DUA PULUH SATU - "Arbani, I want you die!"
Hai, telat Update!!!
Seharusnya update kemarin tapi karena gue punya problem jadi males post wkwk
Happy reading, jangan lupa vote sama komentarnya ya
***
"Kemarin Fay pulang dengan selamat kan?" tanya Kai pada Alvin dan duduk di sampingnya sedang sibuk memainkan rubik.
"Hm,"
Alvin hanya berdehem karena dirinya terlalu fokus bermain.
Kai meringis, sudah dari kemarin Alvin memainkannya tapi belum jug menyelesaikannya. Malah semakin membuatnya acak-acakan. Tidak berbakat masih saja memaksakan diri ckckck.
"Lo gak pernah ngapa-ngapain kan sama dia di belakang gue?" tanya Kai yang entah kenapa tiba-tiba merasa cemburu tanpa alasan.
"Ngapa-ngapain gimana?" Alvin menghentikan sejenak permainannya. Menatap Kai, menunggu sahabatnya untuk menjelaskan padanya.
"Ya gitu."
"Ya gitu gimana?" tanya Alvin masih dengan nada santainya.
"Kalian selingkuh di belakang gue."
Oke, Kai tahu apa yang ia tuduhkan tidak berdasar. Apalagi hal tersebut ia tuduhkan pada Alvin. Sahabatnya yang paling Kai tahu adalah orang paling punya solidaritas dalam persahabatan dan anti dengan yang namanya berkhianat. Tak hanya itu, Kai sendiri tahu bahwa Alvin sedang berusaha mendekati teman sekelasnya Hana, ya walaupun sampai sekarang belum ada perkembangan apapun karena Alvin yang kurang dalam bertindak.
"Ngapain juga." ujar Alvin acuh tak acuh.
Kai sebenarnya takut setiap kali ia harus menitipkan Fay pada Alvin. Kai juga selalu berfikir bahwa dirinya sebagai pacar sangat tidak berguna. Dibandingkan dirinya malah selalu Alvin yang ada untuk Fay.
Bukankah sebagai orang yang penting untuk seseorang seharusnya kita berada di sampingnya di saat apapun. Tapi gue?
"Gue sayang banget sama Fay." Gumam Kai.
"Gue tahu." balas Alvin. "Bahkan lo cinta banget sama dia."
Alvin memang luar biasa pekanya. Kai tidak habis pikir kenapa sahabatnya ini masih jomblo sampai sekarang.
"Fay pernah cerita sama lo kalau dia cemburu sama Aruna gak?"
"Sering."
Kai menghela napas.
"Kai." Panggil Alvin yang masih fokus pada rubiknya itu.
"Apaan?"
"Jangan terlalu deket-deket sama Aruna." Alvin menghentikan sejenak aktivitasnya. Menatap sahabatnya Kai dengan tatapan serius. "Kadang kita harus ngerti lebih dulu orang lain tanpa dia bilang."
"Tapi, Kai sebenernya gue juga gak nyaman lihat hubungan lo sama Aruna. Kenapa? Karena kalian itu sama-sama punya pacar. Lo pacaran sama Fay. Dan Aruna pacaran sama si Kara itu. Lo pikir aja gimana perasaan Fay sama Kara lihat pacar mereka malah lebih sering sama orang lain. Gue bilang gini bukan apa-apa yah Kai, gue kalau jadi Kara atau Fay pasti bakalan gak suka lihatnya. Seenggaknya ada batas antara lo sama Aruna. Nentuin batas bukan berarti lo harus menjauh."
"Lo kan tahu gue sama Aruna kayak gimana? Kenapa sih semua orang bilang kayak gini sama gue? Gak elo, gak Tina. Emang kenapa sih?"
"Gue tahu." balas Alvin dengan suara menenangkan. "Tetep aja, bahkan dalam hubungan kakak-adik pun harus ada batasan. Bukan kenapa Kai. Cuma sekarang lo punya hati yang harus lo jaga. Kata gue sebelumnya, cemburu itu gak pandang bulu."
"Jadi gue harus kayak gimana? Jauhin Aruna?"
Alvin mengangkat bahu. "Pikir aja sendiri. Kenapa apa-apa harus minta saran sama gue sii!"
***
Sudah hampir satu minggu Vero bersikap aneh. Seketika saja Fay tidak mengenali cowok itu. Dibanding sebelumnya Vero lebih tenang bahkan terlalu tenang. Sebelumnya sifat Vero usil dan jahil, sekarang kebalikannya.
"Siapa yang mau maju ke depan?" tanya Bu Nelia guru matematikan sambil menyimpan spidol di ujung mejanya.
Beberapa bisik-bisik menyuruh teman sebangkunya untuk maju. Beberapa memilih menunduk menghindari tatapan Bu Nelia yang seperti ingin menelan siapapun hidup-hidup. Beberapa berpura-pura mengerjakan soal yang baru saja Bu Nelia tulis di papan tulis.
Saat semua sibuk dengan aktivitasnya masing-masing guna menghindari suruhan Bu Nelia, seseorang yang duduk di bangku paling pojok dekat tempat penyimpanan alat bersih-bersih berdiri. Semua mata menatapnya dengan tatapan aneh. Itu jelas tatapan penuh keheranan yang selalu di tunjukan setiap cowok itu maju ke depan kelas.
Bukan hanya Fay saja yang merasa tidak terbiasa dengan perubahan cowok itu.
Ya. Cowok itu Vero.
Mendadak Vero menjadi siswa pintar dan rajin. Dia juga tidak pernah lagi terlambat datang ke sekolah.
"Si Vero kenapa sih?" tanya Tina yang sedang menatap heran pada Vero yang berdiri membelakangi mereka, sedang mengerjakan salah satu soal di papan tulis.
Fay mengangkat bahu. "Gue juga gak tahu."
"Apa karena elo?" ucap Tina membuat Fay menoleh padanya seketika.
"Maksudnya?"
Bukannya menjawab Tina malah tertawa.
"Kenapa sih?" Fay tidak mengerti kenapa Tina malah tertawa.
"Fay, lo itu kelewat polos atau cuek sih?" Tina geleng-geleng kepala. Membuat Fay semakin tidak mengerti.
"Semua orang di kelas ini tahu kali kalau Vero suka sama lo." ujar Tina masih dengan tawanya.
Fay tertegun. "Jangan ngarang! Vero itu paling benci sama gue!" Fay melirik sejenak pada Vero yang sedang berjalan menuju ke bangkunya kembali. "Diantara lelucon yang ada di dunia ini, yang barusan lo bilang paling menggelikan buat gue."
"Siapa juga yang lagi bercanda." Tina berdehem. Wajahnya tiba-tiba berubah serius. "Gue tanya, kenapa waktu Kai nembak lo, Vero ngasih tahu kalau lo cuma dijadiin Kai bahan taruhan?"
"Ya... Karena dia emang suka banget lihat gue berkecil hati. Dia paling seneng gue sengsara. Makanya, gue milih terima Kai walaupun gue tahu dia jadiin gue taruhan buat nunjukin sama Vero kalau dia gak menang."
Tina geleng-geleng kepala. "Gue rasa bukan karena itu dia ngasih tahu lo."
"Alasan apa lagi yang buat dia harus kasih tahu itu ke gue?"
"Apalagi? Biar lo gak terima Kai lah. Bego!"
"Gak masuk akal." sekarang giliran Fay yang geleng-geleng kepala saking tidak percayanya.
"Sekarang gue tanya, kenapa Vero segitu seringnya ngusilin lo?"
"Karena itu emang hobby dia." jawab Fay malas. "Buat orang serasa di neraka?"
"Kenapa elo coba?"
Fay mengangkat bahu. "Ya mana gue tahu?"
Tina menghembuskan napas sambil memutar bola mata. "Susah emang ngomong sama lo."
Fay terkekeh mendengarnya.
"Fay, gue cuma mau bilang kalau cowok itu nunjukin rasa sukanya gak cuma dengan cara manis kayak Kai, gak dengan cara konyol kayak Kara ke Aruna. Ada banyak orang yang memilih terlihat menyebalkan di depan orang yang dia suka."
Fay hanya menatap wajah Tina. Entahlah, Fay tidak mengerti kenapa tiba-tiba Tina membahas hal itu padanya.
"Hhh... Susah emang ngomong sama orang gak peka kayak lo, Fay."
Pandangan Fay lalu beralih menatap Vero yang sedang menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi dengan pandangan lurus ke papan tulis.
Apa benar apa yang Tina katakan padanya?
Vero menyukainya?
Ia rasa dunia sudah benar-benar gila.
Dunia sudah benar-benar akan kiamat.
Seorang Vero yang menyebalkan sejagat raya menyukainya?
Apakah ada hal yang lebih konyol dari itu?
***
"Vero!" panggil Fay sambil berlari mengejar Vero yang sudah lebih dulu keluar dari kelas.
"Vero!" baru setelah panggilan kedua Vero berbalik. Dan menatapnya dengan tatapan seperti orang normal.
Melihatnya jelas saja terasa asing bagi Fay.
"Lo gak apa-apa?" Fay tersenyum hambar. Rasanya canggung sekali berhadapan dengan Vero yang bersikap 180 derajat dari yang Fay kenal sebelumnya.
"Gak apa-apa." jawab Vero nada suaranya terdenga datar.
"Akhir-akhir ini lo aneh." Akhirnya Fay mengatakan apa yang mengganggunya seminggu ini.
"Aneh gimana?"
Tatapan jahil dan menyebalkan itu bahkan hilang.
"Lo jarang ngusilin gue. Kenapa?"
Vero menggeleng. "Gak kenapa-kenapa."
Fay menatap Vero dengan tatapan sendu. "Apa ada yang buat lo berubah?"
"Gak ada." Lagi-lagi Vero menggeleng. "Gue cuma lagi berusaha melangkah mundur. Buat jarak antara gue sama lo jelas."
Setelah itu Vero pun berlalu tanpa mengatakan apapun lagi. Fay hanya bisa menatap punggung Vero dengan tatapan nanar. Apa benar yang Tina katakan?
Vero menyukainya?
"Fay!"
Lupakan tentang Vero. Sekarang Fay tersenyum manis pada cowok yang baru saja memanggil namanya.
"Kai!" seru Fay senang.
Cewek manapun akan langsung antusias saat melihat cowok yang dia cintai. Akan tetapi barus aja Fay hendak berlari menghampiri Kai orang lain lebih dulu menghampirinya dan bergelayut pada lengan Kai. Pemandangan seperti ini sudah biasa. Fay tersenyum kecut, sudah biasa membuat hatinya tercabik-cabik saat melihat Aruna bergelayut manja lalu Kai mengacak-ngacak rambut Aruna dengan gemas.
Selalu seperti ini.
Mereka berdua bersikap seolah dirinya tidak ada. Kedua mata Fay mulai terasa memanas. Ia menghela napas lalu kembali tersenyum kemudian mengumpulkan keberanian untuk menghampiri Kai yang masih di monopoli oleh sepupunya yang bukan sepupunya itu.
Berpura-pura baik-baik saja memang mudah. Tapi, meyakinkan hati sendiri bahwa kita baik-baik saja itu bagian paling tersulitnya.
Fay melihat Kai melepaskan tangan Aruna dari lengannya. Cowok itu berjalan menyambutnya lalu mengacak-ngacak rambut depan Fay dengan gemas.
"Makin cantik aja." ucap Kai membuat pipi Fay memanas.
"Seneng banget yah digombalin?" goda Kai.
Fay mengulum senyumnya lalu meninju pelan pangkal lengan Kai. Setelah itu dia meraba sendiri kedua pipinya. Dibilang cantik aja pipinya sudah memanas seperti ini. Jatuh cinta memang... luar biasa.
"Kai, lo acuhin gue?" tanpa mereka sadari ternyata Aruna masih berada di sana. Menatap interaksi sepasang kekasih itu dengan wajah dongkol.
"Bawa mobil kan tadi? Gue mau anterin Fay pulang dulu, nanti nyusul ke rumah sakit." ujar Kai membuat Aruna semakin kesal.
Fay menatap Aruna dengan tidak enak. Cewek itu pasti akan semakin membencinya melihat Kai lebih memilih bersamanya daripada bersama Aruna.
Tanpa memperdulikan Aruna yang seperti mengeluarkan asap dari lubang hidung dan telinganya Kai merangkul bahu Fay lalu berjalan menuju parkiran.
"Aku kangen kamu." bisik Kai di samping telinga Fay.
Sontak saja perlakukan manis itu berhasil membuat Fay meremang. Pipinya memanas kembali. Namun sebisa mungkin ia bersikap biasa saja mendengarnya.
"Aku juga."
"Fay!" panggil seorang pria berpenampilan urakan yang bersandar pada mercedez putih.
Membuat Fay tersadar seketika bahwa mereka sudah sampai di parkiran.
"Siapa?" bisik Kai dahinya mengernyit tidak suka.
"Kakak gue."
"Ngapain lo di sini?" tanya Fay ketus. Jelas ia tidak menyukai kehadiran kakaknya yang urakan mirip gembel ini di halaman sekolahnya. Memalukan.
"Jemput lo lah!"
"Kesurupan alat pel lo jemput gue."
"Ayo masuk!" ujar Bang Arbani tanpa menghiraukan kehadiran Kai di samping Fay. Berjalan memutari mobil menuju sisi sebelahnya, membukakan pintu untuk adiknya. "Ngapain masih bengong! Cepet! Papa udah nungguin."
"Emang mau ngapain, tumben papa nyuruh pulang cepet?"
"Dia mau tanding sama catur sama pacar lo si Alvin." Jawab ketus Bang Arbani sama sekali tidak melirik Kai yang sejak tadi berada di sampingnya. Entah memang tidak menyadari atau memang sengaja tidak melihatnya.
Yang pasti apa yang Bang Arbani katakan barusan berhasil membuat Fay panik. Terlebih lagi saat melihat raut wajah Kai yang tidak terbaca. Kenapa Fay merasa dirinya seperti seorang ibu yang ketahuan selingkuh?
Kan tidak!
"Pacar?" Kai menggaruk belakang telinganya. Wajahnya tak menunjukkan ekspresi apapun.
Dan itu malah terlihat sangat...sangat... menakutkan.
Fay mengibas-ngibaskan tangannya mencoba meluruskan. Takutnya Kai buru-buru berpikiran macam-macam tentang Alvin. Namun, baru saja Fay hendak membuka mulut. Bang Arbani si raja, kebanggaan ibunya yang rajinnya melebihi pelayan istana, yang cuti kuliah dengan alasan yang gak jelas itu sudah berteriak-teriak bak orang kesurupan.
"Cepetan! Lo mau abang lo yang berharga ini mati kepanasan?! Kulit porselen gue nanti gosong! Cepetan!" teriak Bang Arbani sambil menutupi kepalanya menggunakan kedua tangan.
Heran juga kenapa ada spesies manusia yang terlahir seperti itu. Apakah Tuhan sedang kurang fokus saat menciptakannya. Ah, sudahlah. Bisa gawat nanti jika sampai Abangnya yang berharga berkulit porselen itu guling-guling di tanah. Memalukan.
"Jangan mikir macem-macem dulu ya. Nanti gue jelasin sama lo." ujar Fay mencoba membuat Kai tidak berpikiran macam-macan.
"Udah sana, papa sama pacar lo udah nunggu katanya." Kai tersenyum manis, terlampau manis malahan. Dan ucapannya itu sangat halus namun menusuk. Fay tidak tahu bahwa Kai jago menyindir seperti ini.
"Sana, kasian pacar lo nunggu lama."
Melihat ekspresi Kai yang manis namun menakutkan membuat niatnya untuk menenggelamkan makhluk bernama Arbani itu ke tempat pembuangan tinja tetangga.
ARBANI, I WANT YOU DIE!!
***
111218
Flower Flo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top