tidak seperti dulu lagi. Baiklah, masih ada kerjaan yang harus ku kerjakan. Kalian yang semangat ya!"
Nona Siduri meninggalkan kami, tentu sebelumnya kami berterima kasih dulu kepadanya.
Dia? Siapa dia? Satu-satunya saudara dan sahabat yang dimiliki sang raja? Kok aku jadi penasaran?
Sang raja mengingatkanku kepada kisah Epic of Gilgamesh. Tidak salah Gilgamesh juga kehilangan satu-satunya sahabat yang dia punya lalu dia berkelana mencari tanaman keabadian?
Dan aku masih tidak tahu nama dari sang raja. Apa ku tanyakan saja?
"I--"
"Baiklah, ayo kita mulai bekerja! Ayah akan ke pertanian dulu. Kau bantulah Ibumu, ya? Aku pergi dulu!"
Ayah langsung meninggalkan kami. Ibupun langsung mengajakku ke dapur untuk bekerja.
Awalnya, teman-teman Ibu terkejut dengan kehadiranku dan setelah diperkenalkan, merekapun menjadi akrab denganku.
Tidak buruk juga, heh? Orang-orang disini baik-baik. Mereka mengajariku memasak makanan orang-orang zaman ini.
Mereka memakai tungku perapian dan memakai kuali besar untuk memasak. Kata mereka, mereka memasak hanya untuk sang raja. Lalu sisanya akan mereka bawa pulang.
Heh? Sang raja tidak memiliki keluarga memangnya? Tidak memiliki adik atau kakak gitu? Terus orangtuanya kemana?
"Hei (Y/n)!" panggil salah seorang pekerja disini yang umurnya lebih muda setahun dariku.
"Iya Caslia?"
"Tadi aku mendengar kabar kalau kau berhasil membuat sang raja tertawa! Kau tahu? Sang raja sudah lama tidak tertawa dan terakhir kali dia tertawa seperti itu ketika dia masih bersama dengan sahabatnya, Enkidu. Yah, sejak Enkidu meninggal, sang raja jadi--"
"Tunggu, sahabat sang raja namanya Enkidu?"
"Hm, benar! Dan sang raja juga baru pulang dari pencariannya untuk mencari tanaman keabadian. Tapi sayang, tanaman itu dimakan oleh ular," jelas Caslia yang membuatku menjadi panik.
"B-begitu ya. K-kalau boleh tau, siapa nama sang raja?"
"Hm? Kau tidak tahu? Baiklah akan ku beritahu! Namanya adalah Gilgamesh! Dia dulu memang raja yang kejam dan berbuat semaunya saja tapi sejak dia bersama Enkidu, sikapnya berubah! Apalagi sewaktu Enkidu meninggal. Dia berubah 180 derajat! Kami sangat berterima kasih kepada Enkidu! (Y/n)? Kau kenapa? (Y/n)? Kau sakit? Mengapa wajahmu pucat?"
Gawat. Dugaanku benar. Aku tinggal di zaman Raja Gilgamesh. Pantas saja cerita-cerita tentang sang raja terdengar tak asing. RUPANYA AKU BERADA DI ZAMAN RAJA GILGAMESH YANG TERKENAL ITU?!
Wah sial. Aku terlempar di zaman para dewa dan Gilgamesh adalah kunci dimana manusia sudah bisa hidup mandiri, tanpa para dewa.
Aku terlempar di masa lalu, tepatnya pada millenium ketiga SM. Bagaimana ini? Jarak antara abadku dan abad ini sangat jauh. Gawat!!!
"(Y/n)!" panggil Caslia yang membangunkanku dari lamunanku.
"I-iya?"
"Kamu tidak apa-apa?"
"T-tidak! Ayo kita kembali bekerja, hehe~!"
Aku kembali bekerja membantu Caslia untuk mencuci kain-kain yang kotor. Bekerja menjadi pelayan disebuah kerajaan susah juga ya. Semua harus rapi dan bersih, tanpa ada noda sedikitpun.
-----
"Woah capeknya! Pekerjaanku sebagai pelayan restoran saja tidak seberat ini!" ucapku dalam bahasa Jepang agar kedua orangtua angkatku tidak mengerti dengan ucapanku.
Ya, untunglah aku mengerti dengan bahasa paku walau ada bahasa yang tidak kumengerti sedikit.
Aku sangat capek. Aku yakin tubuhku akan pegal-pegal besok. Ah biarlah! Sudah untung ada orang yang memberikan tumpangan lalu langsung mendapat pekerjaan pula.
Baiklah! Saatnya tidur! Besok aku harus bangun pagi untuk membantu Ibu membuat sarapan! Aku menutup mataku dan membiarkan kegelapan menyelimutiku.
------
Aku melihat Mama dan adik-adikku disana. Mereka tersenyum bahagia dan tertawa bahagia.
Ah senangnya melihat mereka bersukacita! Melihat wajah mereka yang berseri-seri sangat membuat hatiku menjadi damai!
"Kau sedang apa?"
Terdengar suara dari belakangku. Lantas, akupun membalikkan tubuhku dan disana berdiri seseorang dengan surai hijau yang panjang dan dia memakai pakaian yang aneh.
Dia tersenyum lembut kepadaku, lalu mendekatiku. Kemudian, orang asing ini melihat Mama dan kedua adikku. Dia menunjukkan senyuman yang bahkan lebih manis dari sebelumnya.
"Ah, aku sedang melihat Mama dan adik-adikku!"
"Mereka terlihat bahagia, ya! Senangnya~"
Aku tidak yakin kalau dia adalah seorang laki-laki. Tapi aku juga tidak yakin kalau dia adalah seorang perempuan. Dia terlihat sangat cantik, tapi kaki dan tangannya terlihat kekar dan kuat.
"Apa kau merindukan mereka?" tanya orang itu kembali.
"Merindukan mereka? Mengapa aku harus merindukan mereka? Bukankah sekarang Mama dan adik-adikku berada di hadapanku?"
Aku kembali menatap keluargaku tapi sekarang mereka menghilang. Pemandangan taman dengan rerumputan tergantikan oleh pemandangan kota kuno.
Aku tersentak. Dimana ini? Pakaianku juga berubah! Bukankah tadi aku memakai seragam?! Mengapa sekarang jadi pakaian khas Mesir?!
Kemudian aku teringat. Aku terlempar dimasa lalu. Aku ... terpisah dengan keluargaku. B-bagaimana ini? A-aku ...
"Jangan menangis," seseorang ini mendekatiku dan menghapus sesuatu yang membasahi wajahku.
Hatiku terasa perih, sangat perih. Juga ada perasaan takut dan kesepian. Aku sendirian disini. Tidak ada siapapun yang ku kenal disini. Jikapun ada, mereka pasti sudah mati! Mereka adalah orang-orang dari zaman dulu!
Seseorang ini, dia memelukku. Memelukku dengan sangat erat dan aku menangis dipelukannya. Seseorang ini mengusap kepalaku dengan sesekali memukul-mukul punggungku dengan pelan.
"Jangan takut, nona. Kau tidak sendirian. Kelak sang rajalah yang akan menemanimu!"
Aku terkejut. Sang raja? Tidak mungkin! Aku yakin dia mempunyai benteng pertahanan yang kuat! Dan bagaimana aku bisa mendekati sang raja? Niatpun tidak!
Aku terhanyut dalam kehangatan pelukan orang ini. Aku yakin kalau orang ini adalah seseorang yang baik.
------
End of Reader's POV
.
.
.
.
.
Author's POV
Yo dan kembali lagi dengan ane!
Maaf kalau chapter ini membosankan, ada typo, ga jelas, dsb! Tapi ane harap kalian akan menyukai chapter ini!
Selain itu, Gilgamesh akhirnya muncul desu~! Siduri juga muncul dan ane yakin kalian psti kenal seseorang beramput hijau panjang tsb! Ga usah diucap namanya ne~
Jangan lupa untuk memberikan vote dan komen! Lalu memfollow akun ini jika berkenan!
Jangan lupa juga untuk membaca cerita ane yg lain!
• My Bloody Prince (Yandere! Prince x Reader)
• One and Only Friend/Lover (Enkidu x Reader)
Sampai jumpa di chapter selanjutnya~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top