8
Tiga minggu sebelum hari pernikahan. Adelaide selalu menghabiskan waktu bersama William. Berbincang mengenai impian juga harapan mereka. Hari itu William mengajaknya berjalan di taman istana. Mereka berjalan melewati bunga yang bermekaran. Angin bertiup menggoyangkan dedaunan di pohon. Suara langkah kaki mereka terdengar lembut seperti irama. Suara kicauan burung menambah keindahan.
William memetik setangkai bunga berwarna pink dan menyelipkan ke belakang telinga Adelaide yang menatapnya dalam diam. "Cantik..."
"Benarkah?"
William menunduk. Sebuah senyum malu menghiasi mulutnya. Dan rona merah muncul di pipinya. "Well...bunganya juga cantik..."
Adelaide menatapnya. Ia tidak pernah mendapat pujian cantik. Dan kini William memujinya. Membuat jantungnya berdebar kencang dan rona merah hadir di wajahnya. William memetik bunga lain dan menyelipkan pada sanggul rambutnya. Mulutnya menyunggingkan senyum, mata birunya berbinar indah. Adelaide menyadari ia telah kalah dalam peperangan hatinya. Tanpa ia sadari dan tanpa bisa ia hindari, Adelaide telah jatuh cinta pada William. Ia tidak pernah merasakan jatuh cinta. Dan perasaan ini terasa begitu hangat baginya. Adelaide merasa bahagia saat ini. Namun hatinya terasa sakit mendengar William memanggil dirinya dengan Eugene, bukan Adelaide. Setiap ia mendengar nama itu, membuat dirinya sadar bahwa ia tidak berhak atas William. Ia berharap William memanggil namanya, tapi itu tak mungkin terjadi.
----
"Oh tidak....besok adalah hari pernikahan. Di mana kau, Eugene?! Kenapa kau belum juga muncul?!!"gumam Adelaide dengan gemas sekaligus panik.
"Selamat pagi,"sapa Ellen memasuki kamarnya. Lalu ia melihat wajah Adelaide yang pucat. "Anda kenapa?"
Adelaide menarik napas. "Besok...pernikahan..."
"Ah, bukankah itu hal yang indah?!"sahut Ellen tersenyum. Ellen membantu Adelaide memakai gaun halus berwarna hijau.
"Aku...aku tidak lapar. Aku akan jalan-jalan di taman."
"Baiklah..."Sahut Ellen. "Apa kau gugup dengan pernikahanmu?"
"Ya...aku gugup...sangat gugup dan cemas!"
"Apa kau mencintainya?"
"Jangan konyol. Ini hanyalah pernikahan yang sudah diatur..."
"Eugene, aku membicarakan perasaanmu. Aku melihat reaksimu saat mendengar namanya. Saat kau bersama dirinya. Wajahmu selalu bersinar dan matamu berbinar bila bersamanya. Dan jangan bilang kalau kau tidak mempunyai perasaan padanya..."
Adelaide memutar tubuhnya dan menatap Ellen. Ia menarik napas. "Aku mencintainya tapi aku tidak bisa...tidak seharusnya..."
"Apa maksudmu? Kenapa..."
"Aku... Aku sudah merahasiakan hal ini sejak awal..."
"Jelaskan padaku..."
"Jika aku mengatakannya, kau harus menjaga rahasia ini. Kau tidak boleh mengatakan pada siapapun.."
"Aku akan menjaga rahasiamu dengan segenap jiwaku!"
Adelaide menatapnya. Ia merasa gugup. "Aku...aku bukan putri Eugene. Aku Adelaide."
Ellen mendengar dengan mata melebar. "Apa maksudmu? Lalu di mana putri yang asli?"
"Aku tak tahu. Ia ingin menghabiskan waktu bersama pria yang dicintainya sebelum hari pernikahan. Ia berjanji akan kembali sebelum pernikahan tapi hingga sekarang ia belum juga muncul!"Ujar Adelaide. "Oh Ellen, aku mencintai William. Aku sungguh mencintainya tapi aku tak mungkin menikah dengannya. Jika hingga malam Eugene belum kembali, aku akan berkata jujur pada William mengenai siapa aku."
"Tidak, kau tidak bisa! Ia akan menghukummu!"
"Tapi aku tak bisa, aku tak bisa berbohong terus..."
----
Hingga menjelang malam, belum ada tanda munculnya Eugene. Membuat Adelaide semakin gelisah. Sejak sore ia hanya berjalan mondar mandir di kamarnya. Dan akhirnya ia memutuskan keluar dari kamar. Berjalan menuju perpustakaan di mana William sedang duduk membaca di kursi.
William mendongak ketika mendengar suara pintu di buka dan Adelaide masuk ke dalam. Ia menutup buku yang sedang di baca, berdiri dan menyambut Adelaide. "Selamat sore, Eugene..."
Adelaide menutup pintu di belakangnya. Lehernya tercekat. Ia mendekati William dengan gugup. "Aku...aku harus berbicara denganmu, William...i...ini penting..."
"Kau boleh katakan padaku..."
Adelaide merasa tegang dan sesak napas. Ia tak siap tapi harus mengatakannya karena tidak tahan dengan kebohongannya. "I...ini mengenai pernikahan kita..."
"Ya?"
"Aku..aku telah menyembunyikan rahasia sejak kedatanganku kemari. Aku berharap tak perlu memberitahu kau tapi aku harus mengatakan padamu...aku tahu kau pasti akan geram..."
"Jika demikian jangan katakan..."
"Apa?!"
"Jika kau tak ingin memberitahuku maka kau tak perlu melakukannya. Aku tidak akan mempermasalahkannya. Dan Eugene, apa kau tahu bahwa aku tidak akan bisa merasa geram ataupun marah padamu..."
"Tapi...William, please, aku...aku harus mengatakannya..."
"Ini tidak penting. Kau tak perlu memberitahu aku, dan aku tak ingin tahu."
"Tapi...kau harus tahu..." Mendadak suara Adelaide berubah menjadi isakan. Air mata menggenang di pelupuk matanya.
"Eugene, tolong, jangan menangis..."gumam William merangkul dan mengusap kepala Adelaide menenangkannya. "Jangan pikirkan apapun mengenai rahasiamu. Aku tak peduli apapun rahasiamu..."
Adelaide terisak makin keras. Ia mendorong badan William dan berlari pergi dari perpustakaan. Ia berlari menaiki tangga menuju kamarnya, sementara William mengejarnya. Saat tiba, Adelaide menutup pintu dengan suara keras. Ia menyandarkan punggung di balik pintu. Menutup wajah dengan tangannya. Badannya merosot hingga jatuh terduduk.
"Eugene, ada apa?! Kumohon, bukakan pintunya!"seru William dengan nada panik mengetuk pintunya.
Adelaide tidak menjawabnya. Hanya terisak. Lalu ia mendongak menatap langit kamarnya dengan putus asa. Membiarkan air mata menetes. "Aku bukan Eugene..."bisiknya.
❤️❤️❤️
To be continue......
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top