Episode 16 Tembok Tinggi
Tiga tahun yang lalu.
Badai mengenakan pakaian terbaiknya, melenggang masuk ke sebuah pub. Teman-temannya tampak sudah larut dalam alunan musik bahkan ada yang sudah setengah teler di sudut ruangan. Mereka sedang mengadakan reuni untuk fakultas hukum universitas tempat Badai dan Neiva menimba ilmu.
"Wah, playboy cap kapak udah dateng, nih. Traktir kita dong!" sahut Randy, teman akrab Badai.
Yang disapa hanya mengeluarkan senyum tipis. Di antara teman-temannya, dialah yang berhasil mendapatkan atensi Bagas dan lolos menjadi advokat resmi di sana.
"Mana Nyonya? Nggak diajak?" celetuk Wisnu. "Biar kumpul sama cewek-cewek yang lain di sana." Telunjuk lelaki itu mengarah ke sekumpulan perempuan yang terdiri dari pasangan para lelaki itu dan sebagian merupakan sesama mahasiswa fakultas hukum di universitas yang sama.
Nyonya adalah julukan untuk Neiva, karena berhasil mengikat Badai selama dua tahun, sekalipun diwarnai masa putus sambung. Namun, teman-teman Badai meyakini mereka akan berakhir di pelaminan, karena Badai benar-benar bertobat dari segala sikap slengeannya dan bahkan tidak pernah kedapatan bersama cewek lain selama bersama Neiva.
"Telat dia. Katanya mau nyusul sebentar lagi," jawab Badai tanpa melepaskan senyum di wajah. Tadi ia hendak menjemput gadis itu, tapi Neiva menolak dan mengirim pesan bahwa ia akan berdandan untuk memberi Badai kejutan. Lelaki itu juga tak sabar ingin mengejutkannya. Tangannya meraba saku di mana sebuah kotak beledu mungil berwarna merah tersimpan di sana.
Sementara itu, di kamar, Neiva sedang mematut pakaiannya yang terbaik. Kali ini ia ingin memberikan kejutan untuk Badai, karena ia telah resmi diterima menjadi advokat di Tanudja Law Firm, setelah magang. Membayangkan mereka akan bekerja di atap yang sama, membuat gadis itu tak bisa menanggalkan senyuman di wajah.
"Rish, Irish, gue pinjem lipstik lo, dong." Kaki Neiva berlarian menuju kamar teman serumahnya.
"Lipstik yang mana?"
"Yang pas sama warna gaun gue ini!" Neiva mengenakan gaun rajut berwarna marun dengan sepatu hak tinggi berwarna abu-abu, yang merupakan satu-satunya sepatu yang ia punya. "Warna merah gelap gitu lah."
"Ini marun, Neng. Bentar aku cari dulu." Irish membongkar koleksi alat riasnya kemudian menyerahkan lipstik dengan warna yang cocok untuk gaun Neiva. "Makanya sesekali gajian beli varian lipstik atau apa, kek. Jangan pake lipstik nude mulu."
Neiva hanya punya satu lipstik dengan warna nude, pink dengan sedikit hint oranye, yang menyerupai warna alami bibirnya. Karena itu, Irish sering mengejeknya sebagai cupu.
"Iya, iya. Ntar gue nambah beli satu. Lagian kan gue butuh nabung buat bisa beli rumah." Gadis berambut panjang itu mulai memulas bibirnya.
"Yaelah, kan kamu enak. Udah ada Badai. Ganteng, mapan, keluarganya terpandang. Kamu tinggal nikah sama dia, pasti udah dapat rumah full furnished. Tinggal santai jadi nyonya sosialita." Irish nyerocos. "Emang kamu rumah di Ayalis itu mau buat siapa? Rumah masa depanmu sama Badai?"
Pipi Neiva bersemu merah. "Enggak lah, apaan sih. Gue malah belum kepikiran nikah. Baru aja status gue naik jadi karyawan tetap, masih lama prosesnya."
"Cie ... pipimu merah tuh. Pasti udah bayangin jadi Nyonya Badai Sanggara," sahut Irish dengan raut muka mengejek. "Teman-teman dia aja udah pada manggil kamu Nyonya, kan?"
"Udah, ah. Gue mau berangkat. Ini aja gue udah telat." Neiva menggelung rambutnya menjadi sanggul, kemudian buru-buru berlari ke kamar untuk mengambil tasnya.
Namun, langkah kaki gadis itu terhenti ketika seorang perempuan paruh baya yang biasa ia temui tiap bulan berdiri di pintu rumah. Gadis itu terkejut dan segera meminta perempuan itu masuk ke dalam.
"Mama kok nggak ngabarin kalo mau ke sini," ucap Neiva basa-basi. Perempuan itu, Anita Sanggara, duduk dengan sikap anggun, tetapi raut wajahnya tampak sendu. "Mau teh atau air lemon hangat, Ma? Di sini nggak ada Darjeeling favorit Mama."
Anita menggeleng perlahan. "Neiva, Mama mau ngomong sesuatu."
****
Suasana di pub makin menggila. Badai dan teman-temannya memutuskan bermain truth or dare. Badai sampai telah melepas sepatu dan bertelanjang kaki karena memilih dare atau tantangan.
"Oke, kali ini tantangannya harus makin seru ya!"
Semua orang menuliskan satu buah tantangan dan pertanyaan yang menjebak lalu menaruhnya ke dalam masing-masing toples. Jika ada yang memilih tantangan, maka ia harus mengambil satu buah kertas yang ada di toples tantangan. Begitu juga jika ada yang memilih truth atau kejujuran. Semakin malam, semua peserta nyaris mabuk, hingga situasi makin liar.
"Kali ini, nggak boleh ada yang nyerah atau dihukum. Peserta harus melakukan apa yang udah dipilih!"
Kemudian botol bir diputar dan para lelaki itu berseru keras saat ujungnya menunjuk ke Badai.
"Ayo, Badai, pilih dare! Masak mantan playboy cap kapak kita nggak berani sih!" cetus Randy, memanaskan suasana. "Anggap aja ini pesta lajang sebelum lo kawin sama Neiva!"
Sorakan dan teriakan kencang bersahutan. Badai mengambil sebuah kertas dari toples tantangan dan membaca kalimat yang tertera di sana. "'Ajak cewek random buat nge-dance!' Wah, ini gila, Bro!"
"Ayolah, cuma nge-dance doang, lho. Nggak bakal juga si Neiva marah." Wisnu melingkarkan tangan ke bahu lelaki itu. "Ntar kita juga bantu jelasin kok. Lagian Neiva juga belum dateng."
"Iya, ke mana nih, Nyonya? Lama amat dandan doang."
Badai menghela napas panjang lalu mengecek ponsel. Tidak ada pesan dari kekasihnya sama sekali. Bahkan pesan yang dikirim lelaki itu satu jam yang lalu yang menanyakan keberadaan Neiva juga belum dibaca.
"Ya udah. Cuma nge-dance doang, kan?" Badai merapikan kerah baju dan rambut, lalu melangkah ke meja bar, menghampiri seorang perempuan yang duduk sendirian. Gadis itu mengenakan gaun tanpa lengan berwarna biru, sedang menyesap minuman dalam gelas cocktail dan menyilangkan kakinya yang jenjang. Badai menggaruk kepala dengan salah tingkah, sebelum menyapa gadis itu.
Beberapa menit kemudian, teman Badai bersorak saat gadis ituーyang bernama Sonyaーmenggandeng tangan Badai ke lantai dansa. Mereka menari dengan lincah mengikuti beat lagu yang diputar oleh DJ. Sesekali tangan perempuan itu hinggap di bahu dan menarik Badai mendekat, tetapi lelaki itu berusaha mengelak. Ia tidak sedang mencoba merayu perempuan itu, ia telah memiliki ratu dalam hatinya.
"Okay, this is fun, tapi udah cukup, ya. Makasih udah mau nemenin gue melantai!" seru Badai di telinga Sonya demi mengatasi musik yang berdentam keras. Ia terpaksa menyudahi karena makin lama, sentuhan gadis itu makin liar di tubuhnya.
"Nope. Gue udah terima ajakan lo, lo mesti bayar gue," bisik Sonya dengan nada sensual.
Bibir Badai menyeringai. "Oh, I see. Lo mau dibayar pake apa? Your bills on me, that's enough?"
"No, gue nggak mau dibayar pake uang." Gadis itu menggeleng.
"Lantas?" Wajah Badai dihinggapi kebingungan.
Tangan gadis itu menarik kepala Badai dan mendaratkan ciuman di bibir lelaki itu. Teman-teman Badai yang awalnya bersorak memasang wajah terkejut dan cemas. Mereka tak menyangka bahwa situasinya akan liar seperti bola salju yang menggelinding dan semakin besar menggilas apapun yang dilewatinya.
Mata mereka membulat manakala menyadari ada seseorang yang baru masuk ke dalam pub, mengawasi adegan itu dengan mata memerah. Randy segera menghampiri orang tersebut yang rupanya adalah Neiva yang baru tiba.
"Va, Iva, ini nggak kayak yang lo pikirin, Va. Tadi kita lagi main truth or dare, dan Badai dapat dare buat ngajak cewek nge-dance aja, kok. Beneran. Kita semua jadi saksi, Va!" jelas Randy dengan panik.
Wisnu menimpali, "Beneran, Va. Cewek itu aja yang kegatelan. Badai nggak selingkuh dari lo, suer!"
Tangan Badai menarik kepala Sonya dan mendorong gadis itu menjauh. Namun, Neiva sudah keluar dari pub dan tak terlihat di manapun. Lelaki itu mengumpat, karena seharusnya malam ini menjadi malam spesial untuk mereka berdua. Namun, ternyata semuanya terjadi di luar kendalinya.
Neiva berdiri diam di halte, menahan agar air matanya tidak tumpah. Tidak, ia tahu bahwa Badai takkan berselingkuh. Ia sempat mendengar samar bahwa kekasihnya itu hendak menyudahi tarian mereka di lantai dansa. Teman-teman Badai juga takkan berbohong, karena mereka juga teman-temannya.
Ia tak ingin memutuskan hubungan mereka secepat ini. Neiva teramat mencintai lelaki itu, yang ternyata di luar jangkauannya. Anita Sanggaraーmama Badaiーtelah menjatuhkan vonis tegas bahwa ia tidak bisa menerima Neiva menjadi menantunya, karena latar belakang keluarga gadis itu. Selama ini, sikap keibuan dan kasih sayang yang dipancarkan perempuan itu ketika Neiva menyambangi kediamannya, tidak sama dengan ia diterima di keluarga Sanggara.
"Malam ini, Badai berniat melamarmu. Jujur saja, memang hal ini pasti akan terjadi, tapi Mama tak sangka akan secepat ini. Selama ini, Badai tak pernah serius dengan pacar-pacarnya, jadi saat sama kamu, Mama tak pernah keberatan. Namun, untuk menjadi anggota keluarga Sanggara, tidak cukup hanya dengan pendidikan dan pekerjaan, Neiva. Mama sudah memeriksa, ternyata kamu anak di luar nikah, yang bahkan tidak jelas siapa ayahmu. Itu ... bukan hal yang bagus untuk menjadi istri seorang Sanggara."
*episode16*
Ya ampun, jadi Neiva nyesek amat ya. Udah cinta sama cowok, udah ngira bakal diterima sama keluarganya ternyata zonk.
Terus apakah salah paham ini akan bisa diselesaikan? Akankah Badai dan Neiva balikan?
Tinggalin komen ya, tentang pendapat kalian. Kalo rame, aku bakal double up lagi besok 🤭🤭
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top