9

Dua minggu kemudian

"Oh putri....kau terlihat cantik sekali...."gumam Betty.

Victoria mengangkat wajah menghadap cermin. Melihat bayangan dirinya dalam balutan gaun pengantin putih dengan aksen renda menghiasi bagian lengan dan bawah gaunnya. Gaun indah yang menjadi impian setiap gadis. Tapi baginya, gaun itu mengingatkan dirinya bahwa sebentar lagi hidupnya akan terikat selamanya dengan James.

Betty melihat rona wajah Victoria yang muram. Ia mendekat. "Putri, apa kau baik saja?"

Victoria menatapnya. "Aku tak tahu bagaimana hidupku nanti bersama James. Aku menyukainya tapi aku tak tahu bagaimana perasaannya padaku. Aku merasa seperti seorang pengkhianat karena menaruh hati pada musuhku. Musuh yang sudah merebut tahta Arthur dan membunuh rakyatku...."

Betty memegang tangan Victoria. "Apakah perasaanmu telah mengubah Victoria yang selama ini kukenal? Ke mana putri Victoria yang biasanya pemberani dan kuat?!"godanya.

Victoria hanya menghela napas.

"Aku yakin kau bisa melewati semua ini, putri. Aku yakin hidupmu akan bahagia bersamanya. Cobalah untuk memperhatikannya, mungkin ia akan berubah dan mulai menyukaimu."

"Kuharap demikian....."sahut Victoria. "Terima kasih atas semuanya, Betty. Aku tak tahu bagaimana jika tanpa dirimu. Kau selalu menemani aku. Menjadi temanku selama ini."

Terdengar ketukan pintu membuat perbincangan mereka terhenti. Betty yakin seorang prajurit datang menjemput Victoria. Pernikahan James dan Victoria akan segera di mulai.

"Ini saatnya, putri."tukas Betty meremas ke dua tangan Victoria.

Victoria mengangguk. Ia melihat pelayannya melangkah menuju pintu dan membukanya. Di luar berdiri tiga orang pria. Dua orang prajurit dan seorang pria dengan pakaian mewah berwarna biru.

"Aku hendak menjemput putri Victoria."ujar pria berpakaian biru.

"Putri sudah siap, my lord."sahut Betty seraya menepi.

Pria berpakaian biru menatap ke belakangnya. Matanya melebar melihat Victoria. Gadis itu begitu cantik dalam gaun putihnya. Cahaya matahari yang masuk melalui jendela menyinari sosok Victoria. Membuatnya terlihat berkilau bagai malaikat.

"Wow...."gumam Simon. "Pantas saja kakakku ingin menikah dengannya."

Betty menoleh pada Simon seraya mengangkat alis. "Maaf, apa anda butuh sesuatu, my lord?"

Simon tersadar. "Ah...tidak..."sahutnya. "Terima kasih kau sudah membantunya bersiap."

"Sudah menjadi tugasku, my lord."kata Betty membungkuk padanya. Ia merasa pria di depannya ini begitu ramah dan baik. Sangat jarang anggota kerajaan mau berterimakasih pada para pelayan.

Simon mendekati Victoria yang hanya diam berdiri membalas tatapannya. Simon merasa gugup. Aura Victoria berbeda dengan gadis yang selalu ia temui selama ini. Tak ada kesan malu atau takut. Victoria terlihat berani. Setelah apa yang terjadi belakangan ini, gadis itu tetap kuat.

"Putri Victoria."sapa Simon seraya membungkuk padanya. Victoria hanya mengangguk. "Aku Simon, adik Yang Mulia. Upacara akan segera di mulai."

"Senang bertemu denganmu, Simon."sahut Victoria tersenyum kecil.

"Jika kau sudah siap, kita bisa segera pergi."

"Ya, aku sudah siap."ucap Victoria dengan nada mantap.

Victoria berjalan di sisi Simon. Betty dan dua orang prajurit mengikuti mereka dari belakang. Mereka melangkah melewati lorong dan menuruni tangga.

"Kurasa kau sudah tahu di mana tempat upacara akan berlangsung."tukas Simon setelah mereka berjalan dalam diam.

"Tentu saja. Ini adalah tempat tinggalku, bukan?!"

"Ya. Kau benar."sahut Simon.

"Apa kau sudah betah di istanaku? Yang telah dikuasai kakakmu kini."ujar Victoria dengan nada dingin.

Simon menoleh pada Victoria. Ia tersenyum kecil, memahami sikap sinis sang putri. "Istanamu sangat indah. Begitu pula dengan lingkungannya."

"Kau tahu? Kerajaanku ini telah di bangun dengan susah payah oleh kakekku. Dan ayahku meneruskan usahanya hingga seperti sekarang. Begitu pula dengan Arthur. Kami hidup damai dan bahagia...hingga kalian datang....merusak semuanya..."ujar Victoria.

Simon terdiam. Beberapa lama mereka terus melangkah dalam diam kembali. "Kita sudah sampai. Kakakku menunggumu."ujarnya menunjuk ke depan.

Victoria menahan napas dan terhenti langkahnya. Ia melihat James berdiri di hadapannya. Pria itu tampak sempurna di matanya. Begitu mempesona dan gagah. Matanya yang biru menatap dirinya. Victoria merasa wajahnya panas dan dadanya berdebar kencang. Segala rasa benci dan dendam karena semua perbuatan James seakan menguap. Victoria terus berjalan dengan pelan. Ia bisa merasakan kakinya lemas karena James yang terus mengamatinya. Sekilas ia menangkap senyum di bibir pria itu.

Sementara itu, James yang berdiri menanti kedatangan Victoria merasa gugup. Ia tak sabar ingin melihat Victoria memakai gaun pengantin. Hari yang sudah ia tunggu sejak pertama bertemu dengan sang putri di hutan Cello. Kecantikan dan keanggunan Victoria menggetarkan hatinya. Ia selalu memikirkan Victoria sejak hari itu. Dan saat ini, sebentar lagi, Victoria akan menjadi miliknya. Saat melihat Victoria muncul, mata James tak bisa pindah dari sosoknya. Victoria begitu cantik. Gaun putih itu membalut tubuh Victoria dengan sempurna. Dadanya berdebar makin kencang seiring Victoria melangkah semakin dekat.

"Kau sudah siap?"tanya James ketika Victoria sudah berdiri di sampingnya.

Victoria menatap pintu ruangan di mana upacara pernikahan serta penobatan akan dilakukan. Ia bisa mendengar suara orang berbincang dari balik pintu. Debaran jantungnya masih belum reda. Dari tempatnya berdiri ia bisa menghirup aroma James. Membuatnya sesak napas. Ia mencoba menenangkan diri.

"Tidak penting aku sudah siap atau tidak bukan?! Aku tak punya pilihan lagi selain menikah denganmu."gumam Victoria.

James menangkap nada dingin dalam ucapan Victoria. Ia melirik sang gadis. "Aku tahu kau berpikir aku kejam atau jahat. Tapi, aku tak akan membiarkan apapun terjadi padamu. Aku akan melakukan tugasku sebagai suami. Aku akan menjaga dan melindungimu."

Victoria menoleh pada James. Matanya melebar tak percaya dengan perkataan James. Hatinya merasa hangat mendengarnya. "Kau juga harus berjanji melindungi ibu dan kakakku."

"Mulai hari ini mereka bebas dari penjara dan tinggal di pengasingan."kata James.

"Haruskah mereka tinggal di sana? Tak bisakah mereka tetap tinggal di istana bersamaku?"

"Tak bisa. Ini sudah menjadi keputusanku. Aku tak mau mengambil resiko Arthur merencanakan sesuatu terhadapku."

Victoria tersenyum sinis. "Kau tetap ingin posisimu aman."

"Tentu saja. Hal wajar yang akan dilakukan oleh setiap para raja."

"Upacara akan segera di mulai jika kalian sudah siap."kata Simon.

James menoleh pada Victoria. "Ya, kami sudah siap."ujarnya seraya menyodorkan lengannya pada Victoria.

Simon memberi tanda pada prajurit yang menjaga untuk segera membukakan pintu. Prajurit itu pun bergerak menuju kenop pintu dan menggesernya hingga terbuka. Menampakkan ballroom penuh dengan para tamu. Dengan segera semua orang di dalam menyadari pintu terbuka. Mereka berhenti berbincang lalu berdiri menghadap pintu. Menatap pasangan yang akan segera menikah tersebut.

Victoria merasa gugup. Ia tak mengenal semua orang yang hadir. Ia pun berjalan maju mengikuti langkah James. Melewati permadani merah mewah hingga tiba di ujung ballroom. Seorang pria tua sudah berdiri di sana. Siap untuk mengesahkan pernikahan dan menobatkan mereka sebagai raja dan ratu.

Waktu berjalan dengan cepat. Tanpa terasa Victoria sudah menjadi istri James. Juga sebagai ratu. Sebuah mahkota kini berada di atas kepalanya. Victoria dan James berbalik menghadap pada para tamu dari atas panggung. Para tamu juga prajurit memberi hormat pada mereka.

Victoria merasakan getaran aneh saat semua orang membungkuk padanya. Ia menyadari kekuatan dan kekuasaan yang kini ia miliki dengan status barunya. Aku sudah menjadi seorang ratu, batinnya.




Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top