18
Tiga hari sudah berlalu sejak kunjungan ke desa Bellamy. Selama tiga hari itu pula Victoria tidak bertemu dengan James. Ia merasa lega karena tidak perlu berhadapan dengan suaminya yang kini terasa asing baginya. Ia merasa tidak mengenal sosok James. Hatinya begitu dingin dan kejam. Peristiwa Isadora cukup untuk membuatnya shock.
Setiap malam Victoria mengalami sulit untuk tidur. Kalaupun ia tertidur, ia akan mimpi buruk yang membuatnya terbangun dengan menangis dan keringat dingin. Bayangan Isadora yang menangis dengan luka berdarah terus berputar dalam kepalanya.
Malam ini, karena ia takut mimpi buruk lagi, Victoria memutuskan untuk duduk di tepi jendela. Menatap langit malam dengan bintang. Ia mendesah. Badannya terasa lelah. Tapi ia terlalu takut untuk tidur. Takut mimpi itu akan datang lagi.
Victoria tak tahu ke mana James. Saat makan pun sosoknya tak hadir di ruang makan. Victoria tak peduli. Ia masih merasa tak sanggup menatap wajah suaminya setelah kejadian itu. Belum pernah ia melihat James yang begitu marah dan kejam. Ia masih tak mengerti mengapa James bisa membenci tindakan Isadora. Bukankah perbuatan seperti itu sudah banyak terjadi?! Apa yang menyebabkan James membuat peraturan seperti itu?!
Victoria kembali menarik napas. Ia memutuskan untuk keluar mencari udara segar. Diambilnya jubah dan memakainya lalu keluar dari ruang tidurnya. Kakinya melangkah melewati lorong remang. Meski jendela tertutup rapat tapi ia masih bisa merasakan angin dingin yang berhembus melalui sela jendela. Tangannya merapatkan jubah.
Victoria tiba di taman. Aroma rumput dan bunga menyambut dirinya. Suara gemerisik gaun menyentuh tanah dan rumput menemaninya. Victoria berdiri diam dan menatap ke atas. Matanya melihat kembali bangunan tinggi yang penuh misteri. Menara tua yang sempat membuatnya penasaran. Bangunan itu terlihat menyeramkan di malam yang gelap dengan sinar bulan yang remang. Napas Victoria tertahan dan matanya membulat ketika ia melihat cahaya dari balik jendela. Cahaya itu memang tak terlalu terang tapi cukup untuk menarik perhatiannya.
Dahinya berkerut. Siapa yang berada di dalam sana, tanyanya. Kejadian Isadora membuatnya lupa akan menara di hadapannya. Dan kini rasa penasarannya kembali bangkit. Ia melirik ke sekelilingnya. Sunyi dan sepi. Tak terlihat sosok seseorang. Victoria kembali mendongak ke atas.
Perlahan ia mendekat ke arah menara. Dalam keadaan gelap ia meraba dan berhasil menemukan pintu. Diraihnya kenop pintu lalu membukanya. Aroma apek kembali menyerang hidungnya dan ia mengenyit. Kaki Victoria melangkah masuk ke dalam menara. Suara derit pintu kembali terdengar saat ia menutup pintu. Victoria berdiri diam mendengar keadaan di luar menara apakah akan ada prajurit yang menyusulnya seperti saat pertama ia kemari. Tapi tak terdengar suara apapun dan tak ada sosok yang mendatangi dirinya.
Victoria bersyukur malam itu tak terlalu gelap. Sinar bulan bersinar cukup terang. Dinding menara yang berlubang memberi akses cahay masuk. Meski remang, Victoria bisa melihat tangga batu melingkar naik ke atas. Ia mendekat dan mulai menaiki tangga. Aroma yang tak sedap dan cahaya minim cukup membuatnya tak nyaman. Tapi rasa penasarannya lebih kuat.
Beberapa menit kemudian Victoria berhasil mencapai ujung tangga. Ia bisa mendengar suara hembusan angin. Matanya menyipit melihat sebuah pintu besar di depannya. Dan ada seleret cahaya dari bagian bawah pintu, yang membuktikan bahwa ada orang di dalamnya. Perlahan Victoria mendekat. Jantungnya berdebar sangat kencang. Tangannya mengepal karena gugup.
Victoria sudah berdiri di depan pintu. Ia tak tahu apakah pintu ini terkunci atau tidak. Dan ia tak mungkin mengetuk atau membukanya, mengingat menara ini dilarang di dekati oleh siapapun. Ia melihat terdapat lubang kunci di pintu itu. Victoria berlutut dan mengintip dari lubang tersebut. Dengan cahaya remang ia bisa melihat sebuah tempat tidur bersprei putih berada di dalam. Sebuah meja kayu sederhana terletak di samping tempat tidur. Dan ada sebuah teko serta gelas di atas meja itu. Jantungnya berdetak kencang mendengar suara lirih dari dalam. Suara seorang wanita.
Siapa dia? Siapa yang tinggal di dalam menara ini?! Jantungnya berdebar semakin tak karuan saat melihat sosok itu lewat dan duduk di atas tempat tidur. Seorang wanita bergaun coklat. Ia melihat wanita itu sudah berusia lanjut. Meski begitu, Victoria yakin wanita di dalam bukan wanita biasa. Terlihat dari cara melangkahnya yang anggun serta cara duduknya yang tegap. Ia bukan wanita kalangan biasa, bisiknya. Siapa dia, tanyanya lagi.
Victoria terus menebak-nebak siapa wanita itu hingga tanpa sadar kuku jarinya mengores pintu kayu, menimbulkan suara deritan. Ia menahan napas kaget melihat wanita itu refleks menoleh ke arah pintu. Victoria menunduk dan menggeser menjauh ke samping pintu saat melihat wanita itu beranjak bangun dan mendekati pintu.
Victoria bisa mendengar suara langkah kaki mendekati pintu dan berhenti. Ia menduga wanita itu berdiri di balik pintu. Jantung Victoria serasa berhenti berdetak ketika mendengar suara kenop pintu di putar dari bagian dalam ruangan menara. Tapi pintu tak terbuka. Ia kembali bernapas lega karena pintu itu terkunci. Tapi tetap saja penasaran siapa sosok yang berada di ruangan itu, dalam keadaan terkunci.
------
"Yang Mulia..."
"Yang Mulia Ratu Victoria!"
"A...apa?!" sahut Victoria tersentak kaget.
"Ada apa denganmu?"tanya Betty dari balik punggung menatap wajah majikannya di cermin. Raut wajah Victoria tampak pucat dan melamun sejak tadi. "Kau sudah siap untuk turun sarapan."
Victoria mengangkat alis seraya menatap bayangan dirinya di cermin. Ia begitu larut dalam lamunannya hingga tanpa sadar Betty sudah selesai menata rambutnya. "Baiklah...." sahutnya datar.
Betty memandang Victoria dengan heran. Sejak pertama masuk, ia sudah merasa sikapnya yang aneh. Bayangan gelap menghiasi bawah mata Victoria menandakan sang ratu kurang tidur. Ia sudah mendengar kejadian di desa Bellamy dan menduga itulah yang menyebabkan perubahan Victoria. Betty juga menyadari Victoria tak bertemu dengan suaminya sejak kepulangan dari kunjungan desa itu. "Apa kau baik saja? Bagaimana jika aku meminta pelayan membawakan sarapanmu kemari?!"
"Tidak perlu, aku akan turun." tukas Victoria sambil beranjak bangun dan melangkah keluar ruangan.
Setelah berada di luar, Victoria menarik napas. Kepalanya terasa pening karena kurang rehat selama beberapa hari. Ia berpikir mengenai James dan menara aneh itu tadi malam. Ia juga tak berani tidur karena takut mimpi buruk lagi. Ia terus memikirkan kehidupan pernikahannya. Betapa kini ia merasa James telah berubah. Berbeda dengan saat pertemuan pertama mereka di hutan Cello. Apakah saat itu James memang sengaja bersandiwara di depannya?!
Victoria terlalu larut dalam renungannya hingga tak melihat ke arah depan dan menabrak sesuatu yang keras. Ia terpekik kaget. Nyaris jatuh ketika sebuah tangan memeluk pinggangnya. Victoria menoleh dan mendapati wajah sosok yang selama ini ia hindari. Dadanya berdebar cepat.
"Kau baik saja?"
Victoria berdehem gugup seraya menegakkan tubuhnya. "Ya, terima kasih...."
Ke dua orang itu diam dengan suasana canggung. Diam-diam Victoria melirik James yang masih sama seperti sebelumnya. Dingin dan kaku. Namun wajahnya tampak sedikit lelah. Sama seperti dirinya, terdapat bayangan gelap di bawah mata James.
"Kau mau pergi ke ruang makan bukan?!"
Victoria mengangguk. Alisnya terangkat saat James mengulurkan tangan padanya. Dengan perlahan ia menerima tangan James. Victoria merasa canggung dengan kesunyian yang menemani perjalanan mereka menuju ruang makan. Ia berharap James membuka percakapan lebih dulu, tapi suaminya hanya diam mwmbi
"Kau baik saja?"
Victoria menoleh kaget. "Hmm...ya...aku baik saja...."sahutnya. Mereka pun kembali terdiam. Ia merasa lega ketika akhirnya tiba di ruang makan.
Di dalam sudah ada Simon dan Charles. Ke dua pria itu menoleh saat pintu terbuka. "Selamat pagi!" sapa mereka berdua nyaris bersamaan.
Victoria tersenyum kecil dan membalas, "Selamat pagi."
"Apa kau baik saja, Victoria?! Kau terlihat pucat." ujar Charles.
"Aku baik saja. Terima kasih, Charles."
Charles menoleh pada Simon yang membalas tatapannya. Mereka tahu Victoria pasti masih shock dengan kejadian di desa Bellamy. Sejak kepulangan mereka, Charles tahu James menghindar dari Victoria. Dan saat ini, melihat kakaknya bersama Victoria, cukup membuat terkejut. Mereka juga bisa melihat sikap James dan Victoria yang tampak canggung.
Sarapan berlangsung dengan kesunyian. Hanya terdengar suara denting alat makan bersentuhan dengan piring. Tak ada percakapan, dan tak ada yang berani memulai lebih dulu. Beberapa kali Charles melirik James dan Victoria. Pasangan suami istri itu tampak fokus dengan santapannya di meja, seakan makanan itu hal yang sangat menarik. Tanpa sadar Charles mendengus menahan tawa melihat kakak dan istrinya tampak seperti anak kecil yang sedang bermusuhan.
Charles berdehem gugup melihat James menatap tajam padanya. "Maaf, aku sedikit tersedak...." gumamnya. Ia tak berani banyak berbicara. Ia tahu James masih menyimpan kekesalannya dengan kejadian di desa itu. Ia tahu kenangan buruk itu pasti hadir kembali dalam ingatan James. Ia juga tahu James kembali mengalami mimpi buruk. Membuatnya menghindar dari Victoria.
Mereka kembali diam dan melanjutkan sarapan hingga selesai. Victoria menarik napas lega dan bersandar di bangku ketika ke tiga pria itu sudah berlalu pergi dari ruang makan. Sarapan pagi ini sungguh mencekam baginya. Ia masih tak sanggup menghadapi James. Tidak setelah melihat kekejaman suaminya. Hatinya masih tak siap. Ia masih tak bisa menerima perbuatan kejinya.
Victoria menggelengkan kepala ketika bayangan Isadora yang penuh luka kembali melintas dalam kepalanya. Bagaimana wanita itu meringis kesakitan setiap cambuk menyentuh tubuhnya. Victoria seakan masih bisa mendengar jerit kesakitan Isadora. Victoria beranjak dari bangku secara mendadak, menyebabkan bangku terjatuh dan menimbulkan suara yang keras. Dengan wajah pucat ia bergegas keluar.
Victoria merasa memerlukan pengalihan dari semua mimpi buruk ini. Ia nyaris berlari saat melintasi lorong istana. Pandangan matanya buram karena air mata. Ia terus melangkah tanpa arah dan berhenti untuk mengatur napas. Victoria mengamati sekitar dan terkejut bahwa kini sudah berada di dekat menara. Ia tak mengerti mengapa bisa tiba di sini. Perlahan Victoria mendongak ke arah menara. Tak ada cahaya dari balik jendela. Tapi Victoria tahu di dalam sana ada seseorang.
Victoria mendekati sebatang pohon tak jauh dari menara dan duduk di bawahnya. Tak peduli dengan tanah yang akan mengotori gaun mewahnya. Ia bersandar. Merasakan angin sepoi membelai wajahnya. Perlahan ia mulai tenang. Victoria duduk sambil menatap langit biru di atas. Ia memejamkan mata. Mendengarkan suara angin berhembus dan menggoyangkan rumput serta daun di pohon. Suara yang menenangkan, bisiknya tersenyum, sambil mengingat saat ia masih berada di istananya dulu.
Rasa rindu melanda hatinya. Victoria ingin sekali bertemu dengan ibu dan kakaknya. Apa kabar mereka kini? Apa ibu sehat? Apa Arthur masih marah padanya? Victoria rindu dengan percakapan mereka berdua. Andai saja bisa, ia ingin pergi mengunjungi mereka.
"Victoria?"
Victoria membuka mata dengan kaget. Saat itu pandangan matanya masih terarah ke atas. Menatap langsung ke jendela menara ketika matanya terbuka. Dan napasnya tertahan melihat bayangan di jendela itu. Meski tak jelas, tapi ia bisa melihat siluet seorang wanita yang memakai gaun dan rambutnya di sanggul.
"Victoria?!"
Victoria menoleh. "Simon?!"ujarnya lalu kembali menatap ke jendela. Tak terlihat sosok itu lagi. Victoria merasa bingung. Apa ia salah melihat? Ataukah ia hanya berkhayal?!
"Kau sedang apa?"tanya Simon melihat wanita itu duduk dan memandang ke atas dengan wajah kaget. Ia ikut melihat ke atas, tapi tak ada apapun selain menara itu. Sejenak matanya memandangi menara dengan sendu.
Victoria kembali menatap Simon. "Aku hanya duduk di sini."
"Sangat aneh melihat seorang ratu duduk di tanah." ujar Simon meringis.
Victoria tertawa. "Aku mungkin tak seperti wanita lain yang enggan mengotori gaun serta tangannya."
Simon tersenyum. "Kau wanita yang unik."
"Apa kau mau duduk di sini?"
"Kau tak keberatan?!"
"Tentu saja tidak. Kau adik iparku."
Simon meringis. Ia mendaratkan bokongnya di tanah dekat Victoria. Tangannya meraih ranting pohon yang jatuh dan memainkannya.
"Kukira kau sedang mengadakan pertemuan dengan James."
"Ya, tadinya. Tapi sekarang bagianku sudah selesai. Kakakku masih berbicara dengan dewan."
"Oh...."
"Apa kau memang sering duduk di sini?" tanya Simon.
"Tidak juga. Baru dua kali aku kemari, dan entah kenapa kakiku selalu berakhir di menara ini. Seperti ada magnet yang menarikku kemari."
Simon menatap Victoria dengan mata melebar. Wajahnya tampak kaget. Matanya mengarah ke menara. Pandangan matanya berubah menjadi sendu melihat ke arah jendela.
"Sebenarnya ada apa dengan James?" tanya Victoria.
Simon tersentak dan menoleh kembali pada wanita itu. Matanya mengerjap. "Apa kau menanyakan perihal kejadian di desa Bellamy kemarin?"
Victoria mengangguk seraya bergumam, "Ya."
Simon menarik napas mengingat kejadian kemarin. "Reaksi kakakku memang berlebihan. Semua itu ada penyebabnya."gumamnya mendongak ke atas dan kembali memandangi menara. "Ceritanya cukup panjang."
"Aku memiliki banyak waktu untuk mendengar. Kau tahu aku tidak sesibuk kalian."ujar Victoria terkekeh.
Simon ikut tertawa. "Semua karena ibuku."gumamnya masih menatap ke menara. Membuat Victoria penasaran dan ikut melihat ke atas, mengira pria itu melihat sesuatu, tapi tak adapun selain bangunan batu itu.
Simon menghela napas dan akhirnya mulai menceritakan kisah hidup mereka dulu. Bagaimana ia dulu sangat bahagia bersama ayah dan ibunya, Raja Henry dan Ratu Arabella. Suatu hari wilayah mereka mengalami gangguan dari sekelompok pemberontak. Henry sebagai raja pun pergi untuk melawan kelompok itu dan berakhir dengan kehilangan nyawa. Di saat genting, Raja Francis dari kerajaan Utara, yang menaruh hati pada Arabella, menawarkan kerjasama dengan syarat Arabella menikah dengannya. Keadaan memaksa Arabella menerima lamaran Francis. Arabella mencemaskan keselamatan ke tiga putranya. Ia takut Francis akan membunuh mereka. Maka Arabella mengirim ke tiga anaknya ke istana Raja Frederick. Sementara Arabella pergi ke istana Francis dan menikah. Sejak itu Arabella putus hubungan dengan mereka.
"Jadi karena itu....James trauma...." gumam Victoria menatap Simon.
Simon mengangguk. "Ya." sahutnya lirih.
"Apa kalian tak bertemu kembali?"
Simon mempertimbangkan apakah sebaiknya ia menceritakan hingga berakhirnya hidup Arabella di menara pengasingan yang berada di depan mereka. Jika Victoria tahu....dan kalau sampai terdengar oleh James.....
"Yang Mulia Pangeran Simon."
Simon dan Victoria terlonjak kaget. Mereka menoleh. Terlihat seorang prajurit menunduk hormat pada mereka.
"Ada apa?" tanya Simon.
"Yang Mulia Raja meminta anda datang menemuinya di ruang kerja."
"Baiklah. Aku akan segera ke sana."ujar Simon. Ia menoleh pada Victoria. "Aku pergi dulu."
"Baiklah."sahut Victoria mengangguk saat Simon bangun dan segera melangkah menuju istana.
Victoria masih duduk di sana. Memikirkan cerita yang disampaikan oleh Simon tadi. Ternyata James mengalami masa kecil yang suram. Harus hidup sendiri tanpa ibunya dan berjuang demi ke dua adiknya. Tapi ia merasa penasaran, bagaimana kabar ibunya kini?! Apa Ratu Arabella masih hidup? Apa mereka sempat bertemu kembali?!
Victoria tak tahu bahwa sejak tadi ada sepasang mata menatap mereka. Memperhatikan dengan tangan meremas tepi tirai jendela. Andai saat ini Victoria kembali mendongak ke atas, pasti ia akan bertatapan dengan manik hijau lembut itu. Victoria beranjak bangun, mengibaskan gaun bagian belakang dan melangkah pergi.
"Siapa kau sebenarnya?"bisik sosok yang melihat dari balik jendela menara, terus memandangi Victoria berjalan sampai hilang.
Tbc....
Yg pngn tau masa lalu James kecil bisa baca the exileed queen ya....kalo yg udah baca sih kyknya msh ingat.... Aku sndr mlh lupa knp dulu James di tinggal Arabella ya?! Hahaha....parah y aku....cerita sndr smp lupa Hehehehe...
Maaf kl lama krn aku hrs urus anak & rumah. Bikin cerita pun disempet2in smbl curi2 waktu, itu jg kl lg ide n mood lancar
Semoga bs menghibur kalian di masa stay at home ini ya dan semoga pandemi ini segera berlalu....amin...
Jaga kesehatan selalu ya all....
Happy reading y
See u at next part...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top