1 - The King's Order
Kediaman Ragnheidr yang selalu tenang mendadak dilanda kepanikan hari ini. Semua orang menjadi lebih sibuk dari biasanya. Bunga-bunga yang mekar pada musim semi turut terombang-ambing akibat kibasan orang-orang yang berlalu lalang. Air yang mengisi kolam di sepanjang halaman depan kastil pun ikut beriak. Kedengarannya berlebihan, tetapi mesin air mancur di kolam tersebut memang baru saja dinyalakan untuk menambah kesan estetika.
Kekacauan itu tidak mungkin terjadi seandainya kabar bahwa utusan kerajaan akan datang tidak disampaikan secara mendadak. Marquess Ragnheidr bahkan mengetahuinya setelah kereta kerajaan sudah berada di kota. Hanya tinggal menghitung menit sebelum tamu penting itu tiba di kediamannya. Berkat kabar dadakan itu juga Marquess Ragnheidr sampai meninggalkan rapat para pengurus akademi militer. Tidak peduli sepenting apa rapat saat itu, menyambut kedatangan kereta kerajaan jauh lebih penting.
Douglas Ragnheidr pada masa mudanya mendapat gelar Marquess setelah berhasil membawa kemenangan pada pasukan kerajaan ketika melawan tiga kerajaan lain. Berkat pencapaian yang luar biasa itu, Douglas berhasil memperbaiki kondisi ekonomi keluarganya yang sedang buruk kala itu. Di masa tuanya, Marquess Ragnheidr lantas dipercaya menjadi ketua pengurus akademi militer yang melahirkan ksatria kerajaan yang tangguh.
"Aku tidak bertemu Sylvan di akademi." Douglas mengungkapkan kepanikannya di depan sang istri yang baru saja memberi instruksi kepada salah satu pelayan. "Di mana Rosalva? Dia sering sekali absen ketika kita kedatangan tamu penting."
Sudah menjadi etika di Kerajaan Calanthe bahwa seluruh anggota keluarga harus menyambut pihak kerajaan yang sedang berkunjung. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap keluarga kerajaan yang diceritakan sudah melalui banyak rintangan untuk tetap bertahan hingga saat ini menjadi kerajaan tertua di Benua Eropa. Douglas tidak tahu di mana akan menaruh muka jika keluarga kecilnya tidak hadir secara lengkap untuk menemui utusan kerajaan.
"Sylvan sedang mengganti pakaian di kamarnya, sebentar lagi akan menyusul kita. Untuk Rosalva ... mari kita biarkan anak itu dulu. Tidak ada waktu lagi untuk mencarinya." Marchioness, Teresa Ragnheidr, bertutur dengan lembut demi menenangkan sang suami. Mereka berdua berada di ruang tamu, dengan meja yang sudah penuh oleh berbagai makanan dan minuman untuk disajikan kepada tamu mereka nanti.
Teresa sudah menginstruksikan kepada pekerja dapur untuk menyajikan sesuatu yang lebih layak, tetapi tidak bisa memaksa ketika mereka berkata bahwa waktunya tidak cukup. Tidak biasanya seperti ini, meski posisi Marquess beberapa tingkat di bawah Raja, tetapi mereka selalu memberi kabar beberapa hari sebelumnya jika hendak bertamu. Entah situasi genting macam apa yang menguatkan alasan mereka datang secara tiba-tiba. Baik Marquess maupun Marchioness, sama-sama berharap tidak ada kejadian buruk yang terjadi di istana.
"Apa dia pergi ke lapangan lagi?" Ada keraguan di suara Douglas saat melemparkan pertanyaan itu pada istrinya.
"Dia minta izin untuk pergi berkuda." Teresa tahu suaminya tidak akan percaya dengan alasan klise itu, tetapi tetap mempertahankan senyumnya yang masih cantik meski di usia yang tidak lagi muda. Sikap itu dia tunjukkan demi menekan emosi sang suami. Putri bungsunya akan berada dalam masalah setelah ini, tetapi Teresa sendiri yang akan bertanggung jawab mengurusnya.
"Terakhir kali juga seperti itu, tapi dia mengikat kudanya di pohon dan ikut pergi berburu dengan orang-orang di akademi."
"Pikirkan hal baiknya, dia memberi kita daging rusa segar untuk makan malam. Kemampuan memanahnya makin bagus."
Seekor kucing dewasa dengan bulu berwarna cokelat tiba-tiba memasuki ruangan itu dan melompat ke pangkuan Marchioness. Jika kucing itu sudah tiba di sana, berarti putra sulung Keluarga Ragnheidr juga akan datang sebentar lagi. Kucing itu awalnya diadopsi oleh Teresa ketika kembali dari festival, tetapi sekarang justru menempel pada Sylvan.
"Aku mengkhawatirkan masa depannya. Dia akan berusia dua puluh tahun sebentar lagi, tapi belum menghadiri satu pun pesta debutan." Douglas memijat pelipis ketika kekhawatiran yang dirasakannya makin menjadi-jadi.
"Dia bisa saja menjadi ksatria yang luar biasa, Ayah."
Sylvan Ragnheidr sang putra sulung memasuki ruangan dan duduk di sebelah Douglas sembari mengatakan hal tersebut. Ketika tersenyum, pria itu menjadi sangat mirip ibunya meski bentuk dan sebagian besar fitur wajahnya seratus persen mengikuti sang ayah. Sementara itu, rambutnya berwarna pirang dan bergelombang seperti ibunya..
Douglas tidak setuju dengan ucapan Sylvan, biar bagaimanapun cukup Sylvan saja yang akan menjadi penerusnya. Rosalva adalah seorang wanita yang seharusnya bisa bersikap lebih anggun dan memanfaatkan waktu untuk mempelajari hal-hal yang lebih penting. Sebagai seseorang yang menyandang gelar Marquess, tentu Douglas ingin putrinya juga menikahi pria dari kalangan bangsawan. Namun, dia gagal memberi pemahaman kepada putrinya dan telanjur berambisi menjadi seorang ksatria wanita.
Douglas sudah membuka mulut, ingin membalas ucapan Sylvan, tetapi diurungkan ketika tamu yang dinantikan tiba. Utusan kerajaan adalah sekretaris kerajaan dan sepupu Raja Baratheon. Douglas bisa menerima kehadiran sang sekretaris, tetapi menjadi lebih waspada terhadap tamu yang satu lagi. Kendati demikian, keluarga Marquess Ragnheidr tetap membungkuk untuk memberi salam hormat.
"Selamat siang, Yang Mulia Grand Duke Baratheon dan Tuan Gregory. Kami memohon maaf atas segala kekurangan dari apa yang bisa kami sajikan hari ini."
"Terima kasih, Marquess Ragnheidr. Seharusnya kami bisa memberi pemberitahuan beberapa waktu sebelumnya atas kedatangan yang tiba-tiba ini." Tuan Gregory memang dikenal ramah mengingat posisi tugasnya sebagai sekretaris adalah berurusan dengan orang-orang luar kerajaan.
"Silakan duduk, Yang Mulia."
"Maaf, putri kami tidak bisa ikut berhadir karena sedang berada di luar kastil." Teresa turut bicara begitu menyadari bahwa Grand Duke tampak sedang menelisik anggota keluarganya. Tentu saja orang luar tahu bahwa Marquess Ragnheidr memiliki dua anak, satu laki-laki dan satu perempuan. Ketiadaan putri bungsu mereka mungkin membuat Grand Duke merasa tersinggung. Tidak peduli jika pria itu tidak mendapat posisi di kerajaan, tetapi tetap saja dia merupakan bagian dari keluarga kerajaan.
"Tidak masalah, Marchioness. Kedatangan kami juga hanya untuk menyampaikan surat perintah dari Kerajaan." Tuan Gregory mengeluarkan sesuatu dari balik mantel berlambang kerajaan di bagian dada kiri yang dikenakannya. "Silakan dibaca."
Bersama surat ini, Raja Baratheon III memerintahkan untuk melangsungkan pernikahan antara Lady Rosalva Ragnheidr, putri dari Marquess dan Marchioness Ragnheidr, dengan Grand Duke Kieran Baratheon. Adapun alasan yang mendasari keputusan ini beserta hal-hal yang ditawarkan oleh Kerajaan tertulis pada halaman berikutnya dari surat ini.
Ketika Grand Duke Kieran Baratheon datang ke Kastil Ragnheidr, itu berarti Lady Rosalva harus ikut pulang bersamanya ke kediamannya di bagian selatan wilayah Kerajaan Calanthe. Tanggal pernikahan akan dibicarakan dalam pertemuan resmi keluarga kerajaan dengan keluarga Marquess Ragnheidr.
Salam,
Raja Baratheon III
Douglas dan Teresa kemudian saling pandang setelah bersama-sama membaca surat tersebut. Putri mereka memang akan menikah, tetapi tidak mereka sangka waktunya akan tiba secepat ini. Ada banyak hal yang perlu dipersiapkan, sementara putri mereka juga belum mendapatkan satu pun pelajaran tentang kehidupan pernikahan. Gadis itu selalu menemukan cara untuk kabur dari kelas hingga Marchioness pun pasrah.
Sylvan yang diam-diam mencuri lihat tulisan di surat itu pun lebih terkejut dari kedua orang tuanya. Dia tidak akan menghalangi pernikahan adiknya, apalagi itu adalah perintah kerajaan, tetapi kenapa harus Grand Duke yang disingkirkan oleh keluarga kerajaan? Sylvan mulai mempertanyakan apakah keputusan ini adalah hukuman untuk keluarganya. Grand Duke Kieran memang tampan, Sylvan yang seorang pria pun mengakuinya, tetapi para wanita bangsawan justru tidak tertarik untuk menikahi pria tersebut. Rosalva yang jarang bergaul dengan gadis seusianya pun juga mengetahui tentang hal itu.
Tentu saja ada alasan kenapa kerajaan menyingkirkan Grand Duke Kieran Baratheon.
Seperti yang tertulis di surat tersebut, Sylvan juga mempertanyakan apakah adiknya akan pergi dengan pria itu hari ini juga bersama Grand Duke Kieran. Itu terdengar kejam, mengingat Rosalva saja belum sempat mempersiapkan diri.
"Kami memohon maaf sebelumnya, Yang Mulia." Douglas tidak meneruskan membaca halaman berikutnya dari surat tersebut dan akan melakukannya nanti karena ada hal lebih penting yang perlu disampaikan. Dia tidak ingin menahan dua tamunya berada di kediamannya terlalu lama, apalagi dengan sambutan terlalu yang sederhana. "Putri kami perlu waktu untuk mempersiapkan diri terlebih dahulu."
"Saya masih akan menetap di istana untuk beberapa hari ke depan. Lady Rosalva akan ikut bersama saya dalam beberapa hari." Setelah diam cukup lama, akhirnya Kieran pun turut bicara. Suaranya terdengar rendah dan menenangkan, sungguh berkebalikan dengan ekspresi yang dia perlihatkan sejak tadi. Kesan pertama pria itu, persis seperti yang dibicarakan orang-orang; mata birunya senantiasa menyorot tajam apa pun yang dilihatnya, dengan pembawaan yang elegan dan penuh wibawa. Kieran Baratheon adalah Grand Duke problematik yang dibalut oleh kesempurnaan fisiknya.
"Terima kasih, Yang Mulia. Kami perlu waktu untuk bertemu memanggil putri kami, tentu saja jika Anda berkenan menunggu sebentar."
"Tidak perlu, Marquess, antarkan saya untuk bertemu dengannya."
•••
Rosalva tidak berhenti mengayunkan pedangnya, menghantam satu per satu pedang yang diayunkan oleh lawan. Suara berdencing-dencing dari pedang-pedang palsu yang beradu terdengar keras dan menghibur orang-orang yang membentuk lingkaran demi menyaksikan aksi Rosalva. Terik matahari yang bersinar di atas ubun-ubun tidak menghentikan semangat mereka untuk menyorakkan dukungan kepada satu-satunya perempuan di tengah lingkaran tersebut.
Dua laki-laki melawan satu perempuan, tidak menjadi masalah bagi Rosalva yang sangat cekatan mengayunkan pedangnya. Refleksnya sangat bagus, lawan yang menyerang dari belakang berhasil ditangkisnya dengan pukulan pedang yang kuat hingga pedang milik lawan jatuh ke tanah. Kemenangan sementara itu membuat Rosalva lengah hingga lawan yang tersisa memanfaatkan itu dengan melayangkan pedang ke arah perutnya, tetapi Rosalva berhasil menghindarinya dengan berguling di bawah ketiak pria tersebut.
Decihan dari lawan membuat Rosalva menyunggingkan seringai. Napasnya sudah tersengal-sengal, tetapi tidak menghentikan hasratnya untuk memenangkan perbandingan kecil-kecilan tersebut. Decingan kedua pedang yang saling beradu makin intens, Rosalva sempat tersudut ketika lawannya terus mengayunkan pedang sembari melangkah maju, tetapi Rosalva berhasil membalikkan situasi setelahnya. Gadis itu melakukan salto melewati seikat rumput kering di sisi kirinya. Lawan yang baru saja melayangkan pedang lantas menghantam ember kayu di sebelahnya.
"Bagaimana kalau menyerah saja?" Rosalva menawarkan. Dia sudah merasa lelah, tetapi tidak ingin menjadi pihak yang mengalah. Harga dirinya sebagai putri dari Marquess terkenal di Kerajaan Calanthe harus tetap terjaga.
"Apa kata mereka kalau seorang pria mengalah pada wanita?" Lawannya merespons sembari mengayunkan pedangnya mengenai bahu kiri Rosalva.
Ketika Rosalva meringis, yang menonton lantas mengaduh seakan-akan ikut merasakan sakit yang dirasakannya. Situasi itu tentu saja membuat lawannya merasa panik.
"Maafkan aku, Lady!" Pria yang menjadi lawan Rosalva merupakan anggota pasukan yang dipimpin Sylvan. Bisa habis nyawanya kalau Rosalva sampai mengadu pada saudaranya. Sylvan yang lemah lembut akan menyerupai iblis menyerahkan jika bersangkutan dengan sang adik.
Namun, ringisan kesakitan itu hanya cara Rosalva untuk mengecoh lawan. Pedangnya diayunkan dari bawah pedang lawan hingga besi panjang itu melayang ke udara. Pria yang menjadi lawannya lantas membungkuk sembari menutupi kepala sebelum pedang itu terjatuh menghantam punggungnya. Tepuk tangan yang meraih lantas terdengar untuk merasakan kemenangan telak yang diraih Rosalva.
Rosalva menarik tali pengikat rambutnya dan menggeleng untuk mengibaskan rambut bergelombangnya yang berwarna cokelat muda. Putri bungsu Marquess Ragnheidr itu tidak hanya dikenal karena kemampuan bertarungnya yang setara dengan pasukan ksatria muda, tetapi juga fisiknya yang menawan. Rambutnya yang indah membingkai wajah oval mungilnya dengan sempurna. Hidungnya runcing dengan bibir kecil yang berisi. Namun, yang paling menarik dari semua itu adalah mata abu-abunya yang berkilau ketika terkena sinar matahari.
"Maaf, kemenangan ini tidak bisa dihindari." Rosalva mengatakan itu dengan nada jenaka sembari mengulurkan tangan untuk membantu ksatria yang menjadi lawannya berdiri.
Dengan berakhirnya pertarungan mereka, orang-orang yang berkerumun membentuk lingkaran pun bubar. Selain itu, waktu istirahat bagi para siswa akademi juga akan berakhir. Mereka harus segera kembali ke kelas atau para pelatih akan memberi mereka hukuman.
"Bagaimana bahumu, Lady?" Pria itu Peter Ranford, putra pemilik salon khusus pria di kota. Status orang tuanya juga bangsawan, tetapi dengan level yang lebih rendah dari orang tua Rosalva. Akan tetapi, itu tidak menghentikan mereka untuk berteman. Mereka juga seumuran untuk berbicara dengan santai pada satu sama lain.
Rosalva menggoyangkan bahunya yang sakit tadi. "Agak sakit, tapi tidak begitu mengganggu pergerakanku, aku akan mengompresnya setelah ini."
"Apa yang harus kulakukan agar ini tidak sampai ke Ketua?" Peter bertanya dengan nada berbisik. Tidak ada yang lebih buruk selain mendapat hukuman dari Sylvan. Pria itu pernah menjemurnya di tengah lapangan saat musim panas hanya karena menolak menemani Rosalva berlatih. Namun, kekalahannya hari ini tentu saja murni karena keahlian Rosalva, bukan karena ketakutannya terhadap Sylvan.
Rosalva bergumam panjang. Sudah cukup sering anggota pasukan Sylvan menawarkan berbagai hal agar gadis itu tutup mulut. "Mudah saja, lain kali bantu aku menyusup untuk melihat kalian berlatih."
"Kau tahu itu berbahaya, bukan?"
"Yah ... bahuku mungkin akan memar besok dan Sylvan akan melihatnya ketika aku memakai gaun." Rosalva bukan sedang mengancam, tetapi dia senang sekali menakut-nakuti anggota pasukan kakaknya.
"Baiklah, baiklah, aku akan mengabarimu jadwal latihan kami."
Setelah itu mereka berpisah. Peter menyusul anggota pasukan lainnya di ruangan khusus, sementara Rosalva mengendap-ngendap menuju gudang penyimpanan seragam latihan. Ada satu lemari khusus untuk Rosalva yang disediakan Sylvan tanpa diketahui orang tua mereka. Sebelum pulang, Rosalva harus mengganti baju latihannya yang memiliki pelindung besi di beberapa bagian dengan gaunnya terlebih dahulu.
Di depan pintu gudang, Rosalva memperhatikan sekelilingnya sekali lagi sembari mengeluarkan kunci dari tas kecil di pinggangnya. Setelah cukup aman, dia memasukkan kunci ke lubang di pintu. Namun, aktivitasnya itu diinterupsi oleh seseorang yang baru saja mendaratkan tangan di bahu kanan. Siapa pun pelakunya, Rosalva yakin dia bukan seseorang dari akademi atau pasukan ksatria muda. Karena di antara mereka, tidak ada yang berani menyentuh putri Marquess Ragnheidr.
Sebagai bentuk pertahanan diri, Rosalva mengeluarkan belati dari saku celananya dengan tangan kiri untuk kemudian dilayangkan ke belakangnya. Akan tetapi, seseorang di belakangnya menangkap belati itu dan menariknya hingga mau tidak mau Rosalva harus berbalik.
Rosalva Ragnheidr sudah mengalahkan puluhan ksatria muda selama latihan, tetapi tidak pernah dia sangka akan menyerang seseorang yang dikenal paling berbahaya di Kerajaan Calanthe.
•••
Tuteyoo menulis ini sambil mempelajari latar zaman dulu. Apabila ada kekeliruan dalam penyebutan nama atau semacamnya, please dont mind to tell me.
Thank you for reading 💚
See you in the next chapter
Lots of love, Tuteyoo
27 Oktober 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top