DUA PULUH SEMBILAN - "Bertindak Layaknya Teman"
Selamat malam
Unfairness kembali menyapa kalian
Budayakam vote sebelum baca ya
Komennya juga jangan lupa
Tahu gak salah satu hal yang paling sulit dilakukan selain mengikhlaskan?
Menekan ego untuk saling bermaafan kemudian baikan
Menahan gengsi lalu melupakan sebuah kesalahan
***
"Jadi apa rencana kamu?" Kai tersenyum. Menumpu kepalanya menggunakan tangan. Menatap Fay dengan cara paling mempesona.
Fay mengulum senyum sekaligus menahan debarannya supaya tidak lebih menjadi.
"Ditanya malah merona gitu," ejek Kai.
"Kelihatan ya?" tanyanya polos sambil memegangi pipinya.
"Kenapa? Padahal aku gak ngapa-ngapain."
Fay tidak tahu apa Kai memang tidak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa ada sesuatu di matanya yang membuat seorang Fay merona seketika. Bahkan mungkin gadis lain pun akan bereaksi sama sepertinya.
"Kenapa sih?" Kai menggeser posisi duduknya lebih dekat.
"Jangan mendekat!" Fay meletakan tangannya pada pundak Kai.
Kai terkekeh geli, lantas memundurkan tubuhnya. Kembali ke jarak aman.
"Balik lagi ke yang tadi. Apa rencana kamu buat Kara supaya baikan sama Hana?"
Senyum di wajah Fay mengembang. Terlihat misterius namun meyakinkan.
***
"Makin kusut. Mau gue bantu sertikain tuh muka," tegur Kai yang langsung duduk di hadapan Kara tanpa minta izin terlebih dahulu.
Kara yang sejak tadi sedang termenung di salah satu meja kantin bersama segelas es teh yang belum tersentuh sama sekali. Sudut bibir Kara terangkat sedikit. Tangannya meraih sedotan dan mengaduk-aduk minumannya. Tak ada kerjaan.
"Kenapa sih?" tanya Kai pura-pura tidak tahu penyebab wajah Kara kusut empat hari ini.
Kara menggeleng pelan.
"Masalah waktu itu belum selesai?" Kai lagi-lagi pura-pura tidak tahu. Padahal dari wajah Kara dan Hana yang empat hari ini ia lihat sudah menjelaskan semuanya.
Helaan napas Kara terdengar. "Gak tahu juga gue harus gimana nyelesaiannya. Gue kecewa."
"Tapi, lo gak mau selamanya kayak gini kan?"
"Gak mau lah."
"Makanya." Kai menepuk pundak Kara membuat Kara mendongak seketika. Mungkin dia heran kenapa Kai tiba-tiba sok akrab dengannya.
Kai sendiri bahkan merasa aneh dengan interaksi yang saat ini dilakukannya dengan Kara. Di kelas, bisa dikatakan Kai dan Kara ibarat orang asing. Kai yang lebih humble punya banyak teman sibuk dengan teman-temannya. Sementara Kara, selalu sibuk dengan Hana, tak pernah sekalipun berbaur dengan yang lainnya.
Kai tersenyum kecil, kalau dilihat-lihat Kara dan Hana punya banyak kesamaan. Sama-sama tidak mau berteman dengan teman sekelas. Hanya menghabiskan waktu berdua. Pasti sekarang dua orang ini merasa aneh sekali dengan lingkungan. Sama-sama saling menjauh padahal hati terus memaksa untuk dekat.
"Baikan kenapa." Sambung Kai sambil menaik turunkan alisnya.
"Sebenernya daritadi gue heran." Kara menurunkan tangan Kai dari pundaknya. "Kenapa lo tiba-tiba sok akrab sama gue?"
"Salah?"
"Aneh aja." Kara baru menyeruput minuman yang sejak tadi hanya dia aduk-aduk. "Waktu gue sok akrab sama lo sebagai sepupu Aruna, lo kelihatan gak mau deket-deket sama sekali sama gue."
Kai nyengir. Membayangkan kejadian waktu itu dimana Kara tiba-tiba merenget untuk nebeng padanya. Kemudian ia tertawa. Tawa yang terdengar aneh. Tapi apa pedulinya. Yang penting ia tertawa, untuk mengecoh Kara bahwa ia baru saja menyadari kesalahannya di masa lalu.
"Itu kan dulu," ucap Kai masih dengan tawa anehnya.
Menghentikan tawa yang ia sendiri tahu terdengar aneh, Kai kembali pada alasan kenapa ia menghampiri Kara. "Mau baikan gak sama Hana?"
"Mau lah! Gila banget gue rasanya sekarang." Kara mengusap wajahnya menggunakan sebelah tangan. Pandangannya lalu turun lagi menatap es teh yang baru dia minum satu tegukan. Kembali mengaduk-ngaduknya.
"Ya tinggal baikan." Kai nyengir. "Apa susahnya."
Kara hanya diam.
Kai melihat bibir Kara tertarik tipis. Terlihat kesal dan juga sedih dalam waktu bersamaan.
"Jangan bilang lo gengsi buat minta baikan lebih dulu?" pertanyaan Kai ternyata tepat sasaran. Terbukti dengan Kara yang langsung mengangkat wajahnya.
Kai tersenyum. Senyum yang lebih lebar dari sebelumnya. "Mau gue bantuin?"
"Ha?"
"Gue bantu lo baikan sama Hana," ulang Kai.
Kening Kara mengernyit. Terlihat tidak yakin dengan tawaran bantuan darinya. Kai berdecak. "Gak percaya gue bisa bantu lo baikan sama Hana?"
Kara menggeleng pelan. Tidak meyakini apa yang Kai katakan. Menyebalkan.
Kai geram. "Kalau lo tahu Fay yang rencanain ini lo percaya?"
Seketika wajah Kara berubah. Kai jadi berpikir bahwa dirinya merupakan salah satu orang yang tak bisa anak ini percaya dan Fay kebalikannya. Menyebalkan sekali mengetahui hal tersebut. Ia menjadi kesal.
"Giliran gue bilang Fay aja lo langsung berubah," dengus Kai.
"Kan lo sama Fay beda. Dari jauh aja gue tahu Fay tipe orang yang suka bantu orang, dan elo..."
"Meragukan gitu?" potong Kai dengan nada kesal namun itu sebuah bercandaan.
"Jadi mau gak dibantu?" tanya Kai kemudian memastikan apakah bantuannya disambut dengan baik atau tidak.
Kara menghela napas, lalu mengangguk pelan, "gimana caranya?"
Kai tersenyum lebar. Dengan antusias ia berdiri, memutari meja kantin lalu duduk di samping Kara lantas membisikan sesuatu padanya.
"Gimana?" Kai menaik-turunkan alisnya. "Rencana gue sama Fay oke kan?"
"Oke!" setuju Kara sambil memajukan kepalan tangannya yang langsung Kai sambut dengan kepalan tangannya juga. Melakukan tos ala-ala anak gaul gitu.
***
Gerbang sekolah terbuka lebar di hari minggu. Pak Sandi, satpam sekolah bertubuh tambun dan berkepala botak sedang duduk menaikan kaki ke atas meja saat Hana melangkah masuk. Pak Sandi yang terkantuk-kantuk itu tidak menyadari bahwa Hana masuk.
Parkiran lenggang. Hanya ada beberapa motor yang terparkir. Dua diantaranya tertutup mantel motor berwarna abu, yang merupakan milik satpam sekolah yang setiap hari selalu berada di pojok depan parkiran. Beberapa lainnya mungkin milik siswa atau siswi yang pada hari minggu datang ke sekolah karena kegiatan ekstra kulikuler atau mengerjakan tugas kelompok.
Lapangan upacara yang permukaannya ditutupi paving blok segi enam kosong. Dedaunan yang gugur dari pohon beringin dan pohon jati yang di tanam di sekeliling lapangan tampak mengotori di pinggirannya. Ada seorang pemuda yang sedang duduk sendirian di depan ruang guru sambil bermain HP. Bisa ditebak, dia pasti sedang berburu wifi.
Seseorang berteriak dari kelas yang tak jauh dari ruang guru. Hana lewat dan melihat beberapa anak berada di dalam kelas tersebut. Bisa dipastikan bahwa pria yang sedang berburu wifi di depan ruang guru itu adalah bagian dari anak-anak dikelas tersebut.
Hana berbelok kemudian naik tangga. Berjalan lurus melewati perpustakaan. Tangannya menelusuri tembok. Dingin. Tapi ia menyukainya.
Ponselnya berdenting.
Sejenak ia berhenti dan melihat pesan masuk dari mamanya yang menanyakan keberadaannya. Setelah membalas, Hana tak lantas mengembalikan ke home screen, tatapannya tertuju pada pesan yang Kara kirim semalam. Jemari Hana gatal lalu membuka chat tersebut, membacanya sekali lagi.
Kara Haizan
Besok ketemuan di lab komputer jam 10 ya. -- 20.37
Ada yang mau gue omongin sama lo -- 20.37
Senyum di wajahnya terbit. Kara pasti ingin berbaikan dengannya. Jam di ponselnya dua menit lagi menuju jam 10 pagi. Ia sengaja membuat langkahnya lambat supaya saat ia sampai di lab komputer tepat waktu.
"Aduh."
Suara seseorang dari belakangnya membuat Hana yang baru saja melewati perpustakaan berbalik. Tapi ia tidak menemukan siapapun. Mencoba mengabaikan suara tersebut, Hana kembali melangkahkan kaki.
Sudut bibirnya tertarik, begitu ia melihat jam di ponselnya yang tepat pukul 10.00 saat kakinya berhenti di depan pintu lab komputer.
Dibukanya pintu yang tidak terkunci itu, lalu masuk.
Hana tertegun di depan pintu dengan wajah yang seketika pias. Kemudian menunduk dengan cepat, tak mau lagi melihat benda-benda yang bergelantungan di atap dengan pita putih menjuntai.
Tak lama seorang masuk dan berdiri di sampingnya.
"Astaga!" pekik orang itu yang ternyata Kara.
"Na..gue..." Kara mencoba menjelaskan.
Ditatapnya wajah Kara yang jug berubah pias sama sepertinya. "Lo balas dendam karena gue gak ngasih tahu lo tentang perceraian orang tua gue dengan cara ini?" tanya Hana dengan suaranya yang bergetar.
Tanpa mengatakan apapun lagi, Hana melangkah keluar dari sana dengan kaki yang lemas dan dada berdetak sangat kencang. Di depan pintu ia bertemu dengan Fay dan Kai, entah apa yang mereka berdua lakukan di sekolah pada hari libur seperti ini. Yang pasti dua orang itu langsung terlihat panik melihat dirinya.
"Hana lo kenapa?" Fay memegangi lengannya, namun Hana menepisnya lalu melangkah pergi.
Fay dan Kai saling pandang dengan wajah yang sama-sama bingung. Bertanya-tanya kenapa Hana keluar sesaat setelah Kara masuk.
Kara keluar dari lab dengan wajah yang tak kalah berantakan dengan Hana. Melihatnya membuat dua orang itu semakin penasaran.
"Kalian kenapa sih?" tanya Kai.
Kara mengusap wajahnya frustasi. Menatap Fay dan Kai secara bergantian. "Hana takut balon."
Tidak ada nada bicara yang seperti menyalahkan. Hanya suara pelan yang terdengar putus asa sekali. Tidak, Kara tidak menyalahkan dua orang ini. Karena mereka berdua tidak tahu.
***
Jadi, Kara bakalan baikan gak sama Hana?
Jangan lupa vote sama komentarnya ya
Nantikan cerita Craziest Sweet Couple besok pagi
Terimakasih sudah membaca
Follow
Iistazkiati
140419
Iis Tazkiati N
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top