16
Hari sudah malam ketika James masuk ke dalam ruang tidurnya. Ia mengenyit mencium aroma harum yang lembut. Saat itu ia baru teringat kini ia harus berbagi kamarnya dengan istrinya, Victoria. James meninggalkan Victoria sejak tiba di istananya. Ia kembali menyibukkan diri dengan pekerjaannya tapi sudah memastikan agar kebutuhan Victoria terpenuhi.
James bisa mendengar suara napas Victoria yang teratur. Pertanda wanita itu sudah tertidur lelap. Perlahan ia melangkah mendekat. Mulutnya tersenyum kecil menyadari kini kamarnya dihiasi beberapa barang wanita. Ia berdiri di sisi tempat tidur. Menatap Victoria berbaring miring seperti anak kecil. Victoria tampak cantik saat tidur.
James terus menatapnya. Perlahan ia mendekatkan tangan. Menyentuh wajah Victoria yang halus.
James bersimpuh perlahan. Ia mengulurkan tangan. Menyentuh dan mengusap sisi wajah Victoria yang halus. "Kau cantik, Victoria." gumamnya seraya menyingkirkan rambut yang menutupi wajahnya.
"Apa kau tahu? Kau membuatku bingung. Aku bingung dengan perasaanku. Kau sudah menarik perhatianku sejak pertama bertemu. Saat itu aku berpikir harus memilikimu meski kau hanya gadis desa biasa. Aku tak tahu apakah aku mencintaimu atau terobsesi padamu..."bisik James.
Ia mengeluarkan suara tawa pelan sambil mengusap wajahnya. "Dan aku berhasil memilikimu....kau menikah denganku...aku tak tahu apakah bisa menjadi suami yang baik bagimu....aku tak tahu....aku takut kejadian dulu terulang lagi...."bisiknya. Perlahan nada suaranya berubah menjadi geram. Seakan ia menahan marah.
"Jika kelak kita memiliki anak, kau harus menjadi ibu yang baik. Menjaga dan mendampinginya...jangan seperti dia...." desis James.
Rasa sesak memenuhi dadanya. Kenangan buruk masa kecil dulu kembali berputar dalam ingatan pria itu. James masih belum dapat melupakannya. Ia masih tak bisa mengenyahkan semua ingatan itu. Ia melepaskan tangan Victoria lalu mengepal erat tangannya. James, meski dari luar terlihat dingin dan kuat, sebenarnya ia menyimpan kesedihan dalam dirinya. Sosoknya yang rapuh tersembunyi di balik sikap keras.
James mengusap matanya yang basah. Tanpa sadar ia kembali menitikkan air mata. Dan hal itu membuatnya kesal. James beranjak berdiri dari sisi pembaringan Victoria. Kakinya melangkah keluar pintu. Membiarkan pintu di belakangnya tertutup dengan suara keras. Ia terus berjalan melewati lorong remang. Derap kakinya bergema di lorong sunyi itu.
James terus berjalan tanpa arah hingga tiba di luar istana. Angin malam yang dingin menyambut dirinya. Lalu kembali melangkah. Tidak peduli dengan udara dingin di luar serta gelapnya malam. Ia sudah sangat mengenal setiap sudut istana ini. Beberapa saat kemudian Ia berhenti sambil mengatur napas.
James mendongak dan tertawa miris. Sekali lagi, seperti biasa jika ia merasa sesak dan berjalan tanpa arah, dirinya pasti melangkah ke tempat yang sama. Ke menara yang terletak di belakang istana kerajaan utara. Matanya melihat ke arah jendela. Gelap. Ia yakin orang di dalam sana sedang tertidur. Tak menyadari akan kehadiran dirinya.
"Kenapa kau berbuat begitu pada kami dulu? Apa kau memang tak punya hati?" gumam James dengan nada penuh kepedihan.
"Apa kau tak tahu aku selalu merindukanmu? Selalu menunggu kau datang. Berharap kau datang...." lirih James.
"Tapi kau tak pernah datang. Kau melupakan kami. Kau sungguh tak punya hati...." geramnya.
James mengerang penuh amarah seraya berlutut dan memukul tanah dengan tangan. Melampiaskan segala rasa marah dan kecewanya. Bagaimana pun ia sama seperti manusia lainnya. Kehilangan sosok yang paling penting baginya membuat pria itu berubah. Tangguh di luar namun rapuh di dalam.
------
Victoria terbangun ketika mendengar suara kicauan burung. Ia melihat tempatnya yang asing. Tersadar bahwa kini ia sudah berada di tempat baru. Tempat tinggal James. Victoria melihat ke sisi lain tempat tidur. Kosong. Tak ada James. Tangannya terulur memegang bantal suaminya. Terasa dingin. Menandakan pria itu tidak tidur bersamanya.
Lalu ke mana James?! Apa ia tidak tidur? Ataukah ia masih marah padaku dan tidur di ruangan lain?!
Victoria terlonjak kaget sadar dari lamunannya ketika terdengar suara ketukan pintu. "Masuklah."sahutnya.
Pintu terbuka menampakkan sosok pelayannya, Betty. "Selamat pagi!"
Victoria tersenyum. "Selamat pagi, Betty!"
"Bagaimana tadi malam? Apa tidurmu nyenyak?"
"Ya, Betty. Bagaimana denganmu? Kuharap kau mendapat ruang tidur yang nyaman."
Betty tersenyum. "Yang Mulia tidak perlu cemas. Mereka menyediakan kamar yang sangat nyaman bagiku."ujarnya.
"Syukurlah."
"Aku akan menyiapkan air mandi untuk Yang Mulia."tukas Betty. Victoria mengangguk padanya. Betty pun melangkah ke ruang sebelah yang berfungsi sebagai tempat mandi majikannya. Ia mengisi bak mandi dengan air.
Sambil menunggu, Betty melangkah ke lemari. Terkesima melihat kemewahan gaun di dalamnya. Pelayan itu kemudian teringat bahwa kini Victoria sudah menjadi seorang Ratu. Tentu saja gaun yang ia pakai harus yang terbaik dan terbagus.
Setelah memilih sebuah gaun dan menaruh di tempat tidur, Betty membantu Victoria membersihkan diri. Setelah selesai, Betty memakaikan gaun dan merias wajah serta rambutnya.
"Anda sudah selesai, Yang Mulia. Anda terlihat sangat anggun."ujar Betty menatap Victoria seraya tersenyum puas.
Victoria berdiri. Melihat pantulan dirinya di cermin. Betty memilih gaun berwarna hijau lembut yang membuat kulit putihnya semakin berkilau. Rambutnya di sanggul sederhana dengan hiasan bunga kecil. Dan sebuah mahkota kecil tersemat di kepalanya. "Terima kasih, Betty."
"Sudah menjadi tugasku, Yang Mulia."
"Tapi...mahkota ini sungguh berat. Ukurannya kecil tapi membebani kepalaku..." keluh Victoria.
Betty tersenyum. "Anda pasti akan terbiasa."
"Ya kuharap demikian." sahut Victoria menarik napas.
"Sudah waktunya sarapan. Aku akan mengantar anda ke ruang makan istana."
Victoria mengangguk. Mereka pun berjalan berdampingan keluar ruang tidur. Melintasi lorong dan menuruni tangga. Sang Ratu Victoria yang cantik melangkah dengan anggun, diiringi pelayannya yang manis. Kehadiran ke dua orang penghuni baru istana menarik banyak perhatian para pelayan dan prajurit. Mereka menyapa dan membungkuk pada Victoria. Mengagumi kecantikannya setelah Victoria berlalu pergi.
Sebelum mencapai ruang makan, Victoria melihat James berdiri bersama seorang pria. Derap langkah Victoria membuat pria itu menoleh ke arahnya. Mata James melebar melihatnya. Sedetik kemudian ia kembali berwajah dingin. James menoleh kepada lawan bicaranya, mengatakan sesuatu dan pria itu pun pergi. Kini James berdiri memperhatikan istrinya. Matanya menatap dari atas hingga bawah. Wanita itu begitu cantik dan anggun, bisiknya.
Sorot mata James membuat jantung Victoria berdetak lebih cepat. Caranya menatap sungguh membuat dirinya gugup. Tapi ia tetap membalas tatapan James dan berjalan ke arahnya. "Yang Mulia..." sapanya setelah berhadapan dengan James.
"Selamat pagi, Yang Mulia."ujar Betty seraya menekuk kakinya.
"Pergilah. Aku akan mengantar Victoria untuk sarapan." pinta James pada Betty.
"Baik, Yang Mulia."sahut Betty sambil undur diri dari mereka berdua.
Victoria menatap James. Ia melihat bayangan gelap di bawah matanya. Pertanda pria itu kurang tidur, batinnya. Tapi selain itu, penampilan James tampak baik. Terlihat gagah mempesona dengan kesan dinginnya.
"Mari ke ruang makan. Kurasa Simon dan Charles sudah menunggu di sana." ajak James.
Victoria mengangguk. Ia melangkah di sisi James. Beberapa saat kemudian ia melirik kaget menyadari tangan James yang memeluk pinggangnya. Tak menduga akan mendapat perilaku lembut dari suaminya.
"Ada apa?" tanya James.
"Oh...tidak..."gumam Victoria lirih kembali menatap ke depan. James memelukku, bisiknya, apa itu menandakan ia sudah tak marah lagi? Ia bisa merasakan tangan James yang besar dan hangat memeluk pinggangnya. Dadanya berdebar tak karuan.
"Bagaimana tidurmu?"
"Aku bisa tidur dengan pulas. Bagaimana denganmu? Kurasa kau tidak tidur di kamar kemarin malam."
James meringis. Victoria ternyata menyadari bahwa ia tidak berada di kamarnya. "Aku menyelesaikan beberapa urusan hingga tertidur di ruang kerja."
"Oh...kau harus menjaga kesehatanmu, James."
"Terima kasih atas perhatianmu."sahut James dengan senyum miring khasnya yang selalu berhasil membuat jantung Victoria berdegup cepat. "Kita sudah sampai di ruang makan."
Seorang prajurit membuka pintu kayu besar. Memperlihatkan sebuah ruangan luas dan terang. Meja panjang terletak di tengah ruangan dengan deretan panjang kursi. Di kiri kanan terdapat jendela besar terbuka membiarkan sinar matahari masuk ke dalam ruangan. Pintu yang terbuka menimbulkan suara keras membuat dua orang pria menoleh dan pelayan yang berjaga segera memberi hormat.
"Selamat pagi, Yang Mulia."
Kedatangan mereka membuat Charles dan Simon menoleh.
"Selamat pagi, James dan Victoria!"
"Selamat pagi!"sapa mereka berdua.
James menggeser sebuah kursi dan memberikan pada Victoria yang menyambutnya seraya terkejut dan mengucapkan terima kasih. Sementara Charles melemparkan tatapan anehnya pada Simon dengan seringainya. James mengabaikan sikap ke dua adiknya. Ia duduk di tempat biasanya. Memberi tanda pada para pelayan untuk segera menyiapkan sarapan.
Dengan gesit kepala koki memberi tanda. Pintu terbuka dan barisan pelayan berjalan masuk membawa mangkok atau keranjang berisi hidangan. Aroma lezat memenuhi ruang makan. James mengambil sehelai roti. Begitu pula yang lainnya. Masing-masing mengambil hidangan yang mereka pilih dan menyantap dalam diam. Hanya terdengar suara denting peralatan makan beradu piring.
"Bagaimana tidurmu tadi malam, Victoria?"tanya Charles memecah keheningan di meja makan.
Victoria menoleh padanya. "Tidurku pulas."
"Ah begitukah? Bagus sekali. Aku pun tidur pulas. Aku yakin kakakku pasti sangat nyenyak tidurnya malam tadi bukan?!"tukas Charles mengedipkan mata padanya. "Dengan adanya seseorang di sampingmu kini...."
James mendongak dan melirik tajam padanya. "Bukan urusanmu!"sahutnya ketus dan dingin.
Charles terkekeh sementara Victoria merasa wajahnya merona. Charles tak tahu bahwa sebenarnya tadi malam James tidak tidur di ruangannya. Mereka pun kembali sarapan dan membicarakan hal lain. Victoria hanya mendengar kakak beradik itu berbicara mengenai urusan kerajaan.
Selesai sarapan, James pergi mengurus pekerjaannya bersama Charles dan Simon. Sementara Victoria tak tahu harus berbuat apa. James meninggalkannya yang belum mengenal istana ini. Akhirnya Victoria memutuskan untuk jalan sendiri, melihat-lihat istana barunya.
Ia berjalan melintasi lorong. Sesekali bertemu dan mengangguk saat prajurit atau pelayan menyapanya. Ia melihat istana itu begitu luas dan indah. Banyak perabotan dan lukisan mewah menghiasi lorong yang ia lewati.
Victoria berjalan tanpa arah hingga tiba di taman. Alisnya terangkat melihat keindahan di depan. Ia mengira taman istana mungkin akan tak terawat atau biasa saja mengingat tak ada wanita yang menjadi anggota keluarga kerajaan. Dan dirinya baru saja tiba di sini. Tapi ternyata taman itu terawat. Tak kalah indahnya dengan taman di tempat asalnya.
Victoria kembali berdecak kagum melihat betapa luas taman itu. Ia menemukan sebuah kolam ikan kecil. Victoria berdiri memperhatikan ikan-ikan itu berenang ke sana kemari. Victoria menunduk dan memasukkan tangan ke dalam air yang sejuk.
Ia kembali berdiri dan berjalan. Bertanya dalam hati keindahan apa lagi yang akan ia temukan di taman ini, batinnya. Victoria terus berjalan melintasi rumput dan pohon rindang hingga matanya menangkap sesuatu.
Ia melihat sebuah menara tinggi yang tampak tak terawat. Dindingnya ditumbuhi tanaman merambat. Terlihat tua namun kokoh. Namun ia mengenyit bingung melihat sebuah jendela kaca di atas yang tampak bersih. Tampak seperti rajin dibersihkan, batinnya. Ia penasaran alasan mengapa jendela itu tampak bersih sementara bagian luar menara tak terawat.
Victoria melangkah memutari menara. Menemukan pintu berwarna coklat. Rasa penasaran membuatnya nekat memegang kenop pintu itu. Dan terbuka tanpa suara. Victoria terdiam. Sekali lagi merasa aneh. Ia pun masuk. Di dalamnya terlihat sebuah ruangan sempit. Tak ada apapun kecuali tangga melingkar naik menuju lantai atas.
Tercium bau apek membuatnya mengenyit. Ia mendekati tangga dan mencoba mendongak ke atas. Tapi tak terlihat apapun karena lantai atas terlalu tinggi. Victoria baru saja hendak menaiki tangga ketika mendengar suara langkah kaki dan pintu di buka.
"Yang Mulia!"
Victoria terlonjak kaget hingga nyaris jatuh. Ia melihat seorang prajurit menatapnya dengan panik. "Oh kau membuatku kaget!"
"Yang Mulia, anda tak boleh memasuki menara ini!" tegasnya.
"kenapa?!"
"Menara ini terlalu tua dan berbahaya. Tak ada seorang pun yang diperbolehkan masuk atau naik ke atas. Menara ini sudah tak terpakai sejak lama. Sebaiknya anda keluar, Yang Mulia."
Victoria mengenyitkan dahi. Ia mendengar nada perintah pada ucapan prajurit itu. Seakan pria itu tak ingin Victoria masuk. Membuatnya semakin penasaran. Baiklah, akan aku tanyakan pada James saja nanti, batinnya.
"Baiklah. Aku tak tahu bahwa menara ini berbahaya. Sebaiknya pintu ini di kunci agar tidak membahayakan orang lain." ujar Victoria seraya berjalan keluar.
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top