TUJUH BELAS - Wejangan
Hai, ketemu lagi sama gue
Kabarnya baik kan?
Kegagalannya itu yang buat dia susah buat jatuh cinta dan berakhir dengan menyakiti banyak hati.
***
"Fay!"
Seseorang menepuk pundaknya cukup keras. Namun itu tak cukup untuk membuat Fay merasa terkejut. Seharusnya ia memang merasa terkejut saat pria yang sudah berpindah ke hadapannya dan menatapnya khawatir. Akan tetapi, sepertinya otak dan hatinya tidak membiarkan dirinya untuk tidak merasakan perasaan lain selain rasa sakit dan remuk.
Mendengar bahwa Aruna mencintai Kai sekian lama ini membuat hatinya terasa hancur. Ia merasa marah namun tidak merasa tidak bisa berbuat apapun. Ia bukan Aruna yang bisa dengan mudahnya menjauhkan Hana dan Kara. Fay tidak akan bisa melakukannya.
Meskipun ia cemburu dan tidak suka setiap kali melihat Kai lebih mengutakan Aruna daripada dirinya. Bukan karena egois menginginkan Kai hanya memperhatikannya, semua orang pun tahu karena cemburu itu tidak melihat siapa dia adiknya, temannya, atau sepupunya.
Dia ternyata sudah cukup sabar selama ini menghadapi situasi semacam itu. Berusaha untuk terlihat baik-baik saja di depan Kai setiap pria itu beranjak pergi karena Aruna. Selalu seperti itu setiap kali mereka bersama.
Fay menyadari hal ini sejak lama.
Bahwa Aruna memang sengaja membuat kebersamaannya dengan Kai tidak terasa. Cewek itu pasti sengaja untuk menjauhkan Kai darinya. Bukan ia berburuk sangka pada teman sekelasnya itu. Tapi, memang seperti itulah keadaannya yang bisa ia tangkap setelah percakapannya dengan Aruna.
"Fay...Fay...Lo gak apa-apa?"
Cowok yang tadi berusaha mengagetkannya mengibas-ngibaskan tangan di udara berusaha untuk mendapat perhatian darinya.
Namun Fay tidak bergeming.
"Alvin." Panggil Fay parau.
Kening Alvin mengernyit. "Kai gak nyakitin lo kan?"
Walaupun penampilan Alvin terbungkus tampang sangar dan terkesan tidak bersahabat. Alvin lah orang yang selalu menyemangatinya untuk tetap bersama Kai. Cowok ini yang selalu peduli padanya.
Fay menggeleng pelan.
Bukan Kai yang menyakitinya. Fay yakin cowok itu tidak akan pernah melakukannya. Tapi kenyataan lah yang menyakitinya.
"Terus kenapa lo bermuram durja kayak gini?"
"Gak ada."
"Dusta!" dengus Alvin tak percaya.
Hening.
Alvin sangat yakin ada sesuatu yang terjadi pada pacar sahabatnya ini. Fay yang terlihat ceria dan kadang receh tidak mungkin mendadak bersikap seperti ini. Terlihat sedih dan marah dalam waktu yang bersamaan.
"Anter gue pulang."
"Eh?"
"Please, anter gue pulang, Vin." ulang Fay.
"Tapi, Kai udah nunggu lo..."
Belum selesai Alvin mengatakan bahwa Kai sudah menunggu cewek ini diparkiran untuk pulang bersama Fay sudah lebih dulu menarik tangannya menuju parkiran motor yang letaknya berbeda arah dengan parkiran mobil. Jika menuju parkiran mobil dari gerbang sekolah belok ke kanan, parkiran motor belok ke arah yang satunya.
Tak sampai berapa lama, mereka berdua sudah tiba di samping motor CB Alvin.
Alvin yang sudah menaiki motornya menatap Fay yang sedang mengenakan helm yang dia ambil sendiri dari belakang motornya.
"Kai udah nungguin lo lho dari tadi." Alvin merasa tidak enak jika tidak mengatakan hal itu.
"Dia pasti pulang sama Aruna." jawab Fay dengan nada ketus. Lalu menaikit motor Alvin. Menepuk pundak cowok itu. "Jalan."
"Lo cemburu sama Aruna? Makanya lo kayak gini sekarang?"
"Enggak." jawab Fay singkat terkesan galak.
"Kan udah gue bilang jangan cemburu sama Aruna. Dia sepupunya Kai."
Fay mengatupkan bibirnya. Rupanya Alvin tidak mengetahui kebenarannya. Mengira Kai dan Aruna sepupuan yang benar-benar sepupuan.
"Jangan karena cemburu, lo menghindar dari Kai."
"Kapan jalannya sih!" Fay merengut. Suaranya meninggi. "Gue lagi PMS. Lagi males ketemu Kai." alibi Fay.
Fay mengalihkan tatapannya ke sembarang arah. Tidak punya pilihan lain selain berbohong. Jika tidak cowok berwajah mirip preman yang memiliki tingkap kekepoan melebihi soal ujian ini akan terus memberondongnya dengan banyak pertanyaan sebelum dia mendapatkan jawaban yang memuaskan. Seperti soal sejarah yang beranak cucu.
"Pantesan." Alvin merogoh ponsel dari saku celana abunya. Mengetikan pesan pada Kai lalu memasukannya kembali ke tempat semula.
Setelah itu ia pun menyalakan mesin CB nya dan dalam sekejap menghilang dari pekarangan sekolah.
***
"Lagi nunggu Fay yah?" tanya cewek yang berjalan melewatinya. Setahu Kai nama cewek itu Tina. Teman sebangku Fay.
Kai mengangguk. "Lo ada lihat dia?"
Tina menggaruk belakang telinganya lalu menyelipkan rambutnya. "Tadi gue sih lihat dia pulang sama Alvin. Lo gak tahu?"
"Alvin?"
Tina mengangguk yakin.
Bersamaan dengan hal itu ponsel di saku celana abu-abunya bergetar. Kai merogohnya dan mendapati satu notifikasi aplikasi pesan yang dia miliki.
"Kalau gitu gue duluan yah Kai." Pamit Tina.
Kai mendongak dan hanya tersenyum.
Setelah kepergian teman sebangku pacarnya itu, Kai membuka slide lock ponselnya. Munculah pop-up bersisi pesan dari Alvin.
Alvin Ardano
Jangan nungguin Fay
Dia gue anter pulang
Cewe lo aneh banget sih
PMS kok malah males ketemu sama lo
Dia maksa gue nganter dia pulang gara-gara males ketemu sama lo
Jangan salah faham sama gue
Okay??
Setelah membaca pesan dari sahabatnya itu, Kai merogoh kunci mobil dari saku kemeja putihnya. Menekan tombol kunci lantas memasuki mobilnya. Namun belum saat akan melajukannya seseorang mengetuk kaca pintu yang berseberangan dengannya.
Sekali tekan pintu itu terbuka.
Kai melihat Kara nyengir lebar.
"Gue numpang boleh?"
"Maaf gue bukan emang-emang go-car."
Kara menyemburkan tawanya tiba-tiba. "I know. Tapi kayaknya bakalan cocok kalau jadi juga."
"Sialan." Kai hendak menutup kaca. Namun baru setengahnya Kara menahannya.
Kai mendecih melihat ekspresi yang dibuat semenyedihkan mungkin yang Kara buat.
"Gak ada sejarahnya gue ngasih tumpangan sama lo."
"Sejarah itu bisa dibikin sekarang. Belum terlambat buat mencetak sejarah baru."
Kai memutar bola mata. "Gak ada alasan juga kenapa gue harus ngasih lo tumpangan."
Walapun Kai dan Kara satu kelas tapi tidak ada sejarahnya mereka berdua terlihat akrab. Karena Kai lebih sering berteman dengan anak kelas sebelah, kakak kelas, dan lebih sering dengan Alvin and the gank yang anak IPS.
"Karena gue pacar sepupu lo. Anggap aja ini adalah ajang pendekatan gue sama lo sebagai sepupu terkasihnya Aruna."
Kai benar-benar kehabisan kata-kata. Menghembuskan napas keras-keras. Tidak ada pilihan lain. Tidak ada salahnya juga memberikan tumpangan pada pacar sepupunya ini.
"Lo mau numpang sampe halte depan kan?" tanya Kai basa-basi tanpa dicampuri nada humor.
"Ya enggak lah. Gue numpang sampe rumah Aruna. Kalian satu kompleks 'kan?" jawab Kara sambil mengenakan sabuk pengaman.
"Gue juga bawa mobil sih. Cuma lagi males aja bawa mobil. Makanya gue nyuruh Hana yang bawa mobil gue."
"Hana bego banget yah kalau udah sama lo." komentar Kai sambil menyalakan sent kiri saat mereka sudah berada di gerbang sekolah menuju jalan raya.
"Bukan bego. Dia kelewat baik banget."
Tanpa Kara sadari, Kai menangkap senyum kecil di bibir Kara saat menceritakan cewek yang jarang berinteraksi dengan banyak orang terkecuali Kara.
"Dan lo juga bego banget kalau udah Aruna suruh-suruh." Kara menyunggingkan senyum miring saat mengatakannya. Tanpa menunjukan sikap, secara tidak langsung Kara menyatakan kecemburuannya.
"Gue gak bego. Lo mungkin kayak gitu juga sama sepupu yang berharga buat lo." Kai membantah.
"Berharga ya?" lagi-lagi Kara tersenyum miring. Dan kali ini Kai menangkap hal itu.
"Kalau gak ada dia gue gak tahu bakalan kayak gimana."
"Apa lo merasa kehilangan waktu tahu Aruna pacaran sama gue?" Kara memicing.
Kai tidak mengerti kenapa Kara tiba-tiba menanyakan hal itu. Jelas saja Kai akan merasakannya. Sebelumnya Aruna selalu bergantung padanya. Posisinya sebagai penjaga dan pelindung Aruna mungkin akan tergeserkan oleh cowok ini.
Catat!
Kai takut hal itu terjadi jika Aruna benar-benar jatuh cinta pada cowo di sampingnya ini.
Dan ia tahu saat ini Aruna belum jatuh cinta pada Kara.
Jadi tak ada alasan ia merasa kehilangan.
"Biasa aja." Kai menjawab jujur, karena memang seperti itu keadaannya. Kai tidak merasa kehilangan, justru ia merasa takut sepupunya itu akan menyakiti hati Kara. Seperti yang dia lakukan pada mantan-mantannya yang sebelum-sebelumnya.
"Gue boleh ngasih lo wejangan?"
Kara menoleh.
"Reputasi dia di mata cowok-cowok yang pernah dia pacari kayaknya lo juga tahu. Aruna emang gampang menerima. Tapi dia juga gampang membuang. Asalkan lo tahu, apapun yang lo denger. Apapun yang lo tahu tentang betapa jahatnya reputasi Aruna di mata cowok-cowok. Lo harus tahu kalau dia gak ngelakuin hal itu karena dia emang mau. Karena dia terlalu susah buat ngelupain." Kara menjeda kalimat panjangnya. Menoleh pada Kara yang sedang menatapnya.
"Sebelumnya gue gak pernah bilang sama pacar Aruna yang sebelum lo." Kai kembali mengalihkan pandangannya ke jalanan di depannya. Menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Dulu dia pernah jatuh cinta sama cowok. Tapi dia gak bisa dapetin dia. Dari kecil dia selalu dapetin apa yang dia mau. Yang terjadi sama cowok itu beda, dia gak bisa dapetin. Entah siapa cowok itu, gue juga gak tahu sampai sekarang. Dia merasa gagal karena gak bisa dapetin cowok itu. Kegagalannya itu yang buat dia susah buat jatuh cinta dan berakhir dengan menyakiti banyak hati. Aruna sebenernya gak jahat. Dia cuma mmm...menyesali kegagalan dia sebelumnya."
Kara tersenyum kecut. Menunduk. "Dan gue tahu siapa cowok itu." gumamnya pelan namun tak mampu Kai dengar.
Kara mendongak dan menunjukan senyuman bersahabat. "Gue tahu. Dia gak sejahat itu. Susah jatuh cinta itu yang buat dia kayak gini, itu kan maksdu lo?"
Kai mengangguk.
"Apapun yang nanti dia lakuin. Jangan pernah benci sama dia apalagi nyakitin dia. Karena kalau hal itu terjadi lo pasti bakalan gak kuat buat berduel sama gue." pungkas Kai.
***
Jangan lupa vote sama komennya ;)
121118
Flower flo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top