7

Beberapa minggu berlalu. Adelaide lebih banyak menghabiskan waktu dalam kamarnya. Menghindari William meski sebenarnya ia ingin bertemu dengan pria itu. Adelaide menarik napas panjang.

"Adelaide, tidak seharusnya kau membiarkan perasaan ini makin dalam. Kau bukan putri Eugene. Kau hanya membantunya. Dan William bukan milikmu....tidak....ia bukan untukmu, Adelaide..."

Mendadak terdengar ketukan pintu, membuatnya terlonjak kaget. Dan ia mendengar suara lembut yang selalu ingin didengarnya, juga membuat hatinya berdesir. "Putri...."

Adelaide berjalan mendekati pintu. Mencoba menarik napas sementara ia bisa merasakan kegugupan meliputi dirinya. "Ya..."

"Hm...Eugene, aku hendak berkuda. Apakah kau mau bergabung denganku?"

"Ya, dengan senang hati aku ingin..."sahutnya tanpa pikir panjang, dan dengan segera ia menyesali keputusannya.

"Baiklah,"sahut William dari luar pintu. Nada bicaranya memperlihatkan semangat dan sukacita.

Adelaide menarik napas dan ia membuka pintu. Berhadapan dengan William yang tampak gagah dan tampan.

William menatap Adelaide dengan diam terpana. Mulutnya melongo sesaat seraya memperhatikan wajah Adelaide. Menatapnya dari atas hingga bawah. "Kau...kau terlihat cantik..."

Adelaide merasa wajahnya panas. Dadanya bergejolak senang mendengar pujian yang dilontarkan oleh William. Ia hanya melontarkan senyum kecil.

"Yang Mulia...."ujar Ellen dari belakang punggung William. Menyebabkan William menoleh dan menggeser posisinya dengan canggung.

"Oh Hai Ellen, aku dan putri akan pergi berkuda,"

"Baik, ide yang bagus,"sahut Ellen tersenyum.

William kembali menatap Adelaide dan mengulurkan lengannya. Adelaide menyambutnya dengan wajah merona malu dan mereka pun berjalan menuju istal kuda dengan Ellen mengikuti dari belakang mereka.

------

Ketika tiba di istal kuda, William tidak menyuruh pelayan untuk menyiapkan kuda bagi mereka. Ia melakukan semuanya sendiri. William memasang pelana pada seekor kuda berwarna putih bersih, lalu ia melanjutkan tindakan yang sama pada kuda berwarna coklat dan hitam yang ia tunggangi saat menyelamatkan Adelaide.

Setelah selesai, ia membawa kuda putih ke hadapan Adelaide. "Aku akan membantumu naik..."

"Tidak perlu.."sahut Adelaide. Ia meraih pelana di atas kuda putih itu. Menaiki dengan gerakan melayang anggun duduk di atas punggung kuda putih. Lalu ia menunduk tersenyum pada William yang terkesima menatapnya. Tangannya memegang tali kekang kuda.

William membawa kuda coklat dan membantu Ellen menaikinya. Lalu ia menaiki kuda hitam dan mulai berjalan keluar di samping kuda Adelaide. Sementara Ellen mengikuti mereka dari belakang.

"Kuda yang indah dan cantik,"puji Adelaide.

"Kau membuatku terkesan dan terkejut..."

Adelaide menoleh menatapnya. "Bagaimana bisa?"

William memperlihatkan seringainya. "Kau tidak takut berjalan sendiri di luar, kau menaiki kuda sendiri, tanpa perlu bantuan. Kau sangat berbeda dengan apa yang selama ini aku pikirkan."

Adelaide merasa wajahnya panas kembali. Ia mengalihkan mata ke depan. Berharap William tak akan menangkap rona merah yang muncul di pipinya. Ia menghentakkan kaki pelan, menyebabkan kuda putihnya mulai berlari. Dan William pun melakukan hal yang sama. Berlari di sisi Adelaide.

Adelaide menoleh ke belakang. "Ellen, berkudalah di sampingku,jangan di belakang aku!"serunya.

Ellen tersenyum lalu ia menyuruh kudanya lebih cepat berlari hingga kini ia sejajar dengan Adelaide.

"Kau menakjubkan!"ujar William

Adelaide menoleh padanya, tersenyum kecil. "Aku hanya gadis biasa..."sahutnya seraya menatap mata biru yang membuat dadanya berdebar.

-------

Tak lama kemudian mereka tiba di atas bukit. Terhampar pemandangan desa di bawahnya yang memperlihatkan para penduduk sedang melakukan rutinitas harian mereka. Adelaide menangkap sosok seorang gadis kecil berjalan bersama orang tuanya. Mereka tampak ceria dan tertawa bersama. Membuat ia teringat akan keluarganya. Adelaide menatap keluarga kecil itu dan tanpa sadar airmata jatuh menetes.

"Eugene! Kau kenapa? Apa kau baik saja?"tanya William panik.

"Ya...."

"Lalu kenapa kau menangis?"

"Tidak apa..."ujar Adelaide mengusap air matanya. Pikirannya terasa hampa dan dadanya sesak. Hingga ia merasa sulit hanya untuk bernapas. Mendadak ia merasa seakan beban hidup yang berat menimpa dirinya. Dan ia tak bisa menahannya lagi. Adelaide memutar posisi kuda dan menyuruhnya berlari kencang jauh dari sana.

"Eugene!!"teriak William mengejarnya sementara Ellen mengikuti dari belakang.

Adelaide memacu kudanya dengan cepat, membiarkan airmata mengalir deras di wajahnya. Kenangan akan keluarganya muncul dalam kepalanya, membuat dirinya rindu akan mereka. Dan ia sadar ia tidak akan bisa menemui mereka lagi. Tidak bisa melihat mereka lagi. Tidak bisa lagi merasakan pelukan nenek. Tidak bisa lagi mendengarkan suara tawa ayahnya yang lembut.

Tanpa sadar kuda putihnya berlari menuruni bukit dan melewati istana hingga tiba di pantai. Terdengar deru ombak dan suara burung di kejauhan. Adelaide turun dari kuda dan berlari menuju pantai hingga air laut mencapai pinggangnya. Adelaide berhenti. Menatap air laut lalu ia menarik napas seraya terisak. Tangannya menutup wajah, ia tidak bisa menahan beban ini. Lalu ia melepas tangan dan berteriak sekuat tenaganya. Melepaskan rasa sesak yang terkumpul di dadanya selama ini.

"Eugene!!!"

Terdengar suara di belakang Adelaide. Ia menutup mata. Berharap pemberontak yang datang untuk membunuhnya sehingga ia tidak perlu merasa sesak seperti saat ini.

William turun dari kuda dan menyusul Adelaide yang berdiri di air laut. "Eugene, apa yang terjadi?!"

Adelaide mengusap wajahnya yang basah. "Tidak..."

William meraih tangan Adelaide dan menatapnya. "Jangan berbohong. Katakan padaku apa yang bisa kubantu?!"

"Kau tak bisa membantu. Aku... Aku hanya merindukan keluargaku..."

"Jika kau mau, aku bisa membantu kau pulang ke Skotlandia, hingga hari pernikahan kita..."

"Tidak, jangan!"sahut Adelaide dengan nada panik. Ia berusaha menenangkan dirinya. "Aku...aku hanya perlu membiasakan diri di sini.. Maafkan aku sudah berlari tadi..."

"Tidak apa, aku mengerti...."sahut William memberikan senyum yang membuat hati Adelaide berdesir.

Adelaide melepaskan tangan dari genggaman William. Mengetahui perasaannya pada William dan ia harus melawannya. William bukan untuk dirinya. Tapi ia selalu merasa nyaman bila bersama William. Ia selalu merasakan desir hangat saat melihat mata biru serta senyum William.

"Kurasa kita harus kembali ke istana...."

William mengangguk. Ia membantu Adelaide berjalan menuju pasir. Ia melepaskan jubahnya dan menyampirkan pada tubuh Adelaide agar tidak kedinginan. Dan bersama berjalan kembali menuju istana.

------

Dua minggu telah berlalu dan Adelaide selalu berusaha menghindari William. Namun hampir tiap hari pula William selalu mengajaknya berkuda dan ia tak kuasa menolaknya. William selalu terlihat bahagia bila ia menerima ajakannya untuk berkuda bersama. Hari pernikahan mulai mendekat. Adelaide berharap Eugene bisa segera kembali, secepatnya. Namun jauh di dalam lubuk hatinya, ia juga berharap Eugene tidak kembali. Semakin hari, perasaan Adelaide semakin dalam terhadap William. Semakin ia berusaha melupakannya justru malah membuat ia semakin terpuruk jatuh dalam pesona William. Pria itu selalu memperlakukannya dengan baik dan lembut. Serta selalu melindunginya. Peduli akan apa yang selalu ia lakukan dan rasakan.

Pagi hari ini Adelaide memasuki ruang makan. William melihat dirinya masuk dan segera beranjak bangun. Menarik sebuah kursi untuk Adelaide di sebelahnya. Adelaide menerima bantuannya dan berterima kasih seraya duduk sementara sang ratu memperhatikan mereka, tersenyum kecil.

Louise meninggalkan mereka berdua saat ia sudah selesai sarapan. Membiarkan mereka berbincang berdua.

"Saat aku kecil, aku bermimpi ingin menjadi prajurit, apa kau punya impian juga?"

Adelaide berpikir sejenak seraya menatap ke arah lain. Lalu ia menoleh pada William. "Hmm...sepanjang hidupku aku ingin melakukan petualangan, juga ingin menikah dengan pria yang kucintai..."

William tersenyum kecil. Namun sesungguhnya ia merasakan dadanya berdebar kencang dan perutnya serasa berputar. "Bagaimana jika kita berkuda?"

Mereka berdua berkuda melewati hutan dan sungai. Berbicara seraya tertawa sementara Ellen mendengarkan dari arah belakang. Mendadak kuda putih Adelaide bergerak gelisah dan lepas kontrol. Adelaide mencoba menenangkan ketika ia mendengar suara teriakan dari dalam hutan. Sekelompok orang berteriak seraya berlari membawa senjata di tangannya. Ada yang turun dari pohon tinggi dan beberapa orang lari dari semak-semak.

William turun dari kuda dan mengambil pedang dari sarungnya. Bergerak melindungi di depan kuda Adelaide. "Lari, Eugene!!!"

"Bagaimana denganmu? Aku tak bisa membiarkan kau!!"sahut Adelaide turun dari kudanya.

"Lari, jangan pedulikan aku! Selamatkan dirimu dan panggil bantuan kemari!"

"Tidak! Aku tidak mau meninggalkan kau!"pekik Adelaide.

"Mereka mengincarmu!"seru William bergegas mengangkat pinggang Adelaide dan menyeretnya ke arah Ellen yang sudah pucat pasi. Ia mengangkat tubuh Adelaide ke atas kuda Ellen, mengangkat tangan dan menepuk keras pantat kuda Ellen hingga kuda itu melesat pergi.

"William!!!"teriak Adelaide melihat William sudah bertarung dengan para pemberontak. Salah satu pria itu berhasil merubuhkan William. "william, tidak!!!"

Kuda coklat Ellen melesat dengan cepat hingga badan kuda itu miring dan Adelaide terjatuh. Ellen menyuruh sang kuda berhenti. "My Lady, cepat, kita tak bisa membuang waktu!!"

Adelaide dapat melihat bayangan orang yang mengejarnya seraya berteriak. Adelaide menatap Ellen dan berteriak, "Ellen, pergilah dan minta bantuan pasukan istana untuk kemari! Cepat pergi!!"serunya seraya bangun dan bersembunyi di balik pohon besar. Jantungnya berdebar kencang.

Adelaide mencoba berlari melewati batu besar ketika sebuah tangan besar menarik pinggang dan menutup mulutnya. Adelaide mencoba berteriak tapi mulutnya tertutup rapat. Pria itu menyuruhnya menunduk dan ia dapat mendengar teriakan para pemberontak yang berlari melewati mereka.

"Kau memiliki hobi mencari masalah dengan para pemberontak,"bisik pria itu melepaskan tangan dari mulut Adelaide dan membalikkan badannya

Adelaide terkesiap. "William?!"sahutnya. Lalu ia meringis kecil seraya berkata, "Dan kau memiliki hobi menyelamatkan aku..."

Wiliam terkekeh. "Aku senang kau selamat. Tidak bisa kubayangkan jika sesuatu terjadi padamu,"ujarnya seraya memegang wajah Adelaide. Lalu dengan cepat ia mendekat dan mencium bibir ranum Adelaide, mengalirkan sengatan panas dan listrik ke sekujur tubuh Adelaide.

------

Mereka tiba di ujung hutan. Hutan itu terlalu sunyi mencekam. Dan mendadak terdengar suara para pemberontak yang sudah bersembunyi dan menunggu mereka. William meraih tangan Adelaide, berlari bersamanya hingga mereka tiba di ujung jurang. Adelaide menoleh panik pada William.

"Kau siap?"tanya William melihat para pengejar sudah semakin dekat.

Adelaide menelan ludah dan mengangguk. Dan ia memekik kaget ketika William menarik tangannya dan terjun ke air laut di bawah mereka.

"Tahan napasmu!"pekik William

Adelaide mematuhinya. Mereka berdua terjatuh ke dalam air laut yang dingin. William memeluk bahu Adelaide. Mencoba berenang ke tepi ketika sebuah tangan menarik paksa Adelaide. Seorang musuh menyelam dan menarik kaki Adelaide, terlepas dari pegangan William. Adelaide mencoba melawan dan mengapai tangan William. Tapi tenaga musuh itu lebih kuat menariknya menjauh ke dalam air. Ketika keluar dari air, Adelaide menarik napas, membiarkan oksigen memasuki paru-paru. Ia melihat William di kejauhan.

"William!!!"

Pria asing itu menarik Adelaide dengan cepat ke pantai. Memasangkan sebuah kain hitam ke kepala Adelaide. Melemparkan badannya ke atas kuda dan langsung melaju bersamanya.

------

Setelah melewati perjalanan, kuda itu berhenti. Adelaide diturunkan dengan kasar dan kain di renggut dari wajahnya. Adelaide mengedipkan mata, menyesuaikan diri dengan sekitarnya. Lalu ia duduk dan melihat beberapa orang pria berdiri mengelilinginya.

"Perkenankan saya memperkenalkan diri, tuan putri, saya Neville, ketua pemberontak,"ujar seorang pria besar seraya menundukkan badannya dengan seringai licik. Pria itu meraih sebuah pedang dari sarungnya.

Adelaide menatap mereka dengan ngeri. Berharap seandainya saja dulu ia menolak rencana gila Eugene ini.

"Apa maumu? Kenapa kau sangat menentang Irlandia bersatu dengan Skotlandia?"

"Skotlandia adalah pembohong besar, dan Irlandia tidak butuh dukungan mereka!"

"Pernikahan ini bukan untuk dukungan. Tapi untuk kedamaian. Maka Skotlandia tidak akan menyerang pendudukmu. Tidak akan mencelakai keluargamu. Juga dirimu..."

Mata Neville mendadak melembut saat mendengar perkataan Adelaide. Namun seorang di belakang berkata,"Jangan dengarkan, cepat bunuh dia!"

Neville mendekati dan menempelkan mata pedang pada leher Adelaide.

"Apa kau tega membunuh orang yang tidak bersalah dan tidak bersenjata? Itukah maumu?!"

Hening sejenak saat Neville mendengarkan Adelaide. "Bagaimana kau bisa yakin bahwa tidak akan ada yang menyakiti keluargaku..."

"Aku... aku akan memastikan hal itu!"

Sebelum Neville membalas perkataannya, mendadak sebuah anak panah melesat melewati kepala Neville dan menancap pada pohon di belakang dirinya. Pasukan istana telah datang menyerbu dan mengepung. Neville dan anak buahnya segera melarikan diri dengan gesit. Menghilang ke dalam hutan.

William berlari mendekati Adelaide dan membantu berdiri. "Eugene , apa kau baik-baik saja? Apa mereka melukaimu?"tanyanya dengan panik.

"Aku baik saja. Tapi kau, wajahmu memar,"ujar Adelaide menyentuh pipi William yang berwarna ungu akibat memar. William mengenyit.

"Dia akan berkuda denganku!"seru William seraya melepaskan tangan Adelaide dari wajahnya.

Seorang prajurit membawakan kuda hitamnya. William membantu Adelaide naik ke punggung kuda. Dan ia naik, duduk di belakang Adelaide. Melindungi dirinya seraya mulai menjalankan kudanya.

Saat melintasi hutan, Adelaiede tahu dan dapat merasakan para pemberontak itu masih mengawasi kepergian mereka. Ia perlahan mengintip ke atas pohon di mana matanya bertatapan dengan Neville. Adelaide mengatupkan bibirnya. Menatapnya dalam diam. Membiarkan kepercayaan terjalin antara dirinya dengan para pemberontak.

❤️❤️❤️❤️
To be continue....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top