5
Victoria menatap sosok yang masuk ke dalam ruangannya. Dadanya berdebar sangat cepat. Ia bisa merasakan keringat dingin membasahi dahi. Ia melihat perisai dan pedang berada di tangan prajurit itu. Sebuah lambang tak dikenalnya tergambar di perisai.
"Oh putri....." isak Betty mencengkeram lengan Victoria.
"Siapa kalian?!"tanya Victoria memberanikan diri.
"Seharusnya aku yang bertanya padamu, lady!"
"Aku adalah putri kerajaan ini. Kalian tak berhak masuk menyerang istana ini dan memerintahku!" seru Victoria.
"Ah seorang putri yang cantik...."tukas sang ksatria seraya bersiul memandangi Victoria dari atas hingga bawah.
Victoria hanya berdiri diam sementara pria itu berjalan mengitarinya. Sementara prajurit lain berdiri dengan pedang di tangan. Ia merasa takut dan tegang, tapi Victoria tak ingin memperlihatkan ketakutannya. Victoria bisa dengan mudah membunuh ksatria serta anak buahnya. Ia mengutuk dirinya karena terlambat meraih pedang. Kenapa ia bisa melupakan senjatanya, makinya.
Victoria mendengar suara mendekat. Ia melihat prajurit menepi. Memberi jalan pada orang yang baru saja mendekat. Seorang pria dengan baju zirah berwarna emas berjalan di depan. Diikuti dua orang pria dengan baju zirah berwarna perak. Victoria menangkap noda darah pada baju zirah, dan paling banyak berada pada pedangnya. Meski pemberani, tapi hal itu cukup membuatnya takut.
Pria paling depan membuka helmnya. Victoria terkejut melihat mata biru miliknya. Juga wajahnya. Ia mengenali wajah itu. Pria yang ia bantu saat bertemu di hutan Cello. Mata Victoria melebar sementara pria itu menyeringai padanya.
"Kau?!"seru Victoria dengan suara gemetar dan rasa tak percaya. "Beraninya kau! Padahal aku sudah membantumu, dan kau menyerang kami?!!!" Victoria begitu berang hingga tanpa pikir panjang ia menerjang maju ke arah pria bermata biru itu.
Beberapa prajurit segera bergerak melindungi pria tersebut. Ksatria yang berada dekat Victoria mendekatkan pedang pada dadanya. Victoria pun terpaksa berhenti. Ia menatap dengan penuh benci.
"Hei tenanglah. Aku sama sekali tidak meminta bantuanmu. Kau sendiri yang menawarkannya. Apa kau lupa?!"
Victoria mengerang kesal. "Kau penipu! Pembohong!!! Aku benci dirimu!!!!" pekiknya.
James hanya tertawa. "Hari di mana kita bertemu, aku sedang meninjau wilayahmu, tuan putri. Aku melakukannya untuk hari ini. Hari di mana aku menguasai kerajaanmu."
"Kau tak akan berhasil! Kami memiliki banyak prajurit. Mereka akan segera menumpas dan menghukummu!"seru Victoria keras.
James kembali tertawa. Ia menyuruh anak buahnya untuk menurunkan senjatanya. "Percaya dirimu sangat besar. Sayang sekali, aku berhasil menangkap keluargamu. Dan prajuritmu? Mereka semua berhasil kami bunuh. Juga semua para tamu. Tak tersisa satupun, tuan putri."
Victoria tercengang. Mulutnya terbuka dan menutup karema shock dan bingung. "Kau...tak mungkin... Ini tak mungkin...semua tamu?!"
"Ya, tuan putri, semua tamu telah aku bunuh..."ujar James menyeringai licik.
Victoria menggelengkan kepala. Ia masih tak percaya. Semua tamunya yang tak tahu apa-apa telah menjadi korban kebrutalan James. Ia tak percaya James tega berbuat demikian. Pria baik dan ramah yang ia temui, yang sempat hadir dalam pikirannya ternyata seorang monster.
"K...kau sungguh keji...."gumam Victoria gemetar. James kembali hanya tertawa. "Di mana ibu dan kakakku?"
"Ah....aku nyaris melupakan keluarga manismu. Kau mau melihat mereka untuk terakhir kali?!"
"Apa maksudmu? Apa yang kau rencanakan, pria bajingan?!!!"
"Bawa dia!" perintah James.
Empat orang prajurit mendekat. Dua orang menarik Betty yang sudah pucat pasi, sementara dua lainnya menarik sang putri.
"Lepaskan!! Aku bisa jalan sendiri!" seru Victoria.
Prajurit di kanannya menampar sisi wajah Victoria hingga nyaris terjatuh kalau saja tak di tahan oleh prajurit lainnya. Victoria mendongak dan menatap marah pada prajurit yang menamparnya. Ia memegang pipinya yang berdenyut sakit. Victoria melihat sarung pedang tersampir di pinggang prajurit. Lalu dengan gerakan cepat ia merebut pedang dari sarung dan menusuk dada sang prajurit yang langsung terjatuh dengan darah menetes membasahi lantai.
James terkejut dengan tindakan Victoria. Ia tak mengira Victoria bisa menggunakan pedang. James mengeluarkan pedangnya, juga anak buahnya. "Lepaskan pedangmu!" teriaknya.
Victoria mengarahkan pedang pada mereka. Ia tahu tak akan bisa melawan mereka. Jumlah mereka lebih banyak. Tapi ia tak mau menyerah begitu saja. Tangannya tetap memegang pedang. Memasang posisi bersiap seraya menatap musuh di sekelilingnya.
James mendekati prajurit yang memegang Betty. Merebut pelayan itu dan mendekatkan pedang pada lehernya. "Jatuhkan pedangmu atau aku akan menghabisi nyawanya!"
"J...ja...jangan...."pinta Betty terisak ketakutan.
"Kau...." gumam Victoria. Dengan frustasi, ia melempar pedangnya. Ia tak mungkin membiarkan Betty di bunuh oleh pria jahat itu.
"Bagus!" ujar James menyerahkan Betty pada anak buahnya. "Jaga putri ini!"
Victoria pasrah saat ia di seret keluar ruangan. Ia baru menyadari dua orang yang masuk bersama James telah membuka topengnya. Wajah mereka bertiga begitu mirip. Victoria menduga mereka kakak beradik. Tapi wajah mereka berdua tampak lebih bersahabat di bandingkan James.
Victoria tersentak ketika ia di dorong dari belakang. Ia kembali berjalan hingga menuruni tangga. Victoria membelalakkan mata melihat keadaan di luar yang kacau. Darah membasahi nyaris setiap sudut istana. Juga menodai dinding. Mayat para tamu atau pelayan terbaring di segala tempat. Begitu pula dengan nasib prajuritnya yang tak siap dengan penyerangan ini. Tercium aroma amis darah bercampur api. Victoria tak kuasa melihat semua itu, tapi ia tak bisa berjalan sambil menutup mata.
James membawa dirinya menuju ruang tahta. Di sana, ia melihat ibu dan kakaknya berlutut. Empat orang prajurit berjaga di belakang mereka.
"Ibu!!!"seru Victoria berlari ke arah ibunya.
"Victoria?!"seru Arthur. Ia merasa lega karena adiknya baik saja.
"Oh anakku, Victoria...."sahut Milicent berdiri dan memeluk anaknya. Ia mengecup kening Victoria dengan air mata berlinang.
"Ibu....kau baik saja?"tanya Victoria menatap ibunya apakah terluka atau tidak.
"Ibu baik saja. Tapi kau...."gumam Milicent melihat noda darah di lehernya. "Kau terluka?"
"Oh tidak, bu...aku...aku membunuh musuhku..."
"Apa?!"seru Arthur tak percaya. "Kau sungguh berani."
"Baik, cukup sudah pertemuan manis kalian!"tukas James yang sudah duduk di kursi tahta.
Victoria mendongak dan menatapnya dengan berang. Beraninya ia duduk di sana, makinya dalam hati. Ia berdiri bersama Milicent, Arthur dan Betty. Victoria merangkul Betty yang masih gemetar ketakutan.
"Apa maumu?!"seru Arthur berang.
"Apa mauku? Seharusnya kau sudah tahu kenapa aku menyerang wilayahmu."ujar James menyeringai licik pada keluarga kerajaan selatan. Ia merasa puas melihat mereka tak berdaya.
"Bebaskan ibu dan adikku."pinta Arthur. Ia memang bukan pria bodoh. Arthur tahu apa yang akan terjadi jika suatu kerajaan di serang. Pemberontak tak hanya merebut tahta dan kekuasaan. Mereka akan mengambil harta. Membunuh semua anggota kerajaan. Dan Arthur tak ingin terjadi sesuatu pada Victoria serta ibunya. Ia rela mati demi keselamatan keluarganya.
"Tak semudah itu."tukas James. Ia menatap satu per satu pada Victoria, Milicent dan Arthur. Lalu matanya kembali tertuju pada sang putri. Mulutnya tersenyum miring.
"Aku mempunyai pilihan bagi kalian."ujar James sambil masih menatap Victoria. "Hidup mati kalian tergantung pada Victoria."
Victoria terkejut. Ia menatap James tak mengerti. "Apa maksudmu?"
"Jika kau ingin mereka tetap hidup, kau harus menikah denganku. Ibu dan kakakmu akan hidup di pengasingan. Tapi jika kau menolak menikah denganku, aku yakin kau tahu apa yang akan terjadi pada nasib kalian."
"Apa?!"seru Victoria tak percaya.
"Bajingan! Aku tak akan membiarkan kau menikah dengan adikku! Aku lebih baik mati daripada adikku menikah dengan pria brengsek sepertimu!!!"seru Arthur berang.
"Victoria, jangan, jangan terima penawarannya..."pinta Milicent panik seraya menguncang lengan Victoria.
Victoria menatap pada Ibu dan Arthur. Ia tak tahu harus menjawab apa. Ia ingin menyelamatkan keluarganya, tapi tidak dengan cara ini. Ia tak mau menikah dengan pria yang sudah menghancurkan hidupnya. Saat batin Victoria berkecamuk, pintu terbuka dengan suara keras. Mengagetkan semua orang di dalam. Terdengar suara orang berteriak marah.
"Lepaskan aku!!"
James melihat ke arah pintu. Dua orang anak buahnya sedang menyeret seorang pria dengan pakaian mewah. Pria itu terus berusaha melawan meski wajahnya penuh memar dan berdarah.
"Oh...Andrew...."gumam Victoria membekap mulutnya.
Andrew menyadari kehadiran Victoria bersama keluarganya. "Victoria.... Yang Mulia...kalian selamat...."
"Apa yang terjadi?" tanya James dengan suara keras ketika anak buahnya sudah berdiri dekat dengannya.
"Kami menemukan pria ini bersembunyi."
"Kulihat kalian kenal dengan pria ini."gumam James pada Victoria dan Milicent.
"Dia temanku. Bebaskan dia!"pinta Victoria.
James tertawa keras membuat Victoria dan lainnya heran. Lalu ia berhenti dan beranjak bangun. Menuruni tangga dengan senyum miring. "Membebaskan dirinya tanpa membiarkan aku bersenang-senang?!"
Victoria menatap dengan dahi berkerut. "Dia tidak tahu apapun. Kau hanya menginginkan kami bukan?!"
"Ya. Aku memang mengincar kalian."
"Kalau begitu bebaskan Andrew!"pinta Victoria.
James berdiri di depan Victoria. Menatap dengan wajah dingin. "Sesuai keinginanmu, tuan putri."
Victoria merasa tak percaya dengan apa yang ia dengar. Awalnya ia takut James akan tetap membunuh Andrew. Tapi James mengatakan akan membebaskannya. Setidaknya James masih memiliki kebaikan, batinnya. Dan ia bisa bernapas lega.
James melangkah mendekati Andrew. Mengangkat tangan pada anak buahnya untuk melepaskan Andrew. James memandangi Andrew. "Kau mengenal Victoria?"
"Kami berteman."sahut Andrew.
James menganggukkan kepala. Ia mendekatkan kepala dan berbisik padanya. "Tapi aku tak menyukai pertemanan kalian. Victoria adalah milikku."
"Apa maksudmu?!"
James menyeringai. "Saatnya kau bertemu dengan penciptamu."ujar James mencabut pisau kecil dan menebas leher Andrew. Darah mengucur deras menciprati wajah James. Andrew langsung terjatuh dan tak bernapas. Darah membasahi lantai dan baju James. James menatap tubuh Andrew
Victoria, Betty dan Milicent terpekik kaget.
"Kenapa kau membunuhnya?!" pekik Victoria melihat James yang tampak biasa saja setelah membunuh Andrew.
"Aku melakukan sesuai keinginanmu. Membebaskannya dari dunia yang kejam ini."
Badan Victoria gemetar karena amarah dan shock. "Ka...kau gila..."gumamnya. "Kau sungguh gila!!!"
"Bawa mayat ini dan bakar bersama mayat lainnya!" seru James pada prajuritnya. "Bawa dan sekap raja serta ibunya di penjara istana. Sedangkan putri ini, kurung dia di kamarnya! Juga pelayannya!"
"Tidak!" tukas Victoria memeluk ibunya. "Ibu...oh ibu...."
"Putriku...."isak Milicent. "Jangan menikah dengan pria itu! Ibu memilih mati daripada kau menikah dengannya!"
"Ibu benar! Tolak tawarannya, Victoria!"seru Arthur.
Beberapa prajurit mendekat dan menarik Milicent serta Arthur. Memisahkan secara paksa dari genggaman Victoria yang terus berteriak. Dua orang prajurit menyeret Victoria menjauh dan keluar ruangan. Membawa ke ruang tidurnya.
"Aku akan balas dendam padamu, pria bajingan! Kau pasti akan mendapatkan balasannya nanti!"seru Arthur sebelum ia di seret keluar.
James hanya tertawa mendengar perkataan Arthur. Ia menatap pintu yang sudah tertutup dan masih terdengar teriakan mereka bertiga di luar. James kembali duduk seraya menarik napas dan bersandar di kursi tahtanya. Mengusap detail rumit di bagian tangan kursi.
"Sebenarnya apa yang kau rencanakan?!"tanya Charles. "Kukira kau akan menghabisi mereka semua agar kau bisa menduduki kerajaan ini dengan aman."
"Aku ingin menikah dengan putri Victoria. Aku menginginkan dia sebagai ratuku."
"Kau yakin?!"
"Tentu saja. Jika tidak, aku sudah membunuh mereka semua sejak tadi, adikku."
Tbc.....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top