9

Ellen menghentikan langkahnya ketika ia melihat sosok William yang tertidur dalam posisi duduk menyandar pada pintu kamar Adelaide. Ia menaruh nampan sarapan Adelaide, berlutut dan dengan lembut membangunkan William.

Mata William perlahan membuka. "Eugene?!"

"Bukan, ini saya, Yang Mulia,"sahut Ellen.

William menegakkan badan seraya menggoyangkan kepalanya. Lalu ia mendongak melihat pintu kamar Adelaide yang masih tertutup.

"Yang Mulia, kenapa anda tidur di sini?"

"Ellen, apakah Eugene membenciku?"tanya William dengan sorot mata sendu. Menatap Ellen dengan tatapan sedih.

Ellen mencoba menahan rasa gelinya. "Ia tidak mungkin membenci anda, Yang Mulia..."

"Apakah ia masih akan menjadi milikku? Apa aku sudah melakukan kesalahan? Tapi aku mencoba mengingatnya dan aku tak berhasil menemukan jawabannya..."

Ellen tersenyum kecil melihat William yang tampak seperti anak kecil. "Anda tidak melakukan kesalahan apapun, Yang Mulia. Eugene tetap akan ada di sampingmu dan menjadi milik anda."

"Tapi kenapa ia bersikap aneh?!"

"Anda harus mempertimbangkannya. Ia hanyalah gadis muda, yang akan menikah dengan pria yang belum lama dikenalnya dan akan membentuk masa depannya nanti. Jangan terlalu dipikirkan, Yang Mulia. Kalian berdua adalah pasangan yang serasi,"ujar Ellen.

William mengangguk dan beranjak berdiri. Ia membantu mengambilkan nampan dan memberikannya pada Ellen. Lalu ia beranjak pergi.

Ellen menatap kepergian William lalu menarik napas. Ia mengetuk pintu seraya berkata, "Selamat pagi, tuan putri. Ini aku, Ellen!"

Tak lama kemudian Ellen mendengar langkah kaki dari balik pintu. Pintu terbuka memperlihatkan sosok Adelaide dengan mata sembab dan wajah pucatnya. Ellen masuk seraya bergumam, "Halo, Adelaide..."

Adelaide tersenyum. "Senang rasanya mendengar namaku di sebut..."

Ellen meletakkan nampan di meja samping ranjang. "Waktunya sarapan..."

"Aku tak lapar, Ellen..."sahut Adelaide menutup pintu.

"Kau harus makan, Adelaide. Hari ini jadwalmu padat dan mengingat kau juga tidak makan malam kemarin!"

"Bagaimana aku bisa makan, Ellen? Aku bakal belum memberitahu jati diriku yang sebenarnya. Baginya, aku tetap Eugene..."isak Adelaide menyandarkan bahu pada tembok dan jatuh merosot. "Apa yang harus kulakukan?!"

Ellen mendesah. Ia mendekat. Memegang tangan Adelaide membantunya berdiri.

"Kita akan lakukan langkah demi langkah.... Dan pertama, kau harus makan dulu!" Ellen menarik Adelaide ke arah nampan berada dan menyuruhnya duduk lalu ia melangkah ke arah lemari dan membukanya.

Adelaide sedang mengunyah dengan pelan saat melihat Ellen mengambil sebuah gaun pengantin yang indah. Adelaide terpana menatap gaun indah itu. Ia tidak pernah melihat gaun seindah itu. Gaun itu memiliki warna putih gading dengan lengan menggantung dan detail indahnya. Dan bahannya, ia yakin terbuat dari bahan kain yang halus dan mahal.

Ellen segera mempersiapkan Adelaide. Setelah mandi dan rambutnya kering, Ellen merapikan rambutnya. Ia mengepang dan memutarnya hingga membentuk sanggul yang cantik. Beberapa helai rambut di biarkan nya tergerai bebas di leher jenjangnya. Lalu Ellen membantu Adelaide memakai gaun putihnya. Dan memakaikan sepatu putih. "Kau terlihat cantik!"seru Ellen senang.

Adelaide berputar dan menatap bayangan dirinya di cermin. Terpana akan pantulan dirinya. Ia benar-benar tampak seperti putri. Mendadak terdengar suara gendang di luar. Ia merasa jantungnya mencelos. Kepanikan mulai melanda dirinya ketika menyadari saatnya sudah dekat.

"Di mana kau, Eugene..."bisiknya.

"Ini saatnya, Adelaide,"ujar Ellen seraya membukakan pintu dan mengantarnya.

---

Adelaide berjalan keluar istana. Menuju halaman. Ia menatap ke depan dan mendapatkan sosok William yang berdiri di ujung jalan, menunggu dirinya. Mata William menatap dirinya dengan tatapan lembut dan berbinar. Mulutnya menyunggingkan senyum. Ia tampak terlihat sempurna dan tampan di mata Adelaide. Ia dapat merasakan semua mata tertuju padanya. Tangannya gemetar. Jantungnya berdebar dengan sangat kencang. Perutnya serasa mulas dan bergejolak. Ia mengamati sekitarnya dengan gugup. Berharap Eugene akan muncul tapi ia tidak melihat sosoknya.

Dan akhirnya, Adelaide tiba di hadapan William. Mereka bertatapan sejenak. William menatapnya dengan kagum dan tersenyum.

"Kau terlihat cantik dan menakjubkan!"

----

"Apakah kau, William, Raja Irlandia, bersedia mengambil Eugene, putri Skotlandia, sebagai istri dan ratu?"

William menatap Adelaide dan ia tersenyum seraya menjawab dengan mantap, "Ya, saya bersedia!"

"Apakah kau, Eugene, Putri Skotlandia, bersedia mengambil William, Raja Irlandia, sebagai suami dan raja?"

Adelaide terdiam. "Hmm...ak...aku..."gumamnya seraya berharap mendengar suara Eugene yang asli menghentikannya. Tapi tidak ada suara apapun. Hening, semua menunggu jawaban darinya. "Aku...aku...bersedia..."

"Mohon bawakan mahkotanya..."

Louise berjalan maju dengan sebuah kotak beludru indah di tangannya. Dan di dalamnya terdapat dua buah mahkota emas. William mengambil mahkota yang kecil mungil. Sementara Adelaide mengambil mahkota lainnya yang lebih besar dan berat. Mereka saling berhadapan. Lalu William sedikit membungkukkan badan, membiarkan Adelaide memasang mahkota di kepalanya. Wiliam berdiri tegak dan memasangkan mahkota kecil di kepala Adelaide. Lalu mereka berdua memutar badan, menghadap para tamu.

"Dan kini kalian sudah menjadi suami dan istri! Panjang umur raja dan ratu Irlandia!!"

Semua orang yang hadir tepuk tangan dengan riuh. William mengulurkan lengan dan Adelaide menyambutnya dengan jantung berdebar kencang. Mereka berjalan menuruni altar diiringi suara riuh tepuk tangan serta ucapan selamat dari para tamu yang berbahagia.

"Aku sudah menikah...."gumam Adelaide dengan suara pelan.

Lalu mereka memasuki aula, diikuti para tamu, di mana terdapat meja panjang untuk sajian pesta. Aula telah di hias dengan indah tapi Adelaide tak dapat menikmati pemandangan tersebut. Ia melangkah dengan berat ke kursi tahtanya yang berada di ujung meja panjang. Mereka duduk di sana. Para pelayan mulai melayani para tamu dengan sajian makanan. Dan para tamu mulai makan serta menikmati, kecuali Adelaide dan William.

"Kau tak lapar?"tanya William

"Tidak..."sahut Adelaide.

------

Selama satu jam, mereka hanya duduk dengan tak nyaman menyaksikan para tamu menikmati pesta mereka. Musik mulai mengalun. Dan William menoleh pada Adelaide.

"Kau mau dansa?"

Adelaide menatap William. Ia melihat mata William yang berbinar. "Ya.."sahutnya tersenyum.

William tersenyum makin lebar dan matanya semakin bersinar. Ia berdiri dan meraih tangan Adelaide. Membantunya berdiri dan berjalan menuju tengah ruangan yang kosong untuk lantai dansa. William merangkul pinggang Adelaide sementara Adelaide menaruh tangannya di bahu kekar suaminya. Para tamu yang lain mulai bergabung. Dan mereka pun mulai menari.

----

Setelah beberapa lama, Ellen meminta Adelaide untuk beristirahat. Dan William pun membiarkan Adelaide pergi Dengan Ellen. Ketika sudah berada di kamar, Adelaide merosot duduk di ranjang seraya mulai terisak.

"Apa yang telah aku lakukan? Kenapa aku menikah dengannya?!"

"Semua sudah terjadi!"sahut Ellen membantu dirinya berdiri, mengganti gaun pengantin dengan gaun tidur putihnya. Lalu ia mengambil mahkota dari kepala Adelaide dan menaruhnya. Rambut Adelaide dibiarkannya tergerai.

"Apa yang harus aku lakukan.."

"Kau menikah dengan pria yang kau cintai..."ujar Ellen berjalan mundur dan membungkuk hormat padanya. "Kau sudah siap, Yang Mulia.." Ellen membuka pintu dan mengantar Adelaide menuju kamar William

----

Dan kini Adelaide berada di kamar William. Hanya berdua. William berdiri di dekat jendela dan tampak gugup. "Duduklah..."

Adelaide berjalan dan duduk di tepi ranjang. Membelakangi William yang duduk di sisi lain. William menoleh pada Adelaide dan melihat tubuhnya yang gemetar. "Eugene..."

"A..aku tak bisa..."bisik Adelaide menoleh dengan air mata menetes di pipinya. "Maafkan aku..."

Wiliam mendekat dan menyentuh lengan Adelaide. "I love you..."

"Apa?"tanya Adelaide tertegun

"Aku jatuh cinta padamu, sejak awal. Aku tahu ini mustahil tapi aku sungguh mencintaimu. Awalnya kukira aku tak akan bisa menyukai wanita asing yang akan dijodohkan denganku. Tapi saat pertama aku melihat kau, seakan kau telah membuka mata dan hatiku. Dan aku tahu apa yang aku inginkan. Aku menginginkan kau,"ujar William mengusap wajah Adelaide. "Aku tahu kau tidak mencintaiku, aku tak akan memaksa..."

"I love you too, William..."isak Adelaide menatapnya. "Aku... Aku sudah jatuh cinta padamu sejak pertama melihatmu..."

William sejenak terdiam seakan tak percaya dengan perkataannya. Tapi ia tahu Adelaide tulus padanya. Ia tersenyum. Memeluk Adelaide dan menciumnya. Dan Adelaide membalas ciumannya seraya memeluk lehernya... 

❤❤❤❤
To be continue.....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top