[1] - chapter 2
Sepertinya badan ini sudah remuk. Ingin rasanya cepat-cepat berbaring di kamar. Dengan langkah gontai, aku menaiki tangga.
Hampir sampai!
Sedikit lagi, Kinay!
Kinay pasti bisa!
Akhirnya...
Tak peduli apapun, aku langsung rebahan di kasur. Tanganku meraih boneka panda dengan malas dan memeluknya erat. Mataku mulai berat, kesadaranku pun perlahan menghilang.
"Kinay, ayo temanin bunda sebentar."
Seketika saja aku membuka mata, terkejut karena kedatangan bunda yang tiba-tiba saja masuk ke kamarku.
Perlahan aku duduk menghadap bunda dengan tangan yang masih memeluk boneka hingga menutup mukaku.
"Mau kemana, Bun? Kinay baru aja mau tidur. Udah lelap sebentar malah," lirihku dengan sedih.
"Bunda mau ke bandara sebentar! Ini ada sepupu kamu dateng," ujar Bunda dengan enteng. Ia terlihat gembira. Ya, sedikit terlalu gembira untuk sekadar berita begini. Mungkin hanya untuk menyemangatiku bangun dari kasur yang nyaman ini.
"Siapa sih, Bun?"
"Kamu lihat aja nanti. Makanya cepetan mandi sana. Anak gadis kok dekil begini," ledek Bunda sembari mengernyitkan hidungnya padaku.
Begitulah bundaku, ia senang bercanda. Itu juga termasuk salah satu kehebatannya. Dia sering terlihat bahagia, walau dalam keadaan apapun. Bunda hebat, hebat dalam menyembunyikan itu. Bisa jadi aku dapat bakat itu dari bunda kali ya. Jago banget nyembunyiin perasaan.
Tapi sayangnya, topeng bahagia bunda tak mempan bagiku. Apa yang dilihat orang lain, berbeda dengan apa yang aku rasakan. Aku tak butuh melihat dengan mata untuk merasakan apa yang bunda alami.
Aku mengerti, Bunda.
Aku tau bunda terkadang merasa sedih.
Kinay di sini, Bun.
Bunda tak perlu bersembunyi dari kinay.
~~~~~~
Saat ini, aku dan bunda sudah berada di bandara. Ya, menunggu sepupu misterius ini datang. Dikatakan misterius karena aku sendiri tak tau siapa. Bunda enggan memberitahukan nama si misterius ini.
Menit demi menit berlalu, si misterius ini belum juga nongol. Aku yang mulai bosan menunggu, akhirnya berniatan untuk jajan sebentar.
"Bun, kinay haus. Boleh beli minum dulu, gak?"
"Ya, udah iya. Bunda mau satu ya. Beliin juga buat sepupu kamu. Bunda tunggu di sini aja," jawab Bunda dengan lembut.
Sebuah anggukan aku indahkan ke bunda dan langsung beranjak pergi ke sebuah minimarket.
Sesaat masuk ke minimarket itu.
Mataku disuguhi deretan minuman yang ada di kulkas. Haduh, semuanya terlihat segar. Tolong jangan lapar mata kinay!
Satu demi satu botol minuman aku raih. Hingga tanpa sadar telah banyak yang kupilih. Ya, tak apalah. Sekalian buat persediaan di rumah aja. Tapi hebatnya, si Kinay yang pintar ini lupa ambil keranjang belanja.
Dan, dikarenakan aku malas mau ambil keranjang di dekat pintu masuk. Akhirnya diri ini berinisiatif untuk membawa semua minuman ini di dekapan. Masa bodoh jika bajuku basah habis ini.
Perlahan aku menyusun semua minuman di dekapanku. Emang, cuma ada enam botol. Tapi, lumayan bikin ribet juga.
Sesaat semua sudah aman di dekapan. Dengan hati-hati, aku menutup kulkas dan berbalik badan menuju kasir. Namun, tak disangka tubuh ini menabrak seseorang. Membuatku kaget dan menjatuhkan semua minuman yang sudah susah payah aku susun. Belum lagi suara jatuh minuman ini cukup nyaring. Nanti dikira apaan lagi. Akhirnya, dengan terburu-buru aku berjongkok. Memunguti semua botol minumanku yang baru saja menyium lantai.
"Mbak, kalau jalan tuh hati-hati," kata lelaki di hadapanku. Ia ikutan berjongkok sembari membantu memunguti botol minumanku. Kepalaku semakin menuduk karena malu. Kenapa nih orang enggak pergi aja sana?!
"Eh, iya. Maaf Mas," tuturku dengan pelan, karena malu telah merajalela. Dengan cepat aku ambil semua minuman dan bangkit menuju kasir; melewati lelaki yang barusan kutabrak. Kepalaku tetap tertunduk berusaha menutup wajah ini.
"Mbak, ini ketinggalan satu," panggil si lelaki tadi.
Astaga!
Kenapa pakai ketinggalan segala, sih?
Salah apa aku hari ini, Ya Allah.
Jadinya, mau enggak mau. Aku pun berbalik badan seraya menarik napas dalam; memberanikan diri menatap mata lelaki itu.
Aku terdiam sebentar melihat dirinya. Kenapa wajahnya terlihat familiar ya?
"Iya makasih ya Mas," ucapku dengan cengiran yang terpampang jelas di wajah. Tanpa basa-basi aku langsung berlari kecil ke kasir. Ingin secepat mungkin pergi dari tempat ini.
~~~~~~
"Bunda! Kinay malu banget Bunda," gumamku sembari memeluk Bunda yang sedang duduk.
"Lah, kamu kenapa Nak?" tanya Bunda dengan suara yang mulai panik. Mungkin dikiranya aku diapain kali ya.
Aku pun menyodorkan kantung berisi minuman yang tadi dibeli, "Nih, gara-gara ini nih"
"Malu banget Bunda," aku kembali memeluk bunda untuk menyembunyikan wajah ini.
"Halo, Tante."
Suara itu! Itu kan suara cowok tadi, lah kenapa ada dekat sini sih! Baru saja aku ingin semakin menutup muka, bundaku berdiri.
"Eh iya, Nak! Akhirnya ketemu juga. Sudah besar Derion sekarang ya," bunda langsung memeluk lelaki itu, kemudian mengusap kepalanya seolah-olah dia masih anak kecil. Aku terdiam memandangi mereka berdua. Ternyata lelaki di minimarket tadi adalah sepupuku!
"Nih, sepupu kamu. Derion, kalau dulu sih kamu manggilnya Bang Ion. Kamu inget kan? Terakhir kalian ketemu pas Kinay masih SD kayaknya."
Bunda memegang bahuku mengenalkanku padanya. Sedangkan, aku hanya bisa mengangguk tanpa suara.
Jujur saja, aku lupa dengan sepupuku yang satu ini. Yang bisa aku lakukan hanyalah tersenyum malu padanya. Benakku masih melekat pada peristiwa minimarket tadi. Maaf ya teman-teman, emang gini anaknya. Dikit-dikit malu.
"Iya, tante. Udah ketemu tadi," ujar Derion dengan senyuman penuh arti di wajahnya. Aku hanya bisa tertawa kecil menutupi rasa maluku.
Mungkin bunda ingat aku yang udah capek, akhirnya menyarankan kita untuk segera pulang. Aku hanya diam, membuntuti mereka dari belakang. Bunda dan sepupuku itu berbincang cukup panjang, enggan sekali aku mengupingnya. Tapi, ada satu hal yang tak sengaja tertangkap oleh telingaku. Ternyata, dia bakalan tinggal di rumahku untuk sementara ini.
Bagaimana ini?
Pertanda baik atau buruk kah ini?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top