14

"James...."

James menoleh dari kertas laporan yang sedang ia baca. Ia menaruh di atas meja dan menatap Victoria. Hari ini Victoria memakai gaun berwarna kuning lembut. Meski sederhana tapi ia tetap terlihat anggun. Keringat membasahi dahi Victoria. Rambutnya agak berantakan karena tertiup angin. Meski begitu Victoria tetap menarik di mata James. James merasa mendadak panas dan lehernya kering. Penampilan Victoria membangkitkan gairah yang selama ini ia tahan selama perjalanan.

James berdehem. "Ada apa?"

"Bolehkah hari ini aku berkuda?"tanya Victoria yang tak menyadari kemunculannya membuat James gelisah saat itu.

James mengerutkan dahi. "Berkuda?!"

"Ya. Aku bosan berada dalam kereta terus. Lagipula saat ini sudah tidak dingin seperti awal perjalanan kita bukan?!"

James terdiam. Ia tampak mempertimbangkan permintaan Victoria. Ia tahu Victoria memang menyukai berkuda. "Baiklah. Aku akan meminta kudamu disiapkan."

Victoria membelalakkan matanya seraya tersenyum lebar. "Oh terima kasih, James!"ucapnya dengan nada semangat.

James hanya tersenyum kecil seraya mengangguk. Dadanya berdebar cepat melihat reaksi Victoria. Sikapnya tadi seperti anak kecil yang mendapat hadiah. Dan entah kenapa James menyukai hal itu.

"Aku akan meminta prajurit untuk menyiapkan kudamu."kata Simon.

"Terima kasih, Simon!"sahut Victoria.

Simon mengangguk. Ia segera beranjak keluar tenda. Sejak sikap Victoria yang perhatian padanya saat ia sakit, Simon semakin menyukai dan menghargai Victoria. Sejak kecil, ia hanya hidup bersama ke dua kakaknya. Tak pernah merasakan kasih sayang dari seorang ibu lagi sejak Arabela mengirimnya pergi. Hanya ada pelayan yang menemani tapi semua itu tak sama. Para pelayan hanya menjalankan tugas mengurus mereka. Dan sikap Victoria begitu perhatian padanya. Wanita itu selalu mendekati dan menanyakan keadaan Simon saat sakit kemarin. Simon sangat terharu dengan istri kakaknya itu. Sejak itu mereka menjadi dekat.

"Jadi....kau benar-benar bisa berkuda?"tanya Charles heran.

"Ya. Ayahku yang mengajari waktu aku kecil."

"Kalau begitu kau pasti memiliki seekor kuda bukan?!"tanya Charles lagi.

"Ya...."sahut Victoria. Mendadak raut wajahnya berubah menjadi muram. "Dan aku meninggalkannya di istal....."

"Kau tidak meninggalkannya."tukas James tanpa menoleh dari laporannya.

Victoria menatapnya tak mengerti. "Apa maksudmu? Aku tidak membawanya dalam perjalanan kita ke utara."

"Kakakku membawa kuda milikmu tanpa sepengetahuanmu. Aku yang menyampaikan perintahnya pada pengurus istal."ujar Charles.

Victoria terdiam mendengar penjelasan Charles. Rasanya ia tak percaya. Ia menoleh menatap James yang masih sibuk dengan laporannya. Atau pura-pura sibuk membaca?!

"James, seharusnya kau mengatakannya langsung. Tak perlu berbelit seperti itu."ujar Charles meringis lalu kembali menoleh pada Victoria. Tersenyum sambil mengedipkan mata. "Maafkan kakakku yang memang kaku...."

"Benarkah kau melakukan itu?"tanya Victoria.

"Kau sudah mendengar apa yang dikatakan Charles bukan?!"ujar James.

"Ah James, cobalah untuk lebih terbuka dan ramah. Terutama pada istrimu...."goda Charles.

"Hentikan, Charles."desis James berkata tegas tapi wajahnya tak bisa menyembunyikan semburat merah di pipinya.

Victoria tersenyum kecil. James, meski berhati dingin tapi ternyata ia bisa bersikap baik. Andai James juga bisa berubah menjadi lembut perihal keluarganya, batinnya. "Terima kasih, James."ucap Victoria dengan nada halus dan tulus.

James menatapnya. Melihat Victoria tersenyum padanya. Cukup untuk membuat jantungnya kembali berdebar kencang. "Kau bisa berkuda dengan Black nanti."

"Ya. Aku akan keluar agar tidak menganggu kalian." ucap Victoria.

James melihat Victoria membalikkan badan dan berjalan keluar. Gerakannya begitu anggun. Gaun bagian bawahnya bergerak seperti ombak saat ia berputar dan melangkah. Di pintu tenda, Victoria sempat menoleh kembali ke belakang. Menatap ke arahnya dan tersenyum kecil sebelum keluar. Cahaya matahari yang menyeruak masuk menerangi sosok wanita itu. Membuat ia terlihat seperti bidadari. James terdiam memandanginya hingga menghilang.

"Ia memang cantik. Kau beruntung memilikinya." gumam Charles.

James mendelikkan mata pada adiknya yang tersenyum padanya. "Urus pekerjaanmu, Charles."

Charles terkekeh. "Aku tak menduga seorang kakakku yang selama ini dingin dan kaku ternyata bisa jatuh cinta juga. Pantas kau begitu menginginkannya. Ia memang wanita yang baik. Simon saja sekarang menyukainya."

James tidak menjawab.

"Oh ayolah, jangan pura-pura sibuk membaca kertas itu. Aku tahu kau sedang memikirkannya. Keluar dan temui dia! Ajak ia berjalan sebentar dan bercintalah dengannya! Aku tahu kau sedang membayangkan itu bukan?!!"

"Brengsek kau, Charles!"seru James melempar kertas laporan ke arah Charles dan bergegas pergi dari sana. Ejekan adiknya sungguh membuat hatinya makin panas dan tak karuan. Ia memang menahan diri sejak tadi. Dan kegelisahannya ternyata terlihat oleh Charles.

Charles tertawa keras. "Aku benar bukan?!"teriaknya.

James mengibas tirai tenda dengan kasar. Membuat prajurit yang berjaga terkejut dan segera membungkuk dengan wajah gugup. Sedetik kemudian prajurit itu bernapas lega karena James terus melangkah melewatinya.

James berjalan melewati tenda yang dibangun sementara untuk rehat. Beberapa prajurit duduk sambil berbincang atau makan. Lainnya ada yang tertidur di bawah pohon. Sementara ada juga yang sedang membersihkan pedang meski sebenarnya hal itu tak perlu dilakukan karena perjalanan mereka aman dari serangan. Tak ada yang berani menyerang pasukannya yang begitu banyak dan tangguh. Seorang perampok pun pasti akan berpikir dua kali sebelum menyerang mereka.

James berjalan hingga tiba di bawah pohon. Tempat kuda rehat untuk makan dan minum. Dan di sanalah Victoria. Ia melihat wanita itu sudah bertemu dengan kudanya. Victoria tampak bahagia. Ia sedang memeluk dan mengusap leher Black sambil berbicara dengan hewan berkaki empat itu.

James heran melihat tingkah Victoria yang mengajak bicara dengan Black. Untuk apa ia berbicara dengan kudanya. Hewan itu tak mungkin mengerti. Ia terus memandangi Victoria. Wanita itu berbicara seraya tersenyum. Rona bahagia terlihat jelas di wajah putih halusnya. Membuat terlihat cantik mempesona. James sangat ingin dan berharap rona itu pun ada saat bersamanya.

Tapi mereka sangat jarang menghabiskan waktu sejak rencana kepulangan ini. James sibuk dengan tanggung jawabnya. Ia baru kembali ke ruang tidur di larut malam dan Victoria pasti sudah tidur. Jujur, James merindukan istrinya. Ia ingin memeluk dan menciumnya lagi.




"Oh Black, aku sangat senang bisa memelukmu lagi....kukira kita tak akan bisa bertemu lagi...." gumam Victoria memeluk leher Black. Mencium aroma khas kuda bercampur jerami.

Victoria mengangkat wajah dan menoleh pada Simon. "Terima kasih, Simon."

Simon tersenyum. "Berterimakasihlah pada James. Ia yang teringat pada kudamu."

Victoria terdiam sambil masih mengusap Black. Ia masih tak percaya suaminya melakukan hal tersebut. Ia mengira James orang yang egois dan dingin, tak pernah memikirkan orang lain. Tapi ternyata James memiliki sisi baik dalam dirinya. James masih ingat dengan kudanya.

"Kau telah mengubahnya."gumam Simon.

"Apa?!"tanya Victoria tak mengerti.

"Kau telah mengubah kakakku."

Victoria tertawa kecil. "Bagaimana mungkin?! Aku tak melakukan apapun, Simon."

"Kau mungkin tak menyadarinya, tapi perlahan sikap James berubah sejak bertemu denganmu. Sudah banyak wanita yang selalu dicampakkan atau tidak dipedulikan oleh James. Kecuali kau."ujar Simon. "Sejak dulu James memang selalu kaku dan dingin. Sikapnya menjadi keras sejak ibu pergi. Aku tahu ia mencoba tegar demi kami..."

"Oh aku turut berduka....ia pasti sudah menjadi kakak yang baik bagi kalian...."gumam Victoria.

"Ya. Kuharap kau bisa memahami sikapnya yang dingin itu...."

"Apa yang kalian bicarakan?"

Victoria menoleh kaget pada pemilik suara yang ia kenal. Tanpa ia sadari James berjalan mendekati mereka. Dadanya berdebar melihat mata biru James tertuju padanya. Caranya menatap seakan bisa menembus ke dalam gaun yang ia pakai. Membuat pipinya panas dan terasa gelenyar aneh di perutnya.

"Hanya percakapan ringan mengenai kuda."ucap Simon.

Victoria bertatapan dengan James dalam diam. Sorot matanya yang tajam membuat pipinya terasa panas. Ia membuang muka berpura-pura sedang sibuk mengusap leher Black meski tak dapat menahan debaran jantungnya. Ia tahu James masih memandangi dirinya dan hal itu membuatnya gugup.

Simon melihat James dan Victoria yang kembali diam. Ia berdehem. "Aku mau mengecek kudaku dulu."

"Baiklah."sahut Victoria.

Setelah Simon pergi, diam kembali menyelimuti ke dua anak manusia itu. Victoria menatap mata biru James. Sejak pertama bertemu hingga kini, ia selalu menyukai mata birunya. Seakan menghipnotis dirinya dan membuatnya jatuh hati pada James.

"Aku tak tahu kau ingat dengan Black."gumam Victoria.

"Black adalah kudamu bukan?! Tak mungkin ia ditinggalkan sendirian. Dan aku hanya menjalankan tugasku sebagai suami."

"Sekali lagi, terima kasih."ujar Victoria tersenyum dengan perasaan bahagia. Ia merasa terharu dengan perlakuan James. Meski buatnya hanya hal kecil, tapi cukup membuat Victoria senang. Ia tak tahu James diam-diam peduli padanya.

James hanya mengangguk. Ia merasa salah tingkah karena tak biasa menerima perlakuan dari Victoria. Tak pernah ada orang yang berterima kasih dengan tulus seperti Victoria.

"Apa kau mau jalan sebentar denganku?"tanya James.

Victoria menoleh padanya. "Tentu saja."sahutnya seraya menyambut uluran tangan James.

Mereka pun melangkah melewati tenda dadakan yang di bangun untuk istirahat. Sekumpulan prajurit duduk di dalamnya. Ada juga yang memilih rehat di luar tenda.

"Jadi, seperti apa tempat tinggalmu di utara?"tanya Victoria.

"Kau akan menyukainya. Daerah Utara mirip dengan tempat tinggalmu."

"Benarkah?! Apa di sana ada tempat seperti hutan Cello juga?"

"Ya, tapi aku melarangmu untuk pergi ke sana."ujar James menoleh pada Victoria yang menatap tak mengerti. "Hutan di sana tidak seaman hutan Cello. Banyak hewan buas dan liar serta penjahat. Sekali lagi kuingatkan kau tak boleh pergi ke manapun sendirian. Sekarang kau sudah menjadi seorang ratu. Bukan lagi putri seperti dulu, Victoria."

"Baiklah. Aku mengerti."sahut Victoria.

"James."panggil Charles yang berjalan mendekati mereka. "Kurasa sudah waktunya kita melanjutkan perjalanan. Para prajurit sudah mendapat istirahat yang cukup."

"Baiklah."ucap James.

Senyum mengembang di mulut Victoria. "Aku akan segera bersiap."ujarnya seraya membungkuk dan menjauh dari James.

Charles terkekeh. "Sepertinya kakak iparku sudah tak sabar untuk segera berkuda..."

James menatap punggung Victoria yang menjauh. Rambut serta gaunnya bergoyang mengikuti irama langkahnya yang begitu antusias. "Bersiaplah."pintanya pada Charles. Mengabaikan ledekan yang diucapkan adiknya.





Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top