Episode 14 Penderitaan Renata
"Gue nggak bisa ketemu orang dengan muka bonyok begini," sahut Renata lirih saat membuka pintu untuk Badai dan Neiva.
"Lo udah ke dokter?" tanya Neiva dengan raut muka cemas.
"Udah. Gue juga udah minta surat keterangan dokter, visum segala macem. Tapi si Kampret itu udah duluan ngelaporin gue pasal KDRT. Momennya pas banget sama kasus Johnny Depp. Dia pengen nge-framing gue kayak Amber Heard." Renata terduduk lesu. Memar kebiruan menghiasi mata dan pipinya, hingga perempuan itu terus meneteskan air mata.
"Lo yang di-KDRT, kan?" Badai mengangkat alis.
Renata terisak. "Dia punya rekaman CCTV di mana gue lari nyerang dia sambil bawa asbak terus mukul dia. Padahal adegan sebelumnya, gue udah nggak tahan sama kekasaran dia saat berhubungan, dan itu jelas nggak akan ada di CCTV," jelas Renata dengan suara parau.
Umpatan Badai memenuhi ruangan yang bergaya klasik dengan beberapa lukisan abstrak yang menghiasi dinding. Neiva mengepalkan tangan.
"Pengacaranya tadi kirim rekaman suara gue yang maki-maki dia, dan ngomong kalo gue bakal bunuh dia biar dia nggak bisa ngusik gue lagi. Itu pasti bakal dia pake di pengadilan."
Perempuan itu kemudian menyalakan televisi dan segera saja berita bahwa Renata Mariana melakukan kekerasan kepada suaminya membahana ke seluruh ruangan. Neiva segera mengecek akun-akun Instagram infotainment, dan benar saja, cuplikan video Renata memukul suaminya dengan asbak sudah tersebar.
"Tapi visum dan surat dokter itu dia nggk punya, kan? Lo yang cedera pasti bisa lah menang dari dia," sahut Neiva yakin.
"Semuanya kan bisa dipalsu sama dia, Va. Andreas ini punya akses ke mana-mana. Lo kira, siapa yang bikin gue tertangkap kasus narkoba kalo gue nggak pernah make?"
Mata Neiva membulat. "Jadi itu setting-an suami lo?"
"Ancaman. Gue mau gugat cerai dia dan besoknya ada razia, gue ketangkep bawa sabu di mobil gue. Padahal tes urine gue bersih. Begitupun rambut dan lain-lain. Dari mana sabu itu? Untung aja gue ketemu kalian dan pak Bagas, jadi gue lolos. Andreas udah nggak seneng banget waktu itu. Dan seperti biasa, kalo udah berbuat kasar, dia bakal ngasih gue barang-barang mewah, ngajak dinner, liburan romantis ke Eropa. Bikin gue luluh lagi. Yang nantinya, udah kayak lingkaran setan dalam hidup gue. Gue udah nggak tahan!"
Renata menjerit histeris, hingga Neiva buru-buru menghampiri serta memeluknya. Isak tangis perempuan itu melelehkan hati Neiva yang ikut menangis bersamanya. Ada sesuatu dalam bilik memori gadis itu, yang membuatnya ikut merasakan apa yang dirasakan oleh Renata.
"Di sini lo aman kan, Re?" tanya Badai seusai momen penuh air mata itu usai. "Apa lo perlu bodyguard?"
"Sejauh ini aman, kok. Tapi gue perlu mecat semua manajemen gue yang sekarang. Mereka sekongkol sama Andreas. Lo tahu kenapa gue main film action selama beberapa tahun ini? Biar dia bisa nyangkal kalo memar di wajah gue, atau lebam di badan gue gara-gara dia. Penyebabnya adalah kecelakaan di lokasi syuting. Padahal selama gue take, nggak pernah ada luka-luka kayak gitu."
Renata menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. "Dan lo pasti pengen tanya tentang berkas yang dikasih Badai kan, Va?"
Pertanyaan itu membuat Neiva berjengit. Ia nyaris lupa dengan masalah berkas itu karena kisah Renata yang memilukan. Kini, seolah ia dilempar ke sebuah dataran menyakitkan yang bernama kenyataan. "Sebenarnya, gue ..."
"Itu bener, Va. Gue tahu dari orang kepercayaan Andreas. Apalagi Badai juga melakukan penyelidikannya sendiri. Amplop yang pertama, gue yang kirim ke lo. Tapi gue nggak mau jawab pas lo telepon karena hape gue disadap. Gue dapetin itu dari detektif yang gue sewa. Dan itu dokumen lama."
Neiva terhenyak. Tadinya ia sungguh ingin menyangkal apa yang dikatakan oleh Badai dan berkasnya, tetapi sekarang ia tak mampu mengelak lagi.
"Tapi, itu nggak ada hubungannya sama kasus lo kan, Re?" tanya Neiva.
"Emang nggak ada. Dan alasan gue pengen hire lo juga awalnya nggak ada kaitannya sama berkas itu. Gue ngerasa terbantu saat kalian bertiga turun tangan, sebab Andreas jadi nggak ada celah buat ngancem gue ke penjara."
"Tapi sekarang, masalahnya akan jadi pelik buat Neiva, Re. Dia juga dalam bahaya. Makanya gue nggak setuju dia ada dalam tim ini." Badai segera menyanggah.
Renata menghela napas. "Sori, gue baru tahu sekarang. Gue beneran nggak ngira akan jadi begini. Lo boleh mundur dari kuasa hukum gue, Va. Maafin kalo gue ngerepotin lo selama ini dan malah membahayakan nyawa lo."
"Nggak bisa. Gue udah nyebur di sini. Gue akan kawal sampai tuntas. Dan justru itu jadi alasan gue, untuk bantu lo sampai akhir, Re."
"Nei, jangan keras kepala!" bentak Badai.
Neiva mengarahkan sorot matanya kepada lelaki itu, "Ini pilihan gue, dan lo nggak berhak ikut campur. Lo bukan bagian dari hidup gue lagi."
****
Dipta bertugas mendampingi Renata pada saat mediasi. Namun, artis itu sudah menyatakan untuk tidak bisa hadir. Jika salah satu pihak tidak hadir di setiap persidangan, maka bisa dipastikan perceraian akan segera disahkan. Sayangnya, dengan kasus KDRT yang diajukan oleh Andreas, masalah hak asuh kini menjadi alot.
Kedua putra Renata berusia di bawah lima tahun dan butuh ibu mereka. Jika hak asuh jatuh kepada Andreas, lelaki itu meminta agar Renata tidak boleh berada di dekat putranya tanpa pengawasan. Andreas bersikukuh Renata bukan ibu yang baik bagi kedua putra mereka.
Media telah menyebarkan video Renata menyerang Andreas dan mengecapnya sebagai Amber Heard kedua. Andreas bahkan memiliki foto wajahnya yang memar akibat dipukul asbak dan telah tayang di media sosial dan televisi. Neiva yang masih ingat lebam yang dimiliki Renata yang berwarna biru keunguan dan membuat perempuan itu menangis terus menerus, menjadi geram. Simpati untuk suaminya berdatangan dari manapun dan akun media sosial Renata segera dikunci. Filmnya bahkan diboikot dan di-blacklist.
Saat Renata akhirnya hadir di persidangan pertama untuk kasus KDRT, banyak cacian dan makian yang ditujukan untuknya. Neiva yang ingin membalas segera dicegah oleh sang artis.
"Biarin saja, Va. Gue cuma mau lepas dari lelaki bajingan itu. Biar aja gue dihujat seluruh dunia, asal gue bisa bebas dari monster itu," bisiknya lirih.
Neiva membersihkan sisa-sisa telur yang dilemparkan oleh seseorang dari kerumunan yang ada di depan pengadilan di kamar mandi. Matanya sedari tadi terus berkaca-kaca. "Kenapa lo mesti ngalamin rumah tangga yang kayak gini, sih?"
"Gue nggak tahu, Va, kalo bakal kayak gini. Sejak awal pacaran sampe nikah, emang banyak yang bilang Andreas itu berbahaya. Tapi sikap dia sweet, romantis sama gue. Bahkan di awal nikah. Gue juga berusaha bahagiain dia, termasuk cuti pas gue hamil sampe melahirkan. Tapi ternyata itu nggak cukup buat dia. Dia maunya gue nggak pernah bantah dia, sekalipun dia salah."
Renata kembali mencucurkan air mata.
"Dia suka seenaknya, suka main kasar apalagi saat berhubungan. Setiap dia abis ngasarin gue, dia pasti bakal sujud, minta maaf, nangis sama gue. Terus beliin gue barang-barang mahal. Gue berharap mungkin dia bakal berubah, setiap kali dia nangis, gue selalu percaya dia akan berubah. Gue masih menerima dia, bahkan saat gue nyaris mati karena dia. Saat gue sadar dan mau gugat cerai, dia malah mau masukin gue ke penjara karena narkoba. Setelah itu, dia beneran nangis kejer dan bilang udah tobat, Va. Gue yang mau lari dari rumah terkutuk itu, ngeliat matanya beneran sungguh-sungguh. Gimana gue nggak bisa luluh nerima dia?"
Neiva mencengkeram wastafel dengan erat, seolah hatinya tertusuk jarum panas setiap kali Renata bercerita. Ada sesuatu yang familiar, akrab dan pedih, ketika benaknya membayangkan penderitaan perempuan itu.
"Jadi, please. Gue udah nggak peduli sama nama baik gue. Lepasin gue dari dia dan gue akan pergi jauh dari kota ini. Mulai hidup baru gue lagi. Karena kalo sekali aja si Bajingan itu sujud di hadapan gue dan nangis, gue bakal kena perangkap mautnya, Va. Bisa-bisa gue baru bisa bebas kalo gue udah mati karena disiksa sama Andreas."
*episode14*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top