DUA PULUH DUA - "Baik dan Buruk"
Hai, tiga bulan Unfairness hibernasi, akhirnya gue punya mood buat ngenext ini
Tiba-tiba aja ada ilham buat lanjutin ini
Happy reading!!
***
"Lo gila ya! Gila!!"
Arbani mencoba untuk fokus menyetir sambil menghindari pukulan membabi-buta dari adiknya yang ngamuk-ngamuk sejak keluar dari gerbang sekolah.
"Mati aja lo! mati!" Fay melepaskan sepatunya dan memukulkannya pada bahu Bang Arbani.
Arbani mencoba menghindar. "Kalau lo terus-terusan kayak gini bukan cuma gue yang mati, lo juga bakalan mati, bego!"
Fay sempat menghentikan tindakan kekerasan yang dilakukannya. Terdiam seperti sedang merenungkan apa yang abangnya katakan. Namun lima detik kemudian tampang bengisnya kembali terlihat.
"Masa bodo!" teriaknya sambil melempar sepatunya pada wajah Arbani.
"Sakit bego!" Arbani memegangi dahinya. "Lo kenapa sih!? Gak waras!" teriak Arbani yang tak terima perlakukan adik perempuannya. Pria 24 tahun ini melempar sepatu Fay yang ada di pangkuannya ke luar mobil tanpa peduli dengan pemiliknya yang akan histeris.
Dan benar saja, tak sampai satu detik Fay kembali menyerang abangnya lebih brutal dari sebelumnya.
"Sepatu gue! Sepatu gue! Pungut gak!" Fay memukuli Arbani dengan tasnya yang berisi banyak buku itu.
Menerima penyiksaan yang lebih mematikan dari Fay dan karena memikirkan keselamatan mereka berdua, Arbani meminggirkan mobilnya.
"Stop kriminal! Gue belum mau mati!" teriak Arbani. Suaranya menggelegar di dalam ruang kecil ini.
Fay menghentikan sejenak penyiksaannya, menatap abangnya dengan tatapan penuh permusuhan. Dadanya naik turun. Menyiksa orang juga menguras energi dan membuat capek ternyata.
"Lo kenapa sih?"
"Kenapa?!" Fay rasanya ingin menyembur muka abangnya dengan air untuk menyadarkannya. "Lo mau gue putus sama pacar gue ha?!"
"Oh, jadi yang tadi itu pacar lo." Arbani mengangguk-angguk dengan tampang menyebalkan. "Pantesan mirip sama foto yang pernah lo lihatin ke gue."
"Jadi lo..?"
Fay tidak percaya ini. Kalau tadi abangnya yang terkutuk ini pura-pura saja tidak melihat Kai. Mengatakan Alvin pacarnya di depan Kai pun dengan sengaja. Si anak kesayangan mama ini merencanakannya. Fay jadi bertanya-tanya apakah mungkin abangnya ini lahir dari rahim mamanya? Melihat dari sikapnya yang licik membuat Fay berpikir bahwa dia terlahir dari rahim nenek sihir atau nenek lampir.
"Gak pernah dateng ke rumah sih jadinya agak asing." ucap Arbani dengan santainya seolah tidak sadar dengan badai yang baru saja dia timbulkan.
"Tapi kok, gue makin ngerasa kalau halusinasi lo makin hari makin menjadi-jadi deh." Gumam Arbani, menggosok-gosok bawah dagunya. "Kok cowok kayak dia mau sih sama cewek jelek kayak lo?"
"Jangan salahin gue kalau album BTS lo nanti hangus." desis Fay tajam.
"Yah... padahal tadinya gue mau lurusin apa yang udah gue lakuin sama pacar lo. Tapi yaudah kalau gak mau. Gapapa, album itu palsu kok, nanti gue tinggal merengek sama mama buat beli yang asli."
"Lo!!" Fay kehabisan kata-kata.
Kenapa ia selalu kalah kalau berdebat dengan makhluk ini? Sungguh tidak bisa dimengerti. Fay melipat kedua tangannya di depan dada dan mengarahkan pandangannya ke luar jendela dengan keadaan yang masih sangat kesal.
"Cewek itu bukannya satu kompleks sama kita ya? Hana bukan sih namanya?" tanya Bang Arbani terdengar tidak yakin. "Lho, kenapa Alvin ngikutin dia?"
Awalnya Fay mau mogok mendengarkan abangnya, namun saat mendengar nama Alvin, mau tidak mau Fay mengarahkan pandangannya pada seorang gadis yang berjalan sambil membaca komik dengan telinga berjejal earphone. Di belakangnya siswa bermuka sangat yang cengengesan tak jelas berjalan di belakangnya, Alvin.
Siapa lagi cewek yang dibuntuti Alvin kalau bukan Hana.
Arbani memunculkan kepalanya melalui pintu mobil. "Hana!"
Yang di panggil menoleh.
Dan si cowok yang cengengesan tak jelas di belakang Hana kalang kabut seperti orang yang terpergok ingin mencuri.
"Gue abangnya Fay." ujar Arbani melihat ekspresi Hana yang terlihat jelas tidak mengetahui dirinya. "Rumah lo satu kompleks, pulang bareng aja."
Hana masih dia mematung di tempatnya.
"Alvin lo juga ikut aja, gue mau nunjukin sesuatu sama lo di rumah."
Hana yang menyadari Arbani memanggil nama lain menoleh ke belakangnya dan mendapati Alvin yang sudah seperti kepiting rebus. Lebih-lebih saat Hana menatapnya.
Di tempat duduknya Fay geleng-geleng kepala. Cowok sangar itu terlihat idiot saat berhadapan dengan cewek yang dia suka.
Ckckck, lo tamat Vin!
***
"Fay gue ketahuan!" teriak Alvin sesaat setelah Fay menggusur cowok itu ke halaman samping rumah karena kasihan melihat Alvin yang seperti ingin mengatakan banyak hal.
Fay tertawa terbahak-bahak. "Bilang terima kasih tuh sama abang gue udah bikin Hana tahu kalau lo selama ini nguntit dia."
"Gue gak nguntit."
"Terus apa?"
"Apa kek bahasanya." Tukas Alvin. "Nguntit kesannya gue kayak kriminal kelas hiu."
"Apaan sih." Fay meninju dada Alvin.
"Muka gue tadi kayak gimana pas Fay nengok ke belakang? Jelek gak?" tanya Alvin.
"Banget!"
"Ya Allah." Alvin meringsut sehingga berjongkok di atas rumput. Kepalanya mendongak menatap Fay dengan cara yang memprihatinkan. Wajah seperti itu mirip sekali dengan wajah abangnya sewaktu Fay membakar hangus semua poster BTS miliknya.
"Tamat sudah riwayat gue." Keluhnya. Alvin tiba-tiba saja berdiri membuat kepalanya terantuk pada dagu Fay yang berdiri di atasnya.
Fay mundur beberapa langkah sebelum akhirnya terjatuh. Duduk di rumput sambil memegangi dagunya. Alvin yang juga merasa sakit pada ubun-ubunnya mendekat pada Fay. Berjongkok di hadapan gadis itu dengan penuh rasa penyesalan.
Fay meringis kesakitan.
Alvin kebingungan. Matanya perpendar tak fokus. Mirip seperti anak kecil yang baru saja membuat teman bermainnya menangis.
"Sakit banget yah." Alvin menyingkirkan tangan Fay. Saat itu juga ia melihat darah mengalir dari bibir bawah Fay. Saat kejadian naas beberapa menit lalu gadis ini tak sengaja menggigit bibirnya sendiri sehingga berdarah.
Fay meringis kesakitan sampai-sampai air matanya keluar.
"Maaf gue gak sengaja." Alvin semakin panik. Matanya berpendar. Tak menemukan satu orang pun Alvin berlari dari sana ke dalam rumah mencari pertolongan dari Arbani yang sedang ngemil sambil menonton televisi.
Tak lama Alvin datang bersama Arbani. Berbeda dengan Alvin yang tampak panik, Arbani malah terlihat puas melihatnya. Tidak ada kekhawatiran sama sekali di wajahnya melihat darah mengalir dari bibir bawah ke leher dan mengotori baju bagian atasnya.
"Ciumannya ekstrim banget sih." Dalam situasi seperti ini Arbani malah bergurau.
Fay menangis. Tidak lucu sekali Arbani bergurau seperti itu disaat adiknya kesakitan.
"Fay ada yang nyariin... Astagfirullah." mama Fay yang hendak mengumumkan tentang ke datangan seseorang seketika memekik melihat putrinya duduk di rumput dengan darah mengalir dari bibirnya.
"Ma..." panggil Fay mengadukan rasa sakitnya. Air matanya mengalir.
"Fay!" mata Fay seketika membulat melihat orang yang baru saja memekik menyebut namanya. Pria yang baru saja muncul dari balik punggung mamanya.
"Kai." Ucap Fay pelan sambil menahan sakit.
Kai langsung menghampiri Fay dan mengendongnya. Melewati Arbani, Alvin dan mamanya. Berjalan tergesa-gesa ke luar rumah dan memasukan Fay ke dalam mobilnya. Pria itu menyerahkan sapu tangan hitam padanya.
"Tekan ke yang luka biar darahnya gak ngalir terus." Ujarnya penuh penekanan.
Kai menutup pintu mobil di samping Fay. Tubuh jangkuk pria itu terlihat berjalan di depannya melewati bagian depan mobil sebelum akhirnya membuka pintu di arah lain dan duduk di balik kemudi.
"Kenapa kamu bisa..."
"Jangan ngomong dulu. Nanti lukanya makin melebar." Potong Kai. Sedetik kemudian pria itu melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh menuju rumah sakit.
***
Nantikan kelanjutannya
Insyaallah akan gue update secara rutin, Senin, Rabu, sama Jumat mulai tanggal 8 April 2019
Ra? masih gue update, nantikan kelanjutannya besok karena Ra? bakalan tamat beberapa part lagi
Follow : iistazkiati
Fb: Iis Tazkiati N
Fanpage fb: Book's Slide
See U
260319
Flower flo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top