8

Sudah seminggu berlalu. Victoria masih di kurung di ruang tidurnya sendiri bersama Betty. Tapi kebutuhan mereka selalu dipenuhi. Setiap hari pelayan membawakan makanan, minuman serta keperluan lainnya di bawah pengawasan prajurit. Victoria tak bisa menanyai para pelayan itu. Ia takut prajurit akan marah dan melukai pelayannya.

Ia tak tahu bagaimana kabar ibu dan kakaknya kini. Apa mereka masih berada di penjara? Apa mereka sehat dan baik saja? Ataukah mereka sudah di bunuh oleh James? Tidak, batinnya, James tak mungkin sudab membunuh ibu dan Arthur. Sampai saat ini James belum menemui dan meminta jawaban atas penawarannya. Ia tak tahu ke mana pria itu.

"Putri...."sapa Betty mendekati Victoria yang sedang menopang dagu di jendela pada suatu sore.

Victoria hanya bergumam. Kini ia selalu duduk dekat jendela dan memandangi menara penjara yang menjulang tinggi dekat istana. "Aku mengkhawatirkan ibu dan kakakku. Apa mereka baik saja?"

Betty ikut menatap ke arah atas. Melihat jendela-jendela kecil yang tertutup kawat agar para tahanan tak dapat melarikan diri. Ia menarik napas. Merasa ironis karena majikannya di kurung dalam tempat tinggalnya sendiri.

"Kurasa Yang Mulia baik saja. Karena pria jahat itu belum meminta jawaban dari tuan putri bukan?! Seharusnya mereka masih berada di sana...."

"Ya. Kuharap kau benar. Tapi, ke mana James? Kukira ia akan segera meminta jawaban dariku. Aku tak mengerti....."

"Aku juga tak tahu, tuan putri."sahut Betty.

Mereka kembali terdiam. Memandangi keadaan di luar. Victoria melihat tamannya yang masih sama. Hanya orangnya yang kini berbeda. Semuanya adalah anak buah James.

"Tuan putri, apa aku boleh bertanya?"

Victoria menoleh pada pelayannya. "Ada apa, Betty?"

Betty tampak ragu. Victoria menatapnya seraya menaikkan alis, menunggu pertanyaan darinya. "Apa jawaban yang akan kau berikan nanti, tuan putri?"

Victoria menghela napas. "Itulah yang aku pikirkan selama ini. Aku tahu jika menolaknya, ia pasti akan membunuh kita semua. Dan aku tak mau hal itu terjadi..."

"Jadi, apakah kau akan menerima tawarannya?"

"Aku tak bisa membayangkan jika harus menikah dengannya. Pria berhati keji seperti itu. Aku tak menduga James seperti itu. Pada awal aku bertemu dengannya, ia begitu baik dan ramah...."

Betty menoleh pada Victoria. Matanya melebar. "Kalian sempat bertemu sebelumnya?!"

Victoria terdiam. Pipinya terasa panas.

Betty melihat perubahan pada rona wajah Victoria. "Oh tuan putri, jangan katakan jika kau memiliki perasaan padanya?!"tukas Betty terkejut.

"A..aku...aku akui memang menyukainya saat pertama bertemu. Tapi aku tak menyangka ia seorang raja yang memimpin pemberontakan terhadap kerajaanku...aku...ah entahlah...." ucap Victoria beranjak bangun dari jendela. Ia tak tahu harus bagaimana.

"Kau belum menceritakan bagaimana kalian bisa bertemu..."

Victoria duduk di tepi tempat tidur. Menatap Betty yang masih duduk di jendela. Ia menarik napas. Perlahan Victoria pun menceritakan pertemuan pertamanya dengan James.

Betty tersenyum kecil ketika Victoria selesai bercerita. Ia bisa menangkap perasaan majikannya pada pria itu. Yah siapa yang bisa menolak pesona pria bermata biru itu. Andai saja pria itu tidak kejam, semua pasti akan berbeda. "Akhirnya kau menemukannya."

Victoria mendongak padanya. "Apa maksudmu?"tanyanya tak mengerti.

"Kau telah menemukan calon pendampingmu, tuan putri."

"Oh tidak! Aku tak mungkin menikah dengan pria keji sepertinya!"seru Victoria nyaris histeris.

"Aku tahu. Tapi nasib ibu dan kakakmu ada di tanganmu. Jika kau menerimanya, kau bisa menyelamatkan nyawa mereka. Juga garis keturunan keluargamu, tuan putri. Mungkin kau bisa mengubah sikap pria itu."

Victoria memijat pelipisnya. "Haruskah aku menerima tawarannya...."gumamnya.

"Kau harus mempertimbangkannya. Tapi kita tak memiliki pilihan lain, tuan putri."

------

Menjelang siang Victoria terlonjak kaget ketika mendengar suara seseorang membuka kunci pintu ruang tidurnya. Victoria menutup dan meletakkan buku di meja kecil. Betty menghampirinya lalu mereka melihat ke arah pintu.

"Yang Mulia ingin menemuimu. Silakan ikuti aku!"ujar seorang prajurit. "Dan hanya sendiri. Pelayanmu tak perlu ikut!"

Ini saatnya, gumam Victoria dalam hati. Ia menoleh pada Betty yang mengangguk dan meremas tangannya. "Aku akan segera kembali."gumam Victoria.

Lalu Victoria berjalan keluar dengan beberapa prajurit yang menjaganya. Di lorong yang ia lewati, Victoria menyadari terdapat perubahan. Vas bunga yang biasa menghiasi di atas meja serta sudut ruangan kini tak ada. Lukisan yang tergantung di ganti. Istananya tetap sama, tapi terasa aura yang berbeda bagi Victoria.

Prajurit yang berjalan di depan Victoria mengarah ke ruang tahta. Di dalam ia melihat dekorasi ruangan juga di ganti. Tak ada lagi ciri khas kerajaannya. Membuat ia menyadari kini istananya telah dikuasai oleh James. Membuat hatinya terasa perih. Victoria berjalan melewati permadani merah hingga tiba di hadapan James. Pria itu duduk dengan jubah mewahnya. Ia melihat James memakai mahkota yang dulu dikenakan kakaknya. Dua orang pria yang ia lihat di taman beberapa waktu lalu kini duduk di sisi kiri dan kanan James.

"Beri hormat pada Yang Mulia!"perintah prajurit yang menjaga di belakang Victoria saat melihat sang putri hanya berdiri diam.

Victoria tidak mengikuti perintahnya. Ia terus berdiri menatap James.

"Membungkuklah!"pinta prajurit dengan suara lebih keras.

Victoria membalikkan badan dan menatap tajam pada sang prajurit. "Ini adalah istanaku. Kau tak berhak memerintahku. Apa kau lupa siapa aku? Aku adalah putri Victoria!"

"Kau...."ujar prajurit itu mengangkat tangan hendak menamparnya.

"Hentikan!"seru James. "Tak masalah jika dia tak mau. Tak lama lagi ia harus melakukan apapun perintah dariku."

Victoria menoleh kembali pada James. Menatapnya dengan dahi berkerut. "Apa maumu?!"

"Jawaban atas penawaranku."sahut James.

"Aku tak mau menikah dengan pria sepertimu! Kau telah menipuku!"

"Kau yakin? Apa kau sadar apa akibatnya jika menolak penawaranku?!"

"Aku tak takut mati!"

James terkekeh. "Baiklah. Mari kita lihat. Prajurit, bawakan mereka!"pintanya pada prajurit yang berdiri di dekat pintu.

Pria itu mengangguk lalu menghilang di balik pintu. Tak lama kemudian pintu terbuka. Memperlihatkan prajurit itu datang kembali bersama prajurit lainnya yang menyeret masuk dua orang.

"Victoria?!"kata Arthur terkejut melihat adiknya. Namun ia merasa lega melihat Victoria tampak baik saja.

Victoria membekap mulutnya. "Ibu! Kakak!"seru Victoria terkejut melihat mereka yang tampak pucat dan kurus. Pakaian mereka kumal dan kotor. Ia melirik pada James dan memakinya, "Apa yang kaulakukan pada mereka, pria bajingan?!!"

James tertawa. "Bukan seperti itu sikap seorang putri yang terhormat, Victoria. Apa yang terjadi pada ibu dan kakakmu? Inilah yang terjadi karena mereka adalah tahananku! Inilah yang mereka alami jika bermalam di penjara. Apa yang kau harapkan setelah mereka keluar dari penjara, hah?!!!"

"Apa maumu?!!!!"pekik Victoria berang.

"Jawaban atas penawaranku! Kau terima, maka mereka akan hidup terkurung di pengasingan tapi keadaan mereka akan lebih baik. Tapi jika kau menolak.....aku yakin kau tahu apa yang akan terjadi pada kalian semua."

"Jangan terima, Victoria. Ibu lebih baik mati daripada kau menikah dengannya!"teriak Milicent.

"Jangan dengarkan omongannya!"seru Arthur. "Ia hanya seorang pria bermulut besar!"

James mendelik pada Arthur. Wajahnya memerah karena marah. "Apa katamu?!"serunya dengan suara lantang dan memukul tepi kursi tahta. "Beraninya kau menghinaku!"

James menatap Arthur dengan bengis. Ia beranjak bangun. Menuruni tangga seraya mengibaskan jubah mewahnya. "Aku bermulut besar?! Kau meragukan keberanianku, hah?!"serunya mencengkeram kerah baju Arthur.

"Aku tak takut padamu!" sahut Arthur meludah padanya.

James menampar wajah Arthur hingga terjatuh. Ia mengusap wajahnya yang basah. "Akan kubuktikan kalau aku tidak bercanda!"

Victoria menatap dengan jantung berdebar ketika James menarik pedang dari sarungnya. "Tidak!"pekiknya melihat James menarik tubuh ibunya.

"Lihat ini, Arthur!"seru James mendekatkan mata pedang yang tajam pada leher Milicent dan mengirisnya.

"Jangan lukai ibuku!"seru Arthur.

"James, hentikan!"seru Charles.

James mengabaikan ucapan Charles. Amarah telah menguasai dirinya. "Kau telah meremehkan musuhmu yang sudah merebut kekuasaan kerajaan ini! Apa kau sadar? Kau sudah tak punya kuasa lagi di sini! Jaga sikapmu pada raja barumu!!"kata James seraya menekankan pedangnya. Darah mengalir dari luka di leher Milicent yang mengenyit menahan perih.

"Hentikan semua ini!"teriak Victoria. "Aku akan menerima penawaranmu! Aku akan menikah denganmu asalkan ibu dan kakakku tetap selamat!"

Arthur menoleh pada Victoria. "Jangan!"

"Victoria...."isak Milicent menggelengkan kepalanya.

James menatap Victoria lalu tertawa. Ia melepaskan Milicent. Membuat wanita itu terhuyung dan jatuh ke dalam pelukan Victoria yang bergegas menangkapnya.

"Ibu...oh ibu...kau berdarah...."isak Victoria.

Arthur merobek lengan baju untuk membalut luka di leher ibunya. "Ibu, maafkan aku."

Milicent menggeleng padanya lalu ia menoleh pada putrinya. "Victoria, tarik kembali ucapanmu." pinta Milicent. "Jangan menikah dengan musuhmu!"

"Apa kau tak mendengar? Victoria sudah memberikan jawabannya! Semua orang di sini menjadi saksi! Kau tak bisa menghindar!"kata James menuding pada Victoria dan Milicent. Ia terkekeh.

"Charles, segera siapkan segala keperluan untuk pernikahanku! Prajurit, bawa ibu dan lelaki tak berguna ini kembali ke penjara. Sementara Victoria kembali ke ruangannya! Dan kurung mereka!"

Beberapa prajurit maju. Sebagian membawa Milicent dan Arthur yang masih berpelukan dengan Victoria. Dan dua orang lainnya menarik Victoria. Sekali lagi mereka dijauhkan.

"Victoria!"panggil Milicent ketika ia di seret keluar ruang tahta.

"Ibu..."gumam Victoria menangis.

"Ayo jalan!"perintah prajurit.

Kali ini Victoria hanya diam saat prajurit menariknya pergi. Ia menoleh pada James sebelum keluar ruangan. Menatapnya dengan marah. "Aku benci padamu!!"

James tidak membalas ucapan Victoria. Mulutnya tersenyum miring. "Orang yang kaubenci, sebentar lagi akan menjadi suamimu, Victoria."




Tbc...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top