Episode 15 Ditampar oleh Kenyataan
"Dengerin gue, Re. Gue tahu lo segitu nggak tahannya pengen lepas dari dia, jadi lo mau nerima semua tuduhan dia begitu aja. Tapi, please. Kita masih kurang bukti buat penjarain laki lo, cuman kita bakal tetap berjuang, Re. Orang ini harus dipenjara atau dihukum sesuai keinginan dia. Pikirin anak-anak lo juga. Mereka nggak layak diasuh oleh bapak seorang bajingan. Jadi, apapun yang dituduhkan sama lo di sana, lo harus bersikukuh bahwa lo membela diri karena diserang sama dia. Oke? Lo paham maksud gue, kan?"
Kedua tangan Neiva memegang kepala artis itu. Renata masih berlinang air mata, tetapi sorot mata pengacara muda yang bersungguh-sungguh menatapnya membuatnya terharu.
"Gue beneran nggak ngerti kudu gimana ...."
"Lo kuat, Re. Demi anak-anak lo, demi semua perempuan yang udah dirugiin oleh Andreas. Kami bakal dukung lo apapun yang terjadi."
****
Neiva ragu bahwa Renata akan bisa mengikuti sarannya dalam sidang pertama yang membahas tentang tuduhan KDRT yang dilakukannya, tetapi artis itu benar-benar tampak tegar. Matanya masih terlihat sembap, juga berulang kali perempuan itu berhenti sebentar untuk mengusap air mata yang mengalir begitu saja ke pipi, tetapi Renata bersikeras bahwa ia membela dirinya. Ia tidak melakukan kekerasan tanpa sebab.
Bukti-bukti yang dibawa oleh Tegar cukup solid dan tampak meyakinkan. Apalagi tim kuasa hukum mereka sudah mendaftarkannya terlebih dahulu sebelum sidang, sehingga benda-benda itu dianggap valid. Berbeda dengan tim kuasa hukum Renata yang kekurangan barang bukti.
Rekaman video CCTV diputar di hadapan majelis, hingga teriakan kemarahan pengunjung yang hadir bergema memenuhi ruangan.
"Wanita bejat!"
"Sadis!"
Tegar juga membawa rekaman suara di mana Renata menjerit histeris dan berkata ingin menghabisi nyawa Andreas, sementara lelaki itu menangis tersedu-sedu ingin memperbaiki semuanya.
"Rere, Sayang, maafkan aku. Aku udah salah, aku janji aku nggak akan ngulang kesalahanku. Sayang, aku cinta mati sama kamu. Kamu boleh pacaran sama cowok-cowok berondong itu dan aku nggak akan marah lagi. Asal jangan kamu tinggalin aku, Re ...."
Perkataan Andreas mengenai cowok berondong itu membuat Neiva geram. Sepertinya lelaki itu sengaja membuat citra Renata sebagai artis peselingkuh dan suka melakukan kekerasan dengan kata-kata tersebut.
"Itu tidak benar, Yang Mulia. Bahkan saya sama sekali tidak berkencan dengan siapapun saat itu. Dia menangis setelah memukul perut dan bahu saya karena tidak mau melayaninya, Yang Mulia," sanggah Renata dengan anggun. "Bahkan saya sudah sertakan visum dokter pada hari dan tanggal saat rekaman itu diambil."
"Bagaimana mungkin terdakwa dipukul sementara korban sedang menangis, Yang Mulia? Seperti yang Anda dan Hadirin semua ketahui, Saudara Renata ini sedang syuting film laga aksi pada saat itu. Memar dan lebam yang tertera di visum juga foto yang ditampilkan, jelas sekali merupakan hasil saat syuting. Izinkan saya memperlihatkan dokumentasi syutingnya, Yang Mulia."
Foto di mana Renata sedang melakoni adegan berkelahi dengan lawan mainnya muncul di layar. Juga ketika artis tersebut jatuh terjerembab karena medan yang tidak rata.
"Renata Mariana jauh menguasai ilmu bela diri, mengapa ia tak bisa melawan saat suaminya melakukan kekerasan? Itu jauh tidak masuk akal, Yang Mulia. Lebih masuk akal jika Saudara Renata yang pandai bela diri, melakukan kekerasan kepada suaminya yang bahkan tidak punya latar belakang bela diri sama sekali."
Bahkan Bagas yang biasanya bersinar dalam persidangan tampak kusut hari itu. Namun, beliau mampu memberikan argumentasi yang brilian, sehingga sidang kemudian akan dilanjutkan di lain hari. Tim kuasa hukum Renata harus mengumpulkan bukti yang bisa dipakai untuk memberatkan Andreas, sebelum sidang penjatuhan vonis akan dilangsungkan.
Wartawan memenuhi gedung pengadilan. Bahkan melihat kerumunan para pencari berita dengan moncong kamera yang siap menyergap, membuat Neiva ikut sesak napas. Renata telah memecat manajemennya sehingga ia nyaris seorang diri sekarang. Dengan diboikotnya film-filmnya, ia tak tahu apakah akan bisa berakting atau bekerja di industri hiburan sekali lagi. Tidak ada agensi manapun yang mau menaungi artis yang sedang bermasalah.
"Kita harus bagi tugas. Dipta, kamu dan Neiva keluar dengan mobil Renata. Lalu Badai, kawal Renata dan bawa mobil saya untuk keluar dari pengadilan. Saya akan mendampingi Dipta dan Neiva agar tampak seperti saya mengawal Renata." Bagas melonggarkan dasinya, sembari meminta kunci mobil sang artis. Petugas keamanan bersiap untuk membantu mereka keluar tanpa harus berhadapan dengan wartawan.
Neiva menyerahkan jasnya, kemudian mengenakan jaket bulu yang mahal milik Renata. Gadis itu bahkan menggerai rambut dan mengenakan kacamata Renata. Sementara sang artis segera menggelung mahkotanya dan mengikuti langkah Badai.
Dalam waktu singkat, Neiva dan Dipta segera melangkah menuju mobil Renata dan mengendarainya tepat ke arah wartawan yang berkerumun. Para pencari berita segera mengelilingi mobil dan membuatnya susah bergerak. Dipta berusaha keras agar tidak tergoda untuk menginjak gas dan menabrak beberapa dari mereka. Neiva menyembunyikan wajah dengan masker, sementara matanya menunduk agar tidak terlibat kontak mata dengan orang-orang yang menatap dari balik kaca dan mengetuk sepanjang waktu.
Setelah lolos dari kerumunan wartawan, Dipta segera mengendarai mobil Renata menuju apartemen persembunyiannya, di mana Badai dan Renata sudah sampai terlebih dahulu. Dipta mengeluarkan kunci cadangan yang diberikan Renata sebelum mereka berpisah di pengadilan.
"... gue nggak tahu lagi caranya ngadepin ini, Badai. Gue udah nggak tahan lagi."
Suara Renata yang lirih tanpa sengaja menembus indera pendengaran Neiva ketika ia melangkah masuk ke apartemen tersebut.
"Gue tahu. Lo nggak pantes nerima semua ini, Re. Lo berhak dapat yang terbaik."
Setelah itu, Neiva berharap bahwa mereka datang sejam kemudian. Ia tidak mau berada dalam suasana hening yang membuatnya terdampar dalam kecanggungan. Dipta bahkan menahan napas, sebelum ia menaruh kunci dan STNK mobil Renata ke meja di dekat pintu masuk. Neiva tidak melarikan diri seperti seorang pengecut, melainkan berbalik dan menutup pintu dengan anggun.
Gadis itu mengikuti langkah Dipta menuju lift, tanpa ada air mata yang menetes. Ya, itu bagus. Neiva bersorak untuk ketegarannya kali ini. Bersih tanpa tangisan merana. Jemari Dipta menekan tombol turun dan lift terbuka.
Neiva berdiri di sebelah Dipta dalam diam. Pikirannya sudah merangkai banyak obrolan yang bisa ia lakukan, tetapi bibirnya kelu. Tak satupun kata-kata keluar dari sana.
"Bahu gue bisa dipinjem kalo lo pengen nangis, Va." Akhirnya Dipta mengisi kekosongan di antara mereka setelah pintu lift menutup.
"Thanks, tapi gue nggak punya alasan untuk nangis." Neiva menoleh ke arah lelaki itu. "Rasanya kayak mergokin temen sekelas nyontek, itu aja."
"Beneran lo nggak patah hati ngeliat adegan ... tadi itu?" tanya Dipta dengan simpatik. "Badai bukan tipikal orang yang mudah dilupakan. Kantor kami sering kedatangan cewek yang ia tolak, dan itu benar-benar disaster."
Neiva tergelak. "Yeah, itu keahliannya. Gampang bikin orang geer, lalu jatuh hati. Setelah itu dia dengan mudahnya mematahkan hati."
"That's what happened to you?"
"Right. Dan gue nggak minat ngalamin itu lagi." Neiva menghela napas. "Lagipula semesta udah membuat gue dan Badai nggak bisa bersama."
"Kenapa?" Dipta menoleh memindai wajah Neiva yang tampak kuyu.
"Gue nggak punya hak untuk mencintai, atau memiliki siapapun." Gadis itu tersenyum getir. "Dengan latar belakang keluarga gue, gue nggak ditakdirkan untuk bahkan menangisi seseorang yang nggak akan gue miliki."
Tangan lelaki itu menyentuh bahu Neiva dengan lembut. "Itu salah, Va. Inget, di mata hukum semuanya setara. Lo punya hak untuk mencintai atau bahkan menangisi adegan yang tadi itu karena lo merasa dikhianati."
Neiva menggeleng. "Badai nggak mengkhianati gue dengan apa yang dia lakukan sama Renata di sana. Gue bukan siapa-siapa dia, gue juga nggak punya hak untuk memiliki perasaan apapun sama dia. Jadi ya, beneran. Yang tadi itu, bukan apa-apa bagi gue."
"Kalo lo emang udah move on dari dia, apakah lo mau nyoba sama gue? Sekedar jalan, tanpa ada target apa-apa? Lo nggak harus cinta sama gue, or else, lo nggak harus terbebani dengan hubungan ini nantinya. Sampai lo sadar bahwa lo layak untuk dicintai dan mencintai, Va, terlepas siapa diri lo dan keluarga lo. Karena lo pantas dapetin itu."
Air mata Neiva meluncur turun tanpa peringatan. Padahal ia sudah yakin takkan menangis. Namun, kata-kata Dipta seperti es yang mendinginkan hatinya yang terbakar dan membara selama bertahun-tahun. Sebuah adegan melintas dalam benaknya, sebuah pemicu yang membuatnya merasa kecil dengan dirinya sendiri, padahal sebelumnya ia yakin bahwa ia bisa menaklukkan dunia.
"Neiva, Mama sayang sama kamu, kamu gadis yang baik. Mama tahu kamu nggak bersalah dalam hal ini, tapi Badai butuh seseorang yang lebih jelas asal-usul keluarganya. Yang bisa membuatnya cemerlang dalam karirnya. Di keluarga kami, latar belakang keluarga itu penting, Neiva. Mama minta maaf, Sayang. Tapi, bisakah kamu ngelepasin Badai ... buat Mama? Karena jika Mama minta ke Badai, anak itu nggak akan mau. Dia terlalu cinta sama kamu. Jadi Mama mohon, tinggalin Badai, agar dia bisa bahagia. Kamu mau melakukan itu untuk Mama, Neiva?"
*episode15*
Nah lho, udah kejawab kan kenapa Neiva putus sama Badai. Terus apa yang dilakukan Badai sama Renata di apartemennya?
Kalian dukung Neiva balikan sama Badai atau sama Dipta aja?
Coba komen ya 😉
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top