Episode 10 Rasa Nyeri yang Menusuk Hati

Neiva berdiri mematung, dengan tangan yang masih dicengkeram oleh seseorang yang pernah singgah di hatinya.

"Gue nggak selingkuh, Nei. Tapi lo nggak pernah dengerin penjelasan gue. Apa yang bikin gue dan Renata jadi beda di mata lo?"

Mata lelaki itu tak mau berpindah dari paras lembut milik Neiva. Gadis itu tak mengucapkan sepatah kata pun, bahkan menyangkal pernyataan Badai. Kedua matanya mulai berembun, karena kepala Neiva dipenuhi oleh kenangan yang menyeruak tanpa jeda.

"Jawab gue, Nei!"

"Lepasin tangan gue, Badai. Sakit!"

"Lo harus jawab pertanyaan gue!" Badai menentang dengan keras kepala.

"Nggak ada gunanya juga gue jawab pertanyaan lo. Nggak akan ngaruh apa-apa ke kehidupan lo juga!" Neiva menyentakkan tangan lelaki itu dan pergi menjauh.

Badai berkacak pinggang dan menggeram. Selepas itu, ia memejamkan mata dan menyesali perbuatannya. Mengapa ia harus mempertanyakan lagi penyebab karamnya hubungan mereka? Bukankah ia sudah bisa melupakan gadis itu dan semua yang pernah terjadi di antara mereka? Kini ia terdengar seperti mantan pacar yang posesif dan tidak punya otak.

*****

Kaki Badai terasa kebas karena berlari tanpa sepatu di jalanan aspal tanpa henti selama lima menit terakhir. Matanya memindai seluruh pemandangan yang ia lalui, berharap menemukan seseorang yang ia cari.

Saat Neiva yang sedang terisak berada di sudut jalan tertangkap oleh matanya, Badai mempercepat laju larinya.

"Nei, itu semua nggak kayak yang lo pikirin! Gue sama sekali nggak selingkuh!" Tangan lelaki itu kokoh memegang bahu kekasihnya, sementara ia mencoba menyetarakan pandangannya dengan Neiva yang menundukkan kepala. "Gue nggak mungkin ngelakuin itu!"

"Gue nggak mau denger apa-apa dari lo. Kita udahan aja!" Neiva memberontak, mencoba melepaskan tangan Badai dari bahu.

"Nggak bisa, nggak bisa kayak gini caranya! Gue nggak terima!" sangkal lelaki itu, tak mau melepaskan kekasihnya begitu saja.

Neiva mendelik ke arah Badai, dengan linangan air mata yang sudah membasahi wajah. "Terserah lo mau lakuin aja, tapi bagi gue, yang gue lihat di sana tadi udah bikin gue nggak mau lanjutin hubungan kita. Mulai hari ini, gue nggak mau ngeliat lo lagi!"

Sebuah taksi melintas dan Neiva hendak beranjak ke kendaraan tersebut. Badai masih menahan kepergiannya.

"Seenggaknya, dengerin penjelasan gue dulu. Gue nggak bisa putus dengan cara seperti ini, gue akan biarin lo pergi setelah lo udah tahu cerita dari sisi gue."

"Nggak akan ada yang berubah, Badai. Hubungan ini sejak awal emang bukan hal yang ingin gue pertahanin."

Badai mengatupkan bibir, ketika melepaskan Neiva yang berlalu dari sana. "Jangan nangis, Nei. Gue benci liat lo nangis," bisik lelaki itu lirih dengan hati yang berdenyut nyeri.

Detik berikutnya, lelaki itu terbangun dengan terkesiap, sementara tangannya segera menyentuh dada. Ia mengira dengan berjalannya waktu, nyeri itu akan berkurang. Ia menyangkal dan terus menyangkal bahwa ia akan bisa melupakan Neiva. Namun, rupanya, sampai sekarang hatinya masih terasa sakit. Kepalanya bisa saja mengubur Neiva dan kenangannya tapi ternyata perasaannya masih saja sama.

Lelaki itu beranjak ke kamar mandi dan membilas wajah, berusaha menyiapkan hati dan kepalanya agar tak lagi memikirkan Neiva. Ia hanya harus tampil kuat seperti biasa. Selama tiga tahun ini, ia sudah membuktikan bahwa dirinya bisa.

****

"Prenup sama sekali nggak bisa nolong." Dipta melaporkan hasil temuannya pagi itu.

Bagas menarik napas panjang. Saat ini, mereka sedang menunggu kedatangan Renata dan timnya, agar bisa merumuskan strategi selanjutnya. Sesuatu yang mereka kira akan berjalan mulus, tetapi sudah menyimpan banyak kerikil tajam yang menanti di depan.

"Mereka sepakat, siapapun yang selingkuh, nggak akan dapat gono-gini plus hak asuh anak. Kalo kayak gini, Renata nggak akan bisa ketemu sama dua putranya."

"Kita bisa aja minta Renata untuk mempertimbangkan ulang keputusannya untuk bercerai."

Neiva menghela napas. Dalam hati ia merasa, ada yang salah dengan suami artis tersebut, tetapi ia tidak bisa menuduh seseorang tanpa bukti. Pekerjaannya jelas tidak mengizinkan hal itu. Namun, menyuruh Renata kembali ke pelukan suaminya, sungguh bukan pemikiran yang bijak.

Artis itu datang dengan jaket serta tudung yang menyembunyikan wajah. Ia tidak terlihat seglamor penampilannya di layar kaca. "Selamat pagi, semuanya. Maaf telah membuat kalian bingung."

"Tidak masalah, Re. Saya langsung ke poinnya." Bagas segera mengambil alih pembicaraan. "Saya sudah mempelajari prenup kalian, serta apa yang dikatakan oleh kuasa hukum Andreas. Sepertinya semuanya ... tidak menguntungkan kamu."

Renata melepas kacamatanya dan memperlihatkan raut wajah pucat dan kurang sehat. "Saya mengerti. Pasti Pak Tegar meminta untuk mempertimbangkan lagi gugatan perceraian ini, bukan?" bisik artis itu lirih, kentara sedang menahan tangis.

"Benar. Tapi kami tidak akan memberikan saran apapun sampai kami mendapatkan pernyataan dari kamu, Re. Saya harap sebagai klien kami, kamu bisa jujur dan terbuka, sehingga kami bisa memberikan strategi terbaik untuk masalah kamu." Bagas menatap Renata dengan lembut, serta menjaga nada bicaranya tidak menekan sang artis.

"Semua advokat yang saya datangi selalu mengatakan hal yang sama. Termasuk pak Hotma. Saya tidak bisa, Pak Bagas. Saya juga sudah mengatakan kepada Neiva untuk meneruskan gugatan perceraian saya apapun yang terjadi. Saya tidak bisa berada satu rumah lagi dengan lelaki itu."

Neiva segera menghampiri Renata dan duduk di sebelahnya. Perempuan itu memeluk Neiva dan menumpahkan air mata. Dipta segera meraih sekotak tisu dan menyerahkannya kepada koleganya itu.

Butuh waktu cukup lama bagi Renata untuk menenangkan diri, tetapi para kuasa hukumnya tampak sabar menanti. Mereka sudah terbiasa dengan kondisi klien yang sering dilanda kesedihan, kemarahan atau ketakutan. Hingga akhirnya Renata mengendurkan pelukan dan meraih tisu untuk mengusap ingus dari hidungnya.

"Jika itu memang keputusan kamu, kami akan mengupayakan yang terbaik. Hanya ada satu pertanyaan yang mengganjal, Re. Benarkah tuduhan Pak Tegar bahwa kamu berselingkuh dari suamimu?" Badai menyusun pertanyaannya dengan lugas.

Renata mengangkat kepala dan menatap ketiga lelaki di hadapannya dengan pasrah. "Biarlah, Pak. Biarkan saja saya menanggung akibatnya. Saya tidak keberatan kalau saya tidak dapat harta atau hak asuh anak. Saya cuma mau pergi darinya secepat mungkin."

"Kamu sudah tahu bahwa ini benar-benar akan menghancurkan citramu dengan telak, kan?" Sorot mata Bagas kini menjadi khawatir dan cemas.

"Saya masih punya aset serta rekening yang cukup untuk bertahan hidup. Saya janji saya pasti bisa bayar jasa kalian."

"Re, maksud saya bukan tentang itu. Tapi kamu tahu kan, background keluarga suamimu? Juga backing-an mereka? Saya hanya mengkhawatirkan keselamatan kamu dan kedua anakmu."

Perkataan Bagas membuat Neiva mengernyit. Apa maksudnya? Ini hanya gugatan perceraian. Renata bahkan tidak meminta harta gono gini dan hak asuh anak, tentu tidak akan merugikan siapa-siapa, kan?

"Saya mengerti jika Anda takut, Pak Bagas. Namun, saya akan melakukan apapun untuk bisa bercerai." Renata menelan ludah, sebelum melanjutkan, "Bahkan sebenarnya ... saya memang sengaja untuk bermesraan di depan Andreas agar dia segera meninggalkan saya."

"Do you know something? Sesuatu yang membuat Andreas murka? Atau apapun?" Dipta menyergah dengan cepat.

Artis itu mengangguk. "Ya, saya tahu sesuatu. Tapi saya hanya minta agar selama persidangan, kesaksian saya hanya tentang kasus perceraian ini. Saya mohon. Terserah dia bisa menang dengan tuduhan perselingkuhan kepada saya atau apapun yang dia minta. Saya akan menerima semua konsekuensi."

Pemahaman segera terbangun dalam benak Neiva. Jika Renata sebegitu ingin lepas dari suaminya dengan cara apapun, maka logis saja jika artis itu berselingkuh. Dengan begitu, seperti normalnya seorang suami, lelaki itu akan menceraikannya. Namun, mengapa Andreas tidak mau melepaskan Renata? Karena cinta? Neiva menggeleng. Rasa-rasanya tidak. Karena omongan pengacaranya kemarin begitu merendahkan dan mengesankan bahwa Andreas bahkan tidak peduli dengan apapun yang Renata lakukan. Asal tidak menceraikannya.

Suami normal mana yang membiarkan istrinya berselingkuh berkali-kali dan malah memberikannya harta kekayaan yang berlimpah?

Pasti ada sesuatu. Neiva merasakan jantungnya berdebar lebih kencang. Semoga sesuatu itu, bukan hal yang akan membahayakan nyawa.

*episode10*

Hayo, ada yang bisa nebak kenapa suaminya nggak mau bercerai dari Renata?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top