Bab 30
Tak biasanya hujan turun sepagi ini, batinku ketika membuka mata. Rupanya suara tetes air yang berjatuhan ke atas atap lah yang membuat tidur nyenyakku terjaga. Seharusnya rinai hujan menambah lelap tidur seseorang, tapi ini justru sebaliknya. Ada apa dengan hujan pagi ini?
Dengan mengabaikan hawa dingin yang merasuk ke dalam tulang belulang, aku memaksakan diri turun dari atas tempat tidur. Jika hujan dan suhu dingin tak mampu membuatku kembali terlelap, untuk apa aku tetap berbaring di atas tempat tidur? Lebih baik aku menghangatkan tubuh dengan secangkir cokelat panas. Mungkin ditambah dengan gorengan?
Sebelum mewujudkan keinginan sederhana itu, aku pergi ke kamar mandi lebih dulu. Hawa dingin membuat kantung kemihku tiba-tiba terasa penuh.
Usai dari kamar mandi aku beralih ke dapur. Seperti biasa, setiap pagi setelah bangun aku selalu pergi ke dapur untuk menemui Prince. Di jam-jam seperti ini biasanya Prince sedang sibuk berjibaku di depan kompor dengan mengenakan selembar celemek merah muda kepunyaan Mama.
Aneh. Begitu kakiku menapaki lantai ruang makan yang langsung terhubung dengan dapur, aku mengedarkan pandangan dan tidak menemukan siapa-siapa. Prince tidak tampak di ruang makan atau dapur. Meja makan juga tampak kosong. Tak ada menu masakan yang tersaji di atasnya.
Area dapur juga terlihat bersih. Tidak ada peralatan masak yang bertengger di atas kompor. Bak cuci juga kosong. Seolah tak ada aktifitas yang terjadi di sana dalam kurun waktu beberapa hari terakhir. Celemek merah muda juga terlipat dengan rapi di tempat biasa Mama menaruhnya.
Perasaanku kian tak keruan ketika aku beringsut ke ruang tengah dan mendapati tempat itu kosong. Prince yang biasanya tidur bergelung di atas sofa juga tak ada. Memang beberapa waktu terakhir Prince pindah ke kamar Kak Zayn jika ingin tidur. Mungkinkah ia sedang tidur di sana? Dan suara hujan masih tak membangunkannya?
Dengan langkah bergegas aku menuju ke kamar Kak Zayn. Sama. Ruangan itu juga kosong. Ruangan itu tampak sama seperti saat Kak Zayn tinggalkan dulu. Seolah tak tersentuh.
Merasa ada sesuatu yang janggal, aku bergerak ke dekat lemari pakaian milik Kak Zayn lalu membukanya. Seluruh pakaian Kak Zayn berada di tempatnya. Masih rapi. Lagi-lagi seperti belum tersentuh. Padahal aku meminjamkan beberapa pakaian Kak Zayn untuk dipakai Prince.
Aku menarik sebuah kaus berwarna putih dari dalam lemari. Seingatku kaus itu pernah dipakai Prince dan pada bagian belakangnya terdapat bekas koyak. Malam itu ia diserang kucing Oren milik tetangga. Semestinya bekas-bekas itu masih ada, tapi apa yang kulihat sangat mencengangkan. Benda itu masih utuh! Tak ada bekas koyak atau sejenisnya.
Benar-benar aneh!
Aku masih belum ingin memercayai apa yang kulihat. Perasaan takut dan was-was yang mulai merebak dalam hati, coba kutepis sebisanya. Aku keluar dari kamar Kak Zayn dan berjalan ke segenap penjuru rumah. Berharap jika Prince bersembunyi di salah satu sudut dan sedang mengerjaiku. Namun, hasilnya tetap sama. Tidak ada Prince di manapun. Bahkan bekas cakar kuku miliknya di pintu kamar Kak Zayn juga lenyap tak berbekas. Semuanya utuh seolah-olah Prince tidak pernah datang ke rumah ini. Seakan ia hanya berkunjung ke dalam ingatanku. Memberi kenangan indah lalu pergi begitu saja.
Hujan bertambah deras di luar dan aku memilih untuk kembali ke kamar. Ada sesuatu yang harus ku pastikan setelah tak menemukan jejak kehadiran Prince di rumah ini.
Beberapa waktu yang lalu aku mengambil sejumlah foto selfie dengan Prince setelah berbincang cukup lama dengannya. Aku ingin memastikan jika foto-foto itu tidak ikut menghilang.
Namun, harapanku sia-sia. Ketakutanku terbukti. Wajah Prince telah lenyap dari foto-foto yang kuambil malam itu. Yang masih tersisa hanya wajahku seorang.
Akhirnya aku terduduk lemas di atas lantai yang dingin. Tubuhku seperti kehilangan hampir seluruh energinya.
Hari perpisahan itu telah tiba. Prince benar-benar menghilang dari kehidupanku. Selamanya.
Aku tahu ini akan terjadi. Berkali-kali aku mengingatkan pada diri sendiri jika Prince pasti akan pergi suatu hari nanti. Prince juga sudah memberikan isyarat untukku. Meski tak pernah benar-benar siap, aku selalu berupaya untuk mempersiapkan mental jauh-jauh hari. Tapi, satu hal yang paling kusesali kenapa tidak ada satupun yang tersisa darinya? Bahkan fotonya ikut menghilang. Bagaimana jika aku melupakan paras tampan Prince kelak?
Hari-hari yang kulalui bersama Prince melintas satu per satu dalam benakku. Wajah, senyum, tawa, dan semua tingkah polah Prince masih melekat kuat dalam pikiranku. Dan aku mulai merindukannya. Tapi tak ada yang bisa kulakukan sekarang.
Tetesan air bening perlahan merembes jatuh dari kedua ujung mataku. Setengah hatiku hancur berkeping-keping, sedang setengahnya lagi dibawa Prince pergi. Ini terlalu cepat. Aku merasa waktu kebersamaan kami terlalu singkat. Seandainya ada injury time.
Prince, di manapun kamu berada, aku sangat merindukanmu.
***
27 Januari 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top