🐿️ Part 12 🐿️
Unexpected Destiny
Part 12
🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️🌵🌵🌵🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️
Kendaraan Aldrift berhenti di depan sebuah bengkel mobil yang cukup besar, tempat reparasi mobil milik salah satu temannya ini jugalah yang menjadi alasan Kayla menjadi satu mobil dengan dirinya.
"Gimana, sudah?" Seorang laki-laki yang sedikit tinggi darinya menyeka keringat, meninggalkan warna hitam pada kening karena tangan yang terlihat kotor. Mengenakan pakaian bengkel berwarna biru tua dengan jejak-jejak pekat di beberapa titik.
Wajah dengan kumis tipis itu menampilkan senyum ramah, mengibaskan rambut yang sedikit panjang. "Sudah."
"Berapa?" tanya Aldrift.
Setelah membersihkan tangan pada kain yang tersampir pada leher, laki-laki bernama Rio itu mengibaskan tangan dengan berdecak. "Kayak sama siapa aja, lo."
"Jangan gitulah." Aldrift merasa tak enak, temannya ini tak ingin dibayar atas jasa pergantian ban mobil Kayla yang pecah.
"Udah jangan dipikir. Lo bawa aja. Buat calon lo ini. Jarang-jarang seorang Keano bawa deket cewek kayak gini." Mendengar ucapan Rio membuat dirinya salah tingkah. Aldrift hanya bisa menggaruk belakang telinganya yang tak gatal.
Iris legamnya melirik keberadaan Kayla yang tak jauh dari mereka, tentu saja perempuan itu mendengar pembicaraan ini. Wajah cantik itu menunduk dengan tangan yang memilin sling bagnya. Entah mengerti atau tidak maksud ucapan Rio, yang jelas dirinya merasa malu.
Aldrift sedikit mendaratkan pukulan pada bahu Rio, tak peduli laki-laki pemilik bengkel ini kesakitan dengan mengelus bahunya, mendesis dan menggerutu. Padahal, setahunya ia memukul tanpa tenaga.
"Baiklah kalau begitu. Terima kasih." Laki-laki itu mengangguk. Setelah mereka melakukan salam perpisahan dengan saling bertukar kepalan tangan, Aldrift pun berlalu menghampiri Kayla.
Ia mengulurkan kunci mobil milik Kayla. Memandang perempuan itu yang menerima dengan senyuman. Ada semu merah yang ia dapati di kedua pipi perempuan ini.
"Terima kasih," ucap Kayla.
Aldrift mengangguk. "Hati-hati di jalan." Masih berdiri di tempat yang sama, ia menyandarkan siku pada kap mobil. Mengamati Kayla yang memasuki mobilnya. Sebelum kendaraan itu berlalu, si pemilik membuka kaca depan dan memberikan sebuah anggukan padanya.
Membalas dengan senyuman, ia melambaikan tangan. Mobil milik Kayla telah terjun ke jalan, menyatu dengan mobil-mobil lainnya, memberikan jejak sorot lampu yang masih diikuti dirinya.
Setelahnya, pandangan Aldrift jatuh ke bawah, memikirkan hal yang sedari tadi menguasai otaknya. Menatap mobil di samping, memandang dengan senyum sendu. Tangannya terangkat, mengelus bagian kap depan. Menggali beberapa momen yang ia lalui dengan kuda besi ini selama beberapa tahun terakhir
Ponsel dalam saku berbunyi. Merogoh dan melihat siapa yang mengirimi dirinya sebuah pesan.
Sudah ada
Mengeratkan genggaman pada ponsel, laki-laki bermata legam itu memandang lurus menerawang. Meyakinkan diri akan apa yang akan ia lakukan. Setelah mengembuskan napas dalam, ia memasuki mobilnya. Melajukan kuda besi itu di pekatnya malam Kota Surabaya.

Suara ponsel yang berbunyi mengganggu tidur yang nyenyak, si empunya tubuh berdecak karenanya. Masih di dalam selimut dengan keadaan wajah menempel pada kasur, tangannya meraba-raba sprei untuk mencari benda pipih berisik itu.
Tak kunjung mendapatkan, kepalanya pun mendongak, menampakkan pipi yang baru saja terpisah dengan kasur, menampilkan gurat-gurat jejak lipatan di kulit putihnya.
Tangannya terangkat, menggaruk dagu beberapa kali, matanya mengedar mencari sumber suara. Akan tetapi, belum juga ia lihat di mana ponselnya, yang ia dapati hanya kamar yang tak seperti sebuah hunian.
Di mana baju berserakan, sepatu bekas pakai yang tidak pada tempatnya, kaus tersampir pada kursi dekat meja, guling dan beberapa bantal yang berada di lantai. Ini kamarnya apakah baru saja terkena gempa?
Suara ponsel kembali terdengar, ia menoleh pada nakas di mana sebuah benda persegi panjang yang tipis menyala di sana. Menghela napas dalam, mau tak mau ia harus bangkit untuk meraihnya.
Merayap di atas kasur, ia mendekati nakas di sebelah kanan ranjang. Tangannya terulur untuk meraih sebuah gawai. Duduk dengan menyandar di kepala ranjang, ia mulai membuka layar yang terkunci.
Sontak saja tubuhnya menegak mendapati nama yang tertera dalam layar ponsel. Ia bahkan mengucek beberapa kali matanya untuk memastikan bahwa nama yang muncul itu bukanlah halusinasinya setelah bangun tidur saja.
Ternyata tidak, memang nama Kaylalah yang tertera di sana. Baru saja kemarin ia meminta nomor perempuan ini, sekarang sudah dihubungi. Bibir yang masih menampakkan sedikit jejak tidur itu mengedut tersenyum.
Mata yang sontak saja terbuka lebar berbinar. Tangannya dengan lihai menggulir tombol hijau ke atas menerima panggilan. Langsung saja ia menempelkan benda pipih itu pada telinganya, siap untuk mendengarkan suara manis Kayla.
"Assalamualaikum," sapa seseorang dari seberang. Dengarkanlah suara lembut itu, membuat dirinya bagaikan jiwa yang lupa diri.
"Wa'alaikumsalam," jawabnya.
"Aldrift. Bisa kita bertemu?" Mata yang sebelumnya terbuka lebar sembari membayangkan sosok yang menghubunginya, kini semakin membeliak karena terkejut. Kayla ... mengajaknya untuk bertemu. Apa perempuan ini merindukannya?
"Bisa-bisa. Kapan? Terus di mana?" Bersemangat? Tentu saja.
"Kamu saja yeng menentukan."
"Baik. Kalau begitu kita bertemu di cafe Bintang satu jam lagi." Setelah mendapat jawaban persetujuan dari Kayla, Aldrift mematikan sambungan telepon.
Ia melemparkan ponsel pada sisi lain kasur, bangkit dengan melompat gembira. Tangannya meninju langit mengekspresikan kebahagiaan yang ia alami. Kelakuan Aldrift seolah baru saja mendapatkan hadiah besar.
Aldrift mengajak Kayla untuk bertemu di cafe miliknya. Selain memang ia tidak tahu di mana rumah perempuan itu yang mengakibatkan tidak tahu jarak dan titik temu yang pas, ia pun memang ada sedikit pekerjaan di cafe.
Meraih handuk, ia pun berjalan ke arah kamar mandi, bersiap untuk membersihkan diri dari jejak gorila yang menempel di sudut bibir. Setampan apa pun orang, kalau tidur pasti Meninggalkan jejak bukan? Entah kentara atau tidak.
***
Menggunakan black jeans yang dipadukan denim jacket, Aldrift memerhatikan penampilan di depan cermin, sedikit membenahi jika ada yang belum pas. Bibirnya tersenyum kala kembali mendapati dirinya yang tampan
Meraih jam tangan, kaki berbalut higt-top sneaks itu melangkah keluar. Menuruni tangga dengan fokus yang memasang penunjuk waktu di pergelangan tangannya. Bak seperti hafal anak tangga, ia menuruninya dengan lancar.
"Aldrift!" Suara menggelegar yang menyebut namanya membuat langkahnya terhenti, tepat pada anak tangga terakhir.
Kepalanya mendongak? Menatap sosok gagah yang berbalut jas rapi memandangnya dengan murka. Di belakangnya sang mama menatap khawatir. Ada apalagi sehingga pagi-pagi ia harus mendapatkan kemarahan papanya? Sesaat kemudian otaknya mencoba mengingat sesuatu, hingga jatuh pada sekelebat peristiwa.
Dirinya tersentak, apa mungkin? Hanya diam berdiri mematung, menunggu eksekusi sang papa yang berjalan mendekat dengan kilatan amarah.
Lagi. Sebuah tamparan mendarat keras di pipinya. Sepertinya sang papa menggunakan sekuat tenaga melakukan ini. Rasa perih yang menjalar di sudut bibir cukup mampu memberitahunya.
"Untuk apa kamu jual mobil? Ha? Butuh uang berapa kamu? Sudah Papa katakan, bilang sama kakakmu butuh berapa, dia pasti memberikan. Untuk apa sampai jual mobil? Punya hutang kamu?"
Diam. Hanya itu yang ia lakukan. Apalagi memang? Aldrift pun tahu jika di sini dirinyalah yang salah. Menjual mobil yang selama ini menemaninya tanpa memberi tahu keluarga.
"Tuli kamu? Diajak bicara diam saja." Masih tetap menunduk dan diam, cukup sadar diri jika melawan.
Hingga terdengar sang papa berteriak. "Dasar nggak berguna. Menyusahkan saja. Lelah Papa melihatmu." Derap langkah menjauh pun terdengar, menandakan penguasa kediaman ini telah berlalu. Kedua tangan mengepal di sisi tubuh.
"Kamu tidak apa-apa?" Tanpa memedulikan sang mama, Aldrift pun berlalu, melewati sang kakak yang masih berdiri di sana. Bahkan melihat saudaranya ia pun enggan. Menulikan telinga kala namanya terus dipanggil oleh perempuan yang telah melahirkannya.

Menyeka sedikit jejak darah di sudut bibir, Aldrift memasuki cafe tempat ia mengajak bertemu Kayla. Ia mengedarkan pandangan, lalu menemukan senyum serta lambaian di kursi bagian tengah cafe.
Aldrift membalas senyuman, segera mendekat saat tahu itu Kayla. Menarik kursi, mereka duduk berseberangan. Wajah cantik yang sebelumnya menampakkan senyum, kini menunjukkan raut terkejut.
"Kamu kenapa?" tanya Kayla dengan menunjuk dirinya. Ah, mungkin bibirnya yang dimaksud.
Tangan Aldrift terangkat ke sudut bibir. Memang ia masih melihat jejak sedikit darah yang menempel pada jari. Ia tersenyum, meyakinkan seorang Kayla. "Tidak apa-apa. Hanya luka kecil," jawabnya.
"Pasti berantem." Aldrift hanya tersenyum.
"Eh. Sudah pesan?"
Kayla menggeleng. "Belum. Nunggu kamu dulu." Saat itulah ia memberikan tatapan jahil pada Kayla. Sepertinya, perempuan ini mengerti artinya. "Kamu kenapa? Jangan aneh-aneh itu pikirannya."
Aldrift tertawa, ia segera memanggil pelayan cafe untuk membuatkan mereka minum. "Oh, ya. Ada apa mengajakku bertemu. Kangen, ya?"
"Apaan, sih?" Wajah dengan balutan pasmina berwarna pink itu menunjukkan semu di kedua pipinya.
Menatap seksama, ia memerhatikan Kayla yang membuka resleting tas di atas meja. Lalu sebuah amplop cokelat dikeluarkan dari sana.
Aldrift memandang bingung Kayla saat perempuan itu meletakkan amplop yang ia tahu jelas apa isi dari bentukannya ke atas meja dan mendorong pelan ke arah dirinya.
"Ini uang. Tidak seberapa. Aku juga ingin membantu panti untuk terbebas dari laki-laki kemarin," ungkapnya. Ternyata ini masalahnya.
Aldrift tersenyum. "Tidak usah. Urusan panti sudah beres. Panti pasti aman."
"Iya aku tahu. Kamu pasti bisa membantu. Tapi aku juga ingin membantu panti. Tolong ambillah uang ini. Tidak seberapa memang tapi aku mohon. Kalau tidak, jangan salahkan aku kalau tidak mau bertemu dengan kamu lagi."
Aldrift tertawa, merasa lucu dengan ucapan Kayla. Apalagi mimik wajahnya. "Baiklah!" Tangan Aldrift terangkat, mengambil alih amplop itu dari perempuan di hadapannya.
Hingga sebuah suara berhasil mengejutkan mereka. "Oh. Sekarang kamu menjadi laki-laki pengeretan?"
🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️🌵🌵🌵🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️
Holla hooo
Selamat pagi eperibadi?
Bagaimana kabar kalian?
Sehat, ya?
Cung tangan dong. Yok absen siapa aja nama kalian
Akun WP deh tulis di komentar🤭🤭🤭
Baiklah
Jangan lupa vote dan komennya, ya
Jangan lupa baca ceritaku yang lain juga 😘😘😘😘😘
Salam dari Mbak Kayla
Salam
EdhaStory
😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top