3
Keesokan paginya Adelaide terbangun ketika Emma masuk ke dalam kamarnya. "Selamat pagi, Adelaide!"sapanya. Adelaide bangun perlahan. Matanya masih bengkak karena menangis semalam. Emma membantunya berganti pakaian. Pagi ini Adelaide mengenakan gaun berwarna peach lembut. Rambut panjangnya di kepang dan di buat sanggul sederhana.
"Tuan putri menyuruhmu datang ke ruang duduk milik putri saat kau sudah siap. Aku akan segera mengantarmu."
"Baik, terima kasih, Emma."sahut Adelaide.
Emma menunjukkan jalan menuruni tangga menuju lantai bawah dan melewati lorong hingga tiba di pintu besar. Membukanya dan mereka masuk ke dalam ruangan mewah. Di sana putri Eugene telah menunggu. Ia tampak puas melihat penampilan Adelaide. Putri Eugene berdiri saat Adelaide berjalan mendekat dan membungkuk hormat.
"My Lady..."Sapa Adelaide.
"Selamat pagi, Adelaide. Hari ini kau akan belajar untuk menjadi seorang putri, dan kuharap kau akan menyerapnya dengan cepat,"
"Bolehkah saya mengetahui kenapa anda memilih saya?"
Eugene menunduk. Bahunya menurun seakan beban berat telah menimpa dirinya. "Dalam 6 minggu lagi, aku akan pergi dari sini. Pergi ke Irlandia untuk menemui tunanganku dan dalam 8 minggu kami akan menikah,"ujarnya pelan.
"Apakah orang tua anda telah mengatur pernikahan ini?"
"Ya. Irlandia dan Skotlandia memiliki masalah kecil dan perang dalam beberapa tahun belakangan ini. Dan mereka hanya memiliki putra. Tapi ketika aku lahir, mereka merasa akan menjadi ide yang bagus untuk menjodohkan kami. Agar Irlandia dan Skotlandia bisa berdamai. Itulah nasibku..."
"Maafkan saya, saya tahu bagaimana rasanya jika dinikahkan Dengan orang yang tidak kita sukai.."ujar Adelaide teringat akan Aron yang selalu mengincarnya.
Eugene meraih dagu Adelaide dan mengangkatnya. "Seorang putri tidak boleh membungkuk pada siapapun, kecuali pada raja atau ratu. Pangeran maupun putri sederajat dengan kau."
"Kenapa? Aku hanyalah gadis biasa dari desa kecil..."
"Jangan berpikir demikian lagi. Kau bukan gadis desa lagi. Kau adalah pendampingku. Dan akan bersikap serta diperlakukan layaknya bangsawan. Apa kau mengerti?"tanya Eugene dengan tegas. Adelaide mengangguk pelan. "Sekarang, aku akan mengajarimu cara makan yang baik dan benar,"
Adelaide menaikkan alisnya. Selama ini ia merasa sudah makan dengan cara yang baik. Eugene mengajaknya ke sebuah meja dengan kursi kayu. Menarik sebuah kursi. "Seorang pria akan menarikkkan kursi untuk kau. Kau harus mengucapkan terima kasih padanya lalu duduk. Dan sang pria akan membantu mendorong kursimu untuk lebih dekat dengan meja makan."
Adelaide mengangguk. Ia duduk seraya mengucapkan terima kasih pada Eugene, sesuai ajarannya. Eugene kemudian berjalan ke sisi seberang meja dan duduk di hadapannya. Di hadapan Adelaide, terdapat piring emas dengan gelas emasnya. Lalu seorang pelayan pria membawakan sebotol anggur dan menuangkan ke dalam gelas milik Eugene dan Adelaide.
"Sekarang, perhatikan aku!"ujar Eugene mengambil gelas itu dan mendekatkan mulut dengan gerakan pelan serta anggun. Meminum cairan anggur itu dengan anggun dalam tegukan kecil. Lalu menaruhnya kembali di meja. "Sekarang, bagianmu...."
Adelaide tersenyum. Berpikir itu hal yang mudah. Ia mengambil gelas di hadapannya, meneguk cairan itu dan menaruh kembali di meja, sesuai yang ia amati. "Apakah aku sudah benar?"
Eugene tersenyum. "Lakukan lagi tapi kali ini mohon lebih perlahan dan anggun..."
----
Jam berlalu dan Adelaide telah belajar banyak dalam pelajaran menjadi seorang putri ini. Ia belajar mengenai cara meminum anggur layaknya seorang tuan putri. Cara makan yang anggun dan benar. Serta cara duduk.
Mereka berdiri ketika pelajaran di meja makan sudah selesai. Eugene menyuruh pelayan untuk membereskan meja sementara ia mengajak Adelaide ke bagian tengah ruangan yang kosong dan luas. "Ini adalah lantai dansa. Aku akan mengajarimu..."
"Aku belum pernah berdansa, tuan putri,"ujar Adelaide merasa gugup dan tak nyaman. Ia meremas tangannya dengan gugup.
"Kau harus belajar,"sahut Eugene berjalan ke depan dan mulai menari dengan bantuan Emma. Memberi contoh langkah pada Adelaide untuk ia amati.
----
Selama sebulan, Adelaide telah belajar banyak hal. Ia diajari cara bersikap, makan, minum, jalan, berbicara, menari dan hal lainnya. Adelaide merasa lega ketika Eugene membatalkan pelajaran pada hari ini. Maka ia pun memutuskan untuk berjalan ke taman istana yang indah. Ia berjalan menyusuri labirin rumput yang tinggi. Menikmati dan menyukai kesendiriannya. Mendengarkan suara angin berhembus dan suara langkah kakinya di tanah berumput.
Setelah beberapa menit berjalan, ia mendengar suara. Baru saja Adelaide memutuskan untuk beranjak pergi menjauh ketika telinganya menangkap suara Eugene. Eugene terdengar dekat. Adelaide tahu seharusnya ia menjauh, sangatlah tak sopan mendengarkan orang berbicara tanpa ijin. Tapi rasa penasaran membuat kakinya tak bisa bergerak. Ia berjalan mendekat ke arah suara itu. Bersembunyi di balik pohon. Melihat Eugene bersama seorang prajurit berbadan tegap dengan rambut gelap panjang hingga bahu. Prajurit yang telah melindunginya saat tiba di istana ini!
Pria itu memegang tangan Eugene. "Aku merindukanmu..."
"Aku juga, Frank.."Sahut Eugene. "Dan aku sibuk belakangan hari ini. Tentu kau tahu. Aku tidak bisa terus hidup seperti ini..."
"Demikian juga denganku, Eugene.."
"Well, kenapa kita tak bisa melakukannya sekarang? Kenapa kita tida kabur saja?!"
"Eugene, kau tahu kau tak bisa. Bersabarlah..."
Air mata menggenangi pelupuk mata Eugene. "Aku tidak bisa hidup tanpamu...."isaknya.
Frank mengusap air mata di wajah Eugene. "Bertahanlah.."
"Aku tidak ingin menikah dengan raja Skotlandia!"
"Aku juga tidak mau. Semua akan berjalan sesuai rencana.."
"Berjanjilah, Frank..."
"Ya aku janji..."sahutnya seraya menunduk dan mencium bibir Eugene. Eugene membalasnya dengan memeluk lehernya dan menarik Frank lebih dekat padanya.
Adelaide menunduk. Merasa malu akan apa yang telah dilihatnya. Rasa panas terasa di wajahnya. Ia baru saja hendak beranjak pergi ketika menyadari pasangan itu telah berhenti berciuman.
"I love you,"ujar Eugene
"I love you too..."
"Kapan aku bisa melihatmu lagi?"
"Secepatnya. Kau tahu aku tidak bisa jauh darimu.."ujar Frank seraya menciumnya lagi. "Pergilah, sebelum ada yang menyadari sosokmu yang menghilang dan mereka curiga,"
"Kau juga,"sahut Eugene. Frank memeluk dan menciumnya kembali sebelum akhirnya ia beranjak pergi. Meninggalkan Eugene yang masih menatap punggung pria itu menjauh. Lalu Eugene menarik napas seraya membalikkan badannya. Dan napasnya tercekat ketika melihat sosok Adelaide yang berdiri di belakangnya. Matanya melebar kaget.
"Apa...apa kau lihat semua?"
"Maafkan saya, my lady,"ujar Adelaide.
Eugene berjalan mendekatinya. "Tidak apa. Kau pasti tahu ia adalah prajurit istana. Dan kami...kami saling mencintai. Tak ada yang tahu kecuali kau..."
"Bagaimana bisa...."
"Semua itu tak terduga, Adelaide. Aku terjatuh dari kuda ketika ia menyelamatkan aku dan kami semakin dekat hingga akhirnya seperti ini...seperti yang baru saja kau lihat. Kami saling jatuh cinta...."
"Tapi...tapi anda sudah dijodohkan..."
"Ya aku tahu, Adelaide,"sahut Eugene pelan dengan nada sedih. "Tidak seharusnya aku membiarkan Perasaan ini makin dalam. Tapi aku tidak bisa menghindar...tak bisa melupakannya..."
Adelaide berjalan di sisi Eugene. Merangkul dan membiarkan kepala Eugene bersandar pada dirinya.
"Semua akan baik saja, my lady..."
Eugene bersandar dan menumpahkan segala perasaannya. Air mata kembali menitik di wajahnya. Setelah beberapa menit ia berhasil menguasai perasaannya. Menegakkan badan kembali.
"Aku pasti terlihat kacau,"ujarnya tertawa malu. Ia merasa terhibur akan kehadiran Adelaide.
"Adelaide, temani aku jalan-jalan."
"Ya, My Lady..."
Mereka berjalan menyusuri taman dalam diam. Beberapa menit kemudian, mendadak langkah Eugene terhenti. Membuat Adelaide kaget dan menoleh menatapnya.
"Adelaide, seperti yang sudah pernah kukatakan. Aku akan segera pergi dari sini dan pergi ke Irlandia. Dan ayahku sudah memberi ijin agar aku bisa memilih seorang pendamping. Aku memilihmu. Aku...aku berharap kau bisa ikut denganku. Aku tak akan memaksa. Jika kau menolak, aku bisa membantumu pulang ke desamu dan tak akan ada yang menyalahkanmu..."
Adelaide menunduk seraya berpikir. Jika ia menolak ikut, Adelaide akan bebas dan bisa pulang ke rumahnya. Tapi detik itu juga ia sadar bahwa ia sudah tak punya siapapun. Desa mereka sudah hancur. Keluarganya sudah tidak ada. Dan para sahabatnya pun sudah tidak ada lagi di desa itu. Semua sudah dijual sebagai budak. Rumah pun sudah tak ada lagi. Ia mendongak menatap Eugene. "Aku sudah tak punya siapa-siapa lagi. Aku akan mengikutimu, my lady..."
Eugene menatapnya dengan mata berbinar. "Benarkah?!"
Adelaide mengangguk. "Oh terima kasih, Adelaide. Aku sangat senang. Aku senang kau menerima tawaranku!"
Eugene memeluk Adelaide dan tertawa senang sambil kembali mengucapkan terima kasih padanya
❤❤❤❤
To be continue....
Jangan lupa vomentnya ya... 😁✌
Thanks all
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top