DUA BELAS - JANJI KAI

Hai Hai, telat updet harusnya kemarin

gapapa lah




Bukankah seseorang yang selalu hadir di saat jatuh ke dasar paling dalam dan saat kamu berada dalam ambang yang kamu rasa kamu akan mati saat itu juga sangat jarang ada?

***

"Kak." gadis berseragam putih merah dengan bando biru muda itu menarik ujung seragam putih merah Kai. Menatap kakaknya dengan tatapan memohon dan sengaja memelas.

"Gak boleh ikut." Kai melepaskan tangan Kaina—adiknya yang berbeda satu tahun—dari seragamnya. "Kakak malu kalau tiap main kamu ngintilin terus."

"Yah, kakak kok jahat." Kaina mengerucutkan bibirnya. "Lagian temen-temen kakak gak masalah aku ikut main sama kakak."

"Itu mereka. Beda sama kakak. Kamu gak pikir seberapa malunya kakak tiap kamu ikut kamanapun kakak pergi. Main sama temen-temen cewe kamu aja ya."

"Maunya sama kakak."

Kai tampak kesal. "Kamu yah."

"Ya kak."

"Gak boleh!"

"Ini terakhir ya kak."

"Kenapa gak main sama temen-temen kamu yang cewe sih?"

"Mereka gak seru maennya Barbie terus atau main rumah-ruamahan. Kan kalau main sama temen-temen kakak seru. Sepedaan, maen kelereng, jahilin tetangga, mencet bel rumah tetangga terus kabur, nyembunyiin sandal bapak-bapak yang dimesjid, corat-coret dinding rumah orang, maling rambutan sama mangg..."

Kai buru-buru menutup mulut Kaina. "Jangan bilang kamu pernah ikut maling sama mama papa ya."

"Iya, Kaina gak bakalan bilang sama mama sama papa asal kakak ajak Kaina main."

"Tetep gak boleh!"

"Nanti aku bilangin mama lho."

"Terserah." Kai mengambil sepedanya.

"Aku bilang kalau kakak pernah ajak aku maling rambutan sama mangga tetangga." Kaina belum menyerah dengan ancamannya.

Kai yang hendak menaiki sepedanya hendak terhenti mendengar ancaman sang adik. "Yaudah bilang aja. Gak peduli juga."

Setelah itu Kai pun meninggalkan halaman rumah dengan bersepeda. Tak berselang lama Kaina mengambil sepedanya dan mengikuti Kai.

Kai hanya memutar bola matanya menyadari bahwa Kaina mengikutinya. Berusaha mengabaikan lalu memacu sepedanya lebih cepat untuk menghindari Kaina. Berbelok tajam lalu menaiki bukit pasir milik tetangga. Berbelok lagi ke gang mesjid dan melewati jembatan sempit selokan mesjid. Melewati jalan raya. Lalu bersembunyi di balik dinding.

Kai tersenyum melihat Kaina terus melajukan sepedanya melewati dinding yang ia gunakan untuk bersembunyi. Barulah saat ia melihat Kaina sudah jauh ia melajukan kembali sepedanya. Kaina pasti sedang kebingungan sekarang karena kehilangan jejaknya. Dia pasti akan menyerah mengikutinya dan memilih untuk pulang saja.

Senyum mengembang di bibirnya.

Kakak laki-laki manapun suatu waktu pasti memiliki masa dimana ia terganggu jika adik perempuannya mengikutinya kemanapun. Seperti yang Kai rasakan saat ini.

Namun tiba-tiba sebuah suara tabrakan yang keras terdengar. Kai yang baru melajukan sepedanya beberapa meter berhenti dan berbalik.

Menoleh kebelakang.

Sebuah truk berisi muatan pasir tampak kehilangan kendali setelah menabrak sebuah sedan yang melaju dari arah berlawanan. Menabrak tiang listrik sampai roboh sebelum akhirnya terguling dan bergesekan dengan aspal.

Namun yang membuat Kai mati rasa di tempat adalah saat melihat truk itu bergerak dengan keadaannya yang sudah terguling menuju ke arah seorang gadis kecil berbando biru muda yang sedang menatap Kai dari arah berlawanan.

"Kaina!!!" Kai berteriak sangat keras.

Akan tetapi tidak bisa menghindarkan maut dari adiknya.

***

Kaina sudah tiada.

Kai merasa menyesal sekali.

Andai saja pada hari itu ia tidak bersikap menyebalkan pada Kaina dan membolehkannya saja ikut bermain bersamanya. Andai saja saat itu saja Kai mengabaikan egonya yang tidak mau Kaina mengikutinya terus. Andai saja Kai tidak bersembunyi di dinding itu.

Hanya andai saja...andai saja...dan andai saja yang bisa Kai ucapkan setiap harinya setelah kepergian Kaina.

Nyatanya kata andai saja itu tidak pernah bisa mengembalikan Kaina padanya. Tidak bisa membangkitkan Kaina kembali dari kematian.

Adiknya satu-satunya itu sudah pergi untuk selama-lamanya. Dan itu karena dirinya.

Kai menatap mama dan papanya yang sedang termenung di depan televisi. Sudah satu minggu semenjak Kaina pergi. Dan orang tuanya sama sekali belum berbicara padanya.

Hal itu semakin membuat Kai yakin bahwa kepergian Kaina murni karena ulahnya. Bahkan mama dan papanya pun seperti menyalahkannya.

"Mau es krim?"

Kai mendongak pada seorang gadis yang menyodorkan es krim di depan wajahnya.

Aruna tersenyum lebar. "Gue beli dua tapi mama bilang gue belinya kebanyakan. Katanya nanti gigi gue bolong-bolong."

Kai tidak menanggapi apa yang Aruna katakan. Melihat es krim yang Aruna berikan membuat ia teringat pada Kaina. Adiknya itu sangat menyukai es krim merek ini.

Bahunya bergetar di sertai tangisannya. Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Tidak mau ia terlihat sangat menyedihkan di depan sepupunya ini. Tapi, yang terjadi malah sebaliknya. Tangisannya semakin kencang saat Aruna merengkuh tubuhnya dan memeluknya sangat erat.

"Kaina bukan pergi karena elo." Aruna menepu punggung Kai untuk menenangkannya. "Seseorang akan berpulang ketika memang waktunya sudah tiba. Apapun penyebab dia berpulang sudah sepantasnya kita yang masih hidup tidak menyalahkan diri sendiri untuk penyebab kematian yang sudah Tuhan gariskan. Kaina pergi bukan karena elo, Kai. Bukan juga karena tante sama om yang kurang perhatian sama Kaina. Kenapa elo sama orangtua lo harus saling menyalahkan diri sendiri untuk sesuatu yang sudah seharusnya pergi."

***

Seiring dengan berjalannya waktu Kai dan orang tuanya mulai bisa merelakan kepergian Kaina. Seperti yang Aruna katakana, apapun penyebab Kaina berpulang sudah sepantasnya kita yang masih hidup tidak menyalahkan diri sendiri untuk penyebab kematian yang sudah Tuhan gariskan.

Sekarang Kai sudah tumbuh menjadi remaja SMP yang lebih baik. Walaupun terkadang saat ia sedang berkumpul bersama teman-temannya ingatan tentang Kaina yang selalu mengikutinya kemanapun ia pergi selalu terus membayangi. Tetapi, biarlah itu terus ia kenang. Karena nyatanya saat bersamanyalah Kaina merasa senang dan bahagia sebelum dia pergi untuk selamanya.

Dan hari ini entah apa yang salah dengan dirinya. Suhu tubuhnya terus meningkat. Padahal pagi hari saat ia bangun ia baik-baik saja bahkan tidak seperti akan jatuh sakit. Bahkan saat di sekolah tiba-tiba ia pingsan saat sedang berjalan dikoridor. Hal yang sangat memalukan buatnya. Seorang cowo yang terkenal satu sekolahan tiba-tiba pingsan di koridor.

Karena hal itulah terpaksa salah satu guru mengantarnya pulang ke rumah setelah sebelumnya ia menolak untuk dibawa ke rumah sakit. Sialnya ia lupa bahwa hari ini tidak ada siapa-siapa di rumahnya. Mama papanya pergi ke luar negeri untuk urusan bisnis. Asiten rumah tangganya mengambil libur selama satu minggu untuk mengurus pernikahan anaknya di kampung.

Sungguh sial.

Kai hanya bisa berbaring di tempat tidur. Kepalanya terlalu pening untuk sekedar duduk. Ia tertidur beberapa jam sebelum akhirnya terbangun saat jam sudah menunjuk angka 8. Sudah lewat waktu makan malam. Pantas saja Kai merasa perutnya perih saat bangun.

Dengan sisa kekuatan ia mencoba bangkit dari tidurnya. Mengabaikan kepalanya yang berdenyut-denyut. Kenapa ia harus sakit di saat semua orang rumah tidak ada.

Beberapa kali ia mengerjap untuk memperjelas penglihatannya yang kabur saat menuruni tangga. Tangannya yang lemah berpegangan pada pinggiran tangga. Kakinya yang lemas memaksa untuk terus melangkah. Mungkin nanti jika ia sudah sampai anak tangga terakhir ia akan ngesot saja ke dapur.

Namun belum sampai tangga terakhir, malah baru beberapa anak tangga yang ia turuni pandangannya sudah menggelap dan kakinya kaku. Ia terjatuh. Menggelinding di tangga. Terbentur-bentur anak tangga dan pegangan tangga sampai berakhir terkapar di anak tangga terakhir.

Inilah akhirnya. Ia turun dengan cara menggelinding dengan membuahkan darah mengalir dari kepalanya.

Rasanya lemas sekali.

Energinya yang sebelumnya hanya sedikit sekarang terasa habis.

Apakah ia juga akan mati? Menyusul Kaina yang sudah lebih dulu berpulang.

Sampai tiba-tiba Aruna datang dengan kepanikan di wajahnya.

Mencoba mengguncang tubuhnya namun Kai tidak memberikan reaksi apapun. Matanya terbuka dan bisa melihat Aruna namun ia tidak bisa melakukan apapun atau mengucapkan apapun. Tubuhnya pun tidak bisa bergerak sama sekali.

"Lo gak boleh mati Kai." dengan tangannya yang gemetaran Aruna menelpon ambulance.

Perlahan senyumnya mengembang.

Aruna selalu datang di saat ia membutuhkan. Saat ia merasa jatuh ke dasar saat Kaina pergi. Bahkan sekarang saat ia merasa bahwa ia akan mati.

Bukankah seseorang yang selalu hadir di saat kita jatuh ke dasar paling dalam dan saat kita berada dalam ambang yang kamu rasa kamu akan mati saat itu juga sangat jarang ada?

Tapi Aruna ada. Seseorang yang membuktikan bahwa seseorang itu ada.

Sepupunya datang.

Mulai detik ini Kai berjanji akan menjaga Aruna seperti ia menjaga adiknya sendiri. Kai berjanji hal itu.

***


181018

Flower Flo

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top