ENAM BELAS - Kenyataan
Holla!!!
Jangan lupa vote sama komennya ya
Ternyata hal yang diharapkan mustahil untuk terjadi adalah sesuatu yang sangat mungkin terjadi.
***
"Awww!" Aruna mengaduh karena kelingking kakinya baru saja berduel dengan ujung tembok.
Kai yang sedang nyolong camilan dari kulkas rumah cewek itu langsung menghampiri Aruna yang tengah membungkuk sambil memegangi kakinya.
"Lo gapapa 'kan?" Kai tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. Aruna terluka sekecil apapun itu petaka baginya.
"Kayaknya gue lagi sial banget deh hari ini." keluh Aruna lalu meringis.
"Gue gendong sampe kamar lo." tanpa menunggu persetujuan sepupunya, Kai mengangkat tubuh Aruna dalam sekali hentakan. Menahan napas karena ternyata berat badan cewek itu bertambah beberapa kilo dari sebelumnya.
"Lo gendutan kayaknya." komentar Kai sambil menaiki tangga dengan susah payah. Menahan bobot tubuh Aruna sampai-sampai pipinya mengembung karena menahan napas.
Hal itu langsung mendapatkan balasan pukulan pada bahunya dari cewek yang sedang ia bopong.
"Kurang ajar! Berat badan gue selalu stabil."
"Tapi kok lo berat banget sekarang."
"Lo kali yang kurusan."
"Emang iya gitu?"
"Bisa jadi. Mungkin karena lo gak betah pacaran sama Fay makanya lo kurusan."
Kai membaringkan Aruna di tempat tidurnya dengan hati-hati. "Justru gue betah banget pacaran sama dia. Lebih betah dari pacar-pacar gue sebelumnya. Dan gue pikir gue gak bakalan pernah mau putus dari dia."
"Bego." umpat Aruna pelan.
"Apa?"
"Baru kali ini Kai yang gue kenal terlihat bego karena cinta." komentar Aruna sambil tertawa hambar. Mau disembunyikan seperti apapun rasa sakit hati pasti akan terlihat samar-samar. Dan Aruna harap Kai bisa melihatnya.
"Tau rasa nanti kalau lo sampai dibikin bego juga sama si Kara itu."
"Gue gak bakalan dibikin bego karena dia. Orang gue gak suka sedikitpun sama dia."
"Hah?" Kai tidak percaya apa yang dia dengar.
"Gue cuma pengen main-main aja sama dia. Kayaknya menyenangkan aja buat dia pisah sama sahabatnya itu." ucap Aruna sambil mengulum senyum.
"Lo emang masih jahat sama cowo. Apa sih yang buat lo kayak gini? Atau karena seseorang yang kata lo gak akan pernah bisa lo milikin itu?" tanya Kai.
Aruna tersenyum tipis. Memutar bola mata. "So tau banget sih lo."
"Tau lah orang gue sepupu terdekat lo." Kai duduk di tepi ranjang lalu mencondongkan tubuhnya. "Gue ini orang yang paling tahu elo dibanding siapapun juga. Gue tahu rahasia lo. Semua! Semuanya!!"
"Dasar." Aruna menggeleng-gelengkan kepala. "Ada yang lo gak tahu. Lupa?"
Kai menegakan tubuhnya. "Ah iya. Cowo rahasia yang lo suka dari dulu yang buat lo berubah jadi antagonis melebihi si Monica Cinta Suci itu."
"Nah lo tahu."
Kai menggaruk-garuk tengkuknya.
"Sana pergi. Gue harus tidur cukup biar kulit gue bagus."
"Dasar cewek."
"Iyalah. Cewe harus cantik. Emang lo mau punya sepupu kulitnya keriput mirip nenek-nenek."
"Justru gue bersyukur lo keriput." perkataan Kai berbuahkan lemparan boneka monyet yang Aruna ambil dari meja boneka di samping ranjangnya. Beruntung Kai sempat lari ke ambang pintu sehingga lemparan Aruna tidak mengenainya.
Kenapa cowok itu selalu saja beruntung. Padahal Aruna berharap lemparannya kena. Lebih berharap lemparannya mendarat di kepala Kai dan membuatnya amnesia seketika dan melupakan Fay. Tapi tidak mungkin. Sepertinya Aruna terlalu banyak menonton sinetron-sinetron picisan. Hanya karena terkena lemparan boneka tidak akan membuat seseorang amnesia.
Ah, Aruna benar-benar berharap Kai melupakan cewek itu.
"Mati aja lo, Kai!"
Kenyataan bahwa Kai sekarang berpacaran dengan orang lain dan cewek itu adalah Fay teman sekelasnya yang tidak ia sukai. Tidak. Jika dipikir-pikir Aruna hampir tidak menyukai sebagian siswa di sekolahnya.
"Tapi," Kai yang baru saja keluar dari kamarnya muncul kembali menyembulkan kepalanya dari balik pintu. "Beneran sampai lo mati lo gak bakalan pernah bilang ke gue siapa cowo bego yang lo suka itu?"
Aruna terdiam sejenak menatap Kai dengan tatapan lurus.
Sayangnya cowok bego itu adalah orang yang menanyakannya sendiri.
Lagi-lagi Aruna tersenyum miris.
"Gak akan pernah."
"Sampai lo mati?"
"Ya."
Sampai Aruna mati, ia tidak akan pernah mengatakan bahwa ia mencintai Kai.
"Sampai gue mati." lanjutnya pelan sambil menatap Kai lurus.
***
Fay mendongak sesaat setelah seseorang menyodorkan Teh Pucuk dengan tutup sudah terbuka ke hadapannya. Satu detik kemudian ia tersenyum melihat siapa yang memberikannya.
"Kai!" Fay berseru senang melihat cowok yang berdiri di hadapannya dengan wajah yang...
Senyuman Fay berubah menjadi ringisan lalu mengatupkan kedua bibirnya menahan tawa. Melihat wajah Kai yang penuh dengan coretan tipe-x membentuk corak macan sungguh-sungguh sangat lucu.
"Ketawa aja." Kai mencebik sambil menjatuhkan tubuhnya di samping Fay.
"Saat ini muka gue emang lebih jenaka dari Sule." imbuhnya sambil berkaca pada layar ponselnya.
"Pasti Alvin." tebak Fay sambil mengeluarkan minyak kayu putih dari saku roknya. Lalu mengambil tisu dari saku seragam Kai.
Rasa-rasanya tidak ada yang lebih centil dari Kai. Cowo mana coba yang selalu membawa-bawa tisu di saku bajunya. Kalau cewek sih wajar.
Dengan cepat Fay membasahi dua lembar tisu dengan minyak kayu putih. "Alvin punya bakat di bidang seni kayaknya." Fay memalingkan wajahnya lalu tertawa terbahak-bahak.
"Kalau yang lo maksud punya bakat bikin temen sendiri menjalani harinya dengan kenistaan yang menyebalkan, gue bakalan langsung setuju."
Fay berpaling kembali pada Kai. Mengarahkan wajah cowok itu menghadapnya.
"Sumpah lo lucu banget." ujar Fay sambil mengelap kening Kai. "Tapi, kok lo bisa ngijinin Alvin berkarya di muka lo?" Fay lagi-lagi mengatupkan bibirnya menahan tawa.
"Gue kalah maen ludo. Taruhannya siapa yang kalah harus mau nurutin kemauan yang menang. Dan lo tahu kan segila apa Alvin?" Kai menghela napas. "Kayaknya gue bakalan seneng kalau dia patah hati tiap hari."
Kai bergidik. "Moodnya yang baik kayak hari ini bisa jadi mimpi buruk buat orang di sekitarnya."
"Kayak yang terjadi sama lo sekarang." timpal Fay langsung disambut anggukan dari Kai.
Bersamaan dengan hal itu Fay selesai membersihkan wajah pacarnya dan tersenyum.
"Gue jadi bau kayu putih." Kai meringis sambil mengerjap-ngerjapkan matanya karena pedih. Efek minyak kayu putih yang digunakan untuk membesihkan noda di bawah matanya. "Berasa jadi kakek-kakek gue."
"Enggak kok. Bau lo mirip bayi bukan kakek-kakek."
"Fay, mungkin gak sih cewek mencintai satu cowok untuk waktu yang lama?" tanya Kai karena ia tiba-tiba saja teringat dengan Aruna. Sebagai cowok, maksudnya cowok yang selama 17 tahun hidupnya tidak hanya mengenal satu cewek membuat dia heran. Remaja seusianya biasanya menghabiskan waktu dengan menyukai banyak lawan jenis.
Untuk Aruna yang sejak SMP tidak pernah memberikan hatinya pada yang lain, kecuali pada cowok anonim yang ia tidak tahu. Kai merasa tidak mengerti kenapa hal itu bisa terjadi.
Mungkin sebagai sesama cewek, Fay bisa memberikan penjelasan kenapa Aruna berubah menjadi cewek jahat seperti sekarang. Karena Fay juga cewek mungkin dia mengerti.
"Mungkin?"
"Kenapa?"
"Mmm." Fay merapatkan bibirnya mengarahkan tatapannya ke atas, berpikir. "Cewek itu gampang jatuh cinta. Terlebih pada cowok yang deket sama dia. Cewek lebih gampang jatuh cinta sama sahabatnya. Lebih gampang jatuh cinta sama cowok yang tiap hari dia lihat. Mungkin karena hal itu dia cuma mencintai satu cowo."
"Tapi cowo itu bahkan jauh. Cewek itu gak kayaknya gak pernah saling sapa sama sekali."
"Gak mungkin. Normalnya cinta itu muncul karena sering ketemu, setidaknya kalau gak akrab pernah saling sapa satu sama lain. Kalau cewek itu cuma lihat cowok itu dari jauh,gue rasa itu bukan cinta. Itu cuma rasa kagum yang disalahartikan."
"Tapi apa bener? Cewek itu sendiri yang bilang kalau dia cinta sama cowok itu, bukan kagum. Menurut gue, dia bisa bedain mana rasa kagum dan rasa cinta. Jadi gak mungkin cuma kagum." Kai mencoba membantah apa yang Fay katakan.
Rasa-rasanya Kai kurang ajar. Bertanya tentang sesuatu pada Fay lalu setelah Fay menjawab ia membantahnya. Ia jadi merasa seperti penanya saat persentasi yang bertanya untuk menguji si orang yang persentasi. Itu kurang ajar namanya.
"Emang siapa cewek itu?"
Kai menggeleng. "Rahasia."
"Jangan-jangan dia cewek yang lo taksir?" Fay memicing. "Kayaknya gak lama lagi gue bakalan putus sama lo."
"Enak aja!" sela Kai seketika itu juga. "Siapa juga yang mau putus dari lo."
"Ya terus siapa? Sampai-sampai lo nanyain hal itu sama gue kalau lo gak ada rasa tertarik sama sekali sama dia. Lo pasti lagi mau ngejar cewek yang gak pernah bisa lupain satu cowok kan?"
"Enggak!" bantah Kai. "Dia Aruna. Cewek itu Aruna. Puas?"
***
"Gue duluan yah." pamit Tina teman sebangku Fay. "Anak osis di suruh ngumpul."
Fay tersenyum. "Iya."
Tina membalas dengan anggukan.
Fay mengarahkan kepalanya ke arah kiri. Menatap Aruna yang terhalang satu bangku masih membereskan barang-barangnya.
Ia menghela napas lalu bangkit dan menghampiri Aruna. Berdiri di samping bangkunya. Aruna mendongak. Seperti biasa menatapnya jengkel setelah memutar bola matanya.
"Gue mau ngomong sama lo."
Aruna hanya menatapnya jengkel. Selalu menunjukan ekspresi seperti itu padanya.
"Gak di sini." lanjut Fay.
Aruna mendesah terlihat enggan. "Oke."
Setelah mendengar hal itu Fay berjalan terlebih dahulu dengan Aruna mengikutinya. Akhirnya mereka sampai di taman belakang sekolah.
Fay menghentikan langkahnya kemudian berbalik.
"Apaan? Gue sibuk banget." desak Aruna.
Aruna sepertinya memang sangat tidak menyukainya. Entah sejak kapan. Maka dari itu cewek ini seperti sengaja membuat apa yang akan Fay katakan untuk dipersingkat.
"Aneh yah. Perasaan sebelumnya lo biasa aja sama gue." ucap Fay sambil tersenyum tipis.
Aruna memicing. Namun tidak mengatakan apapun.
"Tapi setelah gue sama Kai pacaran lo jadi jutek banget sama gue. Lo tiba-tiba berubah jadi orang yang paling memusuhi gue."
"Emang sejak awal gue gak pernah suka sama lo. Fay lo terlalu naif aja sampai-sampai gak sadar sikap orang lain di sekitar lo."
"Gue gak bego. Gue bisa bedain mana orang yang sejak awal gak suka sama gue dan mana yang baru-baru ini gak suka sama gue."
"Sebenernya lo mau ngomong apa sih sampai nyuruh gue kesini? Mau mastiin orang yang gak suka sama lo, gitu? Mau mastiin siapa teman dan siapa musuh lo gitu?"
"Karena Kai kan?" potong Fay. Serta merta Aruna mengatupkan bibirnya.
Aruna menghela napas. Bibirnya mengatup rapat. Tatapannya semakin menyorot tajam padanya.
Melihat reaksi Aruna yang seperti itu membuat Fay semakin yakin.
"Lo suka sama Kai."
Mata Aruna membelalak. Rahangnya terlihat menegang. Terlihat tangannya yang terlipat di depan dada mengepal.
"Lo suka sama Kai makanya lo benci sama gue."
Aruna menunduk lalu mendongak sambil tersenyum. "Gak nyangka lo bisa peka lebih cepet dari yang gue prediksi."
"Lo jadiin Kara buat pelampiasan lo karena Kai udah sama gue. Lo gak pernah ada rasa sedikitpun sama Kara. Lo cuma pengen jauhin Kara sama Hana." tebak Fay dengan sedikit keyakinan akan kebenaran dari ucapannya.
Aruna menunduk lalu terkikik.
Fay mengernyit. Hal lucu apa yang membuat Aruna sampai tertawa seperti itu. Lima detik, sepuluh detik, lima belas detik, Aruna masih tertawa.
"Lihat Hana yang selama ini suka sama Kara dan gak pernah bisa ngapa-ngapain buat gue teringat sama diri gue sendiri. Dan gue pikir dengan gue bikin dia jauh dari Kara, buat cewek gak beruntung di dunia ini selain gue bertambah." ujar Aruna setelah menghentikan tawanya. Menatap tajam Fay di hadapannya.
"Tapi kenapa? Kenapa harus Kai? Dia sepupu lo."
Aruna tertawa. "Aneh banget semua orang ngira gue sama Kai sepupuan."
Fay berusaha mencerna apa yang baru saja Aruna katakan. Tapi, ia tidak mengerti.
"Eyang gue nikah sama kakeknya Kai. Antara gue sama Kai gak ada hubungan darah sama sekali."
Setelah mengatakan kalimat singkat namun mampu Fay mengerti, Aruna melangkah melewatinya. Meninggalkannya seorang diri.
Jadi Kai dan Aruna tidak benar-benar sepupuan?
Sangat mungkin dan masuk akal jika Aruna mencintai Kai. Sangat mungkin jika suatu hari nanti Kai jatuh cinta juga pada Aruna. Sangat mungkin jika suatu hari nanti Kai meminta putus supaya bersama Aruna. Sangat mungkin jika suatu hari nanti Aruna menjadi seseorang yang membuat Kai bahagia dan membuat Fay bukan siapa-siapa.
Ternyata hal yang diharapkan mustahil untuk terjadi adalah sesuatu yang sangat mungkin terjadi.
Tanpa sadar air mata menuruni pipinya.
***
Makasih udah nyempetin waktunya buat baca cerita ini
51118
Flower Flo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top