28 : Mood

Sejak tiga minggu lalu Elang memulai debutnya sebagai asisten pelatih ekstrakurikuler basket, semakin banyak adik-adik kelas yang mendatangi Elang yang berbasa-basi menanyakan tentang basket meskipun, niat dasarnya sangat kentara jika mereka menyukai Elang. Untungnya, pelatih basket cukup cerdas dengan mengadakan pemilihan tim basket sehingga tersisa hanya lima belas orang, komposisi cewek berjumlah enam dan sisanya adalah cowok.

Hari ini adalah hari Kamis, jadwal berlatih ekstrakurikuler basket bersamaan dengan jadwal latihan Alyssa, guna menghadapi kompetisi Bahasa Inggris bulan Februari besok. Siswa yang sudah pasti dikerahkan untuk mengikuti kompetisi itu adalah Alyssa dan Rayhan. Alyssa setidaknya merasa lega karena setelah kompetisi ini, Pak Imron tak mengharuskan dia mengikuti English Club lagi.

"Jadi, seperti yang pernah saya ajarkan tentang active dan passive sentences, saya akan mengulang semua dari awal."

Suara Pak Imron terdengar lantang, menggema di ruang kelas Alyssa yang hanya meninggalkan tiga orang, termasuk Alyssa dan Pak Imron. Satu sisanya adalah Rayhan, yang duduk tepat di samping Alyssa, mencatat jelas apa yang Pak Imron katakan. Alyssa tak mencatat sama sekali. Malas, rasanya mencatat sesuatu yang sudah pernah dia catat. Alyssa menyimpan semua buku catatannya dengan baik, dia hanya perlu membuka ulang dan membacanya.

Perhatian tiga penghuni kelas itu teralihkan saat tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Alyssa mengernyit begitu melihat Elang yang berada di balik pintu dengan senyuman lebar di bibirnya. Elang sedikit menunduk, memberikan penghormatan kepada Pak Imron yang menatap kedatangannya dengan heran. Elang masih mengenakan seragam sekolah yang tak lagi dikancingi, menampilkan kaus berwarna cokelat polos yang dia kenakan. Dia juga masih mengenakan celana abu-abu, tangannya menenteng bola basket berwarna biru.

"Ada apa, Elang?" tanya Pak Imron, masih dengan wajah bingungnya.

Cengiran Elang hilang saat cowok itu menjawab, "Gak ada apa-apa, sih, Pak. Saya mau ikut belajar aja, sekalian. Soalnya, saya pernah ketinggalan pelajaran Bapak waktu kena skorsing."

Rayhan mendesis seakan risih dengan kehadiran Elang, Alyssa mendengar dengan sangat baik. Tatapan Elang yang semula tertuju pada Pak Imron malah beralih kepada Alyssa dan cowok itu tersenyum yang mau tak mau membuat Alyssa balas tersenyum.

Pak Imron menghela napas. "Materi yang saya ajarkan di kelas kamu berbeda dengan yang saya ajarkan kepada Alyssa dan Rayhan saat ini, Elang."

Elang mengangguk. "Saya tahu, Pak. Tapi gak apa-apa. Saya mau tetap ikut belajar."

Pak Imron menatap Elang pasrah sebelum menganggukkan kepala. Memang pria paruh baya yang sudah menginjak usia lima puluh tahun itu paling malas berdebat atau mendebat siswanya yang keras kepala, apalagi Elang. Darah tingginya bisa naik sewaktu-waktu dan Pak Imron masih sayang pada nyawanya.

"Silahkan mengikuti, tapi jangan ganggu Alyssa dan Rayhan karena mereka sedang fokus untuk menghadapi kompetisi bulan lalu."

Elang menunjukkan sikap hormat. "Siap, Pak! Saya janji, gak akan ganggu!"

Setelahnya, Elang melangkah untuk duduk di kursi tepat di belakang Alyssa. Pak Imron menatap Elang untuk yang terakhir sebelum memulai pengajaran lagi ketika Elang yang satu tangannya terlipat, membiarkan tangannya yang satu lagi memainkan rambut Alyssa yang hari ini dikuncir kuda.

Alyssa menoleh dan menatap tajam Elang. "Apaan, sih?" Alyssa berujar, berbisik seraya menghempas tangan Elang.

Elang mengerucutkan bibir. "Masih ada makanan gak? Laper, nih." Elang berujar manja, seperti anak kecil yang meminta dibelikan balon.

Otomatis, Alyssa luluh ditatap seperti itu oleh Elang. Rasanya, Alyssa ingin mencubit pipi tirus Elang yang kurus, menyentuh dagu dan hidung lancipnya. Alyssa masih bingung bagaimana bisa Elang memiliki bentuk wajah seperti itu?

Alyssa menghela napas dan meraih tas yang dia letakkan di bawah meja. Alyssa membuka tas dan mengeluarkan kotak bekalnya yang memang masih tersisa. Alyssa membawa beberapa ebi furai dan hanya memakan setengahnya karena memang dia selalu membawa makanan berlebih, takut-takut hal seperti ini akan terjadi. Elang kelaparan dan meminta makan padanya.

Tangan Alyssa membuka penutup kotak bekal makanannya sebelum meletakkan di atas meja di belakangnya. Alyssa menoleh sekilas sambil berujar pelan, "Satu potong lima ribu, ya?"

Bibir Elang mengerucut lagi. "Perhitungan banget jadi istri."

"Itu namanya prinsip ekonomi."

"Tapi lo anak IPA, bukan IPS." Elang menimpali.

Alyssa benar-benar memutar posisi duduknya, menjadi menghadap Elang. Seharian ini, memang Alyssa belum bertemu Elang. Cowok itu sibuk bermain futsal di lapangan saat jam istirahat pertama dan kedua. Alyssa bahkan yakin, Elang belum makan sama sekali dari pagi.

"Anak IPA banyak yang masuk IPS, tapi anak IPS belum tentu masuk IPA." Alyssa menjulurkan lidah dan berbalik menatap lurus ke Pak Imron yang mencatat sesuatu di papan tulis.

Elang menusuk punggung Alyssa dengan jari telunjuk kanannya, membuat Alyssa kembali menoleh. "Anak IPA itu gak adil. Gak cocok jadi pemimpin. Terlalu serakah dan gak membiarkan anak IPS bersinar." Elang berujar demikian sebelum memasukkan satu potong ebi furai ke mulutnya.

Alyssa baru mau membalas ucapan Elang, tapi suara Rayhan memanggil Pak Imron jauh lebih lantang dan membuat Pak Imron berhenti menulis untuk menoleh ke sumber suara. Elang buru-buru menyembunyikan kotak bekal Alyssa ke dalam laci meja belajar.

"Ya, Ray?"

"Saya gak bisa fokus belajar kalau si Ketua OSIS makan di belakang saya. Suara makannya mengganggu konsentrasi."

Perhatian Pak Imron beralih pada Elang yang mingkem, menahan mulut untuk tidak mengunyah makanan yang masih berada di dalamnya. Pak Imron memicingkan mata. "Elang? Bukannya tujuan kamu di sini untuk belajar? Bukan untuk makan?"

Elang pasrah dan membiarkan mulut mengunyah ebi furai di dalamnya, menelannya sebelum menjawab santai, "Maaf, Pak. Saya belum makan, kebetulan. Tapi ini yang terakhir. Bapak bisa lanjut mengajar, saya janji gak makan."

Alyssa melirik Elang cemas. Elang belum makan dan baru makan sedikit lalu, terkena teguran Pak Imron. Alyssa bahkan tak menyangka Rayhan akan melaporkan hal sesederhana itu kepada Pak Imron di saat Elang makan tanpa menimbulkan suara.

"Silahkan habiskan makanan di luar, Elang. Kamu mengganggu konsentrasi Alyssa dan Rayhan."

Elang mendengus. "Kalau Alyssa, emang gak akan konsentrasi belajar karena mikirin saya. Tapi masa iya, sih, Pak, Kak Rayhan hilang konsentrasi hanya karena kehadiran saya? Dia suka sama saya juga, emang?" Elang berkata sarkastik, melirik Rayhan yang masih duduk memunggunginya enggan mencari keributan. Alyssa menahan tawa.

Pak Imron menarik napas dan menghela perlahan. "Elang. Lebih baik kamu ke luar. Kamu pikir saya gak tahu kalau kamu ganggu Alyssa sedari tadi?"

Elang mendengus. "Alyssa yang gangguin saya, Pak. Saya, mah, enggak."

Alyssa buru-buru menoleh ke belakang dan memicingkan mata, Elang nyengir lebar sampai Pak Imron akhirnya, hilang kesabaran. Dia memukul keras meja sambil menatap tajam Elang, emosinya nyaris meluap dan terlampiaskan ke sosok Ketua OSIS yang sejujurnya menurut, Pak Imron sangat tak cocok menjadi Ketua OSIS.

"Elang, saya gak mau kasar. Lebih baik kamu ke luar, sekarang."

Elang terkekeh kecil, menganggukkan kepala. Cowok itu bangkit berdiri, namun sebelum dia melangkahkan kaki ke luar dari ruang kelas, tangan Elang sempat menangkup puncak kepala Alyssa, senyuman muncul di bibir merah mudanya.

"Belajar yang giat, ya? Hati-hati sama kalajengking di samping. Beracun."

Rayhan melotot mendengar ucapan Elang dan Elang buru-buru melangkah meninggalkan kelas saat Pak Imron benar-benar memasang ekspresi kesal, ingin memukul cowok itu hidup-hidup.

Well, Pak Imron memang punya dendam kesumat pada Elang sejak cowok itu mempermalukannya saat dia tengah mengajar. Elang tidak menonjol dalam semua pelajaran kecuali olahraga, itulah yang ada di pikiran semua guru pada awalnya, termasuk Pak Imron yang paling kesal dengan siswa yang bertahan di sekolah karena dia punya relasi dengan orang penting di sekolah. Seperti Elang. Dulu, di kata Pak Imron, Elang itu hanya menang tampang, otaknya pasti sulit berkembang.

Sampai suatu hari di semester dua saat Elang kelas sepuluh, Elang datang terlambat dan mendapat caci maki Pak Imron sampai membuat marah Elang, wajahnya memerah menahan tawa. Pak Imron memaki Elang di hadapan siswa-siswanya, dengan Bahasa Inggris yang mungkin dia pikir Elang tak akan pernah mengerti.

Saat Pak Imron selesai mengomel, dia menatap Elang meremehkan dan Elang malah balas tersenyum sinis sambil membalas makian Pak Imron dengan bahasa Inggris juga yang bahkan membuat seisi kelas terpana karena Elang sangat lancar dan tak ada kendala dalam berbicara bahasa Inggris. Setelah balas berbicara pada Pak Imron, Elang bukannya masuk bergabung dengan kelas malah memilih untuk ke luar kelas, mendapat tatapan kagum teman-temannya, ketika Pak Imron berwajah semerah tomat dipermalukan muridnya sendiri.

"Kamu mau sama cowok kayak gitu, Alyssa?"

Alyssa tersentak mendengar pertanyaan Pak Imron yang diamini oleh Rayhan. Alyssa mengernyitkan dahi. "Emang kenapa, Pak?"

"Kamu gak lihat sikapnya seperti apa? Dia melawan saya, sebagai gurunya. Kamu mau dengan cowok gak punya etika seperti dia?"

Pertanyaan Pak Imron membuat Alyssa diam sejenak sebelum mengedikkan bahu. Alyssa menatap buku tulisnya yang masih kosong dan bertanya untuk mengalihkan perhatian.

"Pak, catatan di papan tulis jangan dihapus, ya? Saya mau nyatet, deh. Takut lupa."

English Club kembali berlangsung sampai jam menunjukkan pukul tiga sore, sesuai janji Pak Imron. Hanya berlangsung satu jam tiap harinya dan waktu latihan ditambah dua jam tepat seminggu sebelum kompetisi.

"Lo balik sama siapa, Al?"

Rayhan bertanya kepada Alyssa yang tengah merapihkan buku-bukunya ke dalam tas. Rayhan sudah rapih, siap kembali ke rumah dan Pak Imron juga sudah melenggang ke luar kelas begitu saja.

"Di jemput," Alyssa menjawab teramat singkat.

"Rumah lo masih yang lama, kan? Mau nebeng sama gue gak? Sekalian kita review ulang yang tadi kita pelajarin di jalan. Gimana?" Rayhan menaik-turunkan alisnya dan Alyssa memutar bola mata.

"Gak bisa. Ojek gue udah mau dateng. Misi."

Alyssa berujar jutek, meraih tas dan melangkah cepat meninggalkan kelasnya yang berada di lantai tiga. Setengah berlari, Alyssa menurunkan tangga hingga ingin menyampai lantai satu, cewek itu menjerit dan nyaris terjatuh saat seseorang tiba-tiba muncul dan mengagetkan.

"DOR!"

Tangan Alyssa terletak di dada, jantungnya berdegup sangat cepat sebelum cewek itu menyadari siapa yang tengah menertawakan keterkejutannya. Alyssa memukul lengan Elang.

"Ngagetin, ish!"

Elang berhasil mengontrol tawanya. "Duh, lo kaget banget, ya? Sori-sori. Gak maksud. Tapi tampang lo lucu banget, sumpah. Harusnya gue foto dan videoin!"

Alyssa memutar bola matanya. "Minggir, gue mau balik."

"Sori. Pak Surahman gue suruh balik tadi. Dia butuh minum setelah mengendarai motor tanpa henti selama hampir setengah jam." Elang bertolak pinggang.

Alyssa melotot. "Setiap hari dia juga begitu. Kenapa lo suruh balik, sih?!"

Elang mengedikkan bahu. "Soalnya, lo punya urusan sama gue dan udahlah. Kasih kesempatan Pak Surahman buat istirahat di masa-masa senja-nya." Elang nyengir, Alyssa tak tahu apa yang ada di otak cowok satu ini.

"Gue gak ada urusan sama lo. Gue lagi gak dalam mood baik. Jadi, gue mau balik."

"Ya, udah gue yang anter balik."

Alyssa menggeleng. "Enggak. Kalau sama lo pasti lewat jalan yang muter-muter, terus gak langsung nyampe rumah."

"Main bentar, lah. Keliling doang, deh?"

Lagi, Alyssa menggeleng. "Enggak. Lagi gak mood."

Akhirnya, Elang pasrah. Elang menghela napas dan mengangguk. "Ya, udah. Ayo, gue anter balik. Janji, langsung balik gak mampir-mampir."

"Beneran?"

Elang mengangguk. "Iya."

Alyssa tersenyum sebentar sebelum mempertahankan wajah normal tanpa ekspesinya. "Oke, oke. Jangan ngebut-ngebut. Gue masih mau hidup soalnya, belum kesampaian jadi penulis."

Elang terkekeh dan tangannya mencubit pipi Alyssa gemas, buru-buru Alyssa menepis tangan Elang dari pipinya.

"Ish, pacar siapa, sih? Ngegemesin banget."

Alyssa mengernyitkan dahi. "Jijik, ya, El."

Kemudian, keduanya melangkah berdampingan menuju ke area parkir di depan sekolah. Alyssa cukup terkejut saat Elang nyatanya membawa dua helm sekarang. Biasanya, dia hanya membawa satu helm. Alyssa tak tahu di mana rumah Elang, tapi sepertinya rumah Elang cukup jauh sehingga membutuhkan helm. Siswa-siswa lain sangat jarang yang membawa helm saat mengendarai motor.

"Tumben bawa dua?"

Elang yang baru selesai mengenakan helm, mengangguk kecil. "Kan, udah niat nyulik anak orang dari rumah."

Alyssa memutar bola matanya dan buru-buru mengenakan helm sebelum naik ke motor Elang. Tak lama dan tanpa memberi aba-aba, Elang melajukan motornya menjauhi area sekolah.

Awalnya, Alyssa mencoba untuk tenang dan berpikiran positif mengingat cowok itu sudah berjanji akan mengantarnya langsung ke rumah—sungguh, Alyssa sangat merindukan ranjangnya sekarang—, tapi cowok itu malah melajukan motornya ke arah yang berlawanan, ke arah yang tak Alyssa ketahui.

Alyssa menepuk bahu Elang yang masih santai mengendarai motornya. Elang menoleh sesaat. "Lo mau bawa gue ke mana, idih? Bohong, kan! Gue mau balik! Turunin di sini aja, deh!"

"Bentar dulu, Al. Gue mau beli memori baru buat PS."

"Ish, katanya langsung anter balik!"

Elang nyengir dan tak selang beberapa lama, motor yang Elang kendarai berhenti di depan sebuah toko elektronik. Mau tak mau, Alyssa turun dari motor ketika Elang memintanya turun.

"Bentar, ya? Gak lama, kok. Cuma tinggal ambil barang."

Alyssa membuang wajah dan melipat tangan di depan dada. Elang melangkah menuju toko dan Alyssa memilih bertahan duduk pada jok motor Elang. Sekitar lima menit, Elang muncul membawa kantung plastik hitam yang sepertinya berisikan memori yang dia maksud dan juga dua es krim cone.

"Nih, buat yang lagi kepanasan."

Elang menyodorkan satu es krim kepada Alyssa yang menerimanya dengan tatapan heran. Alyssa mendengus, tapi dia tak dapat menolak es krim pemberian Elang. Apalagi rasanya cokelat, kesukaan Alyssa. Elang berdiri bersandar pada dinding pembatas kota sambil menjilati es krim vanilla-nya akhirnya, Alyssa menyerah dan memilih menjilati es krim cokelatnya.

"Lo lagi dapet, ya? Makanya, gak mood?" Elang tiba-tiba bertanya.

Alyssa mengernyit. "Enggak. Gue gak lagi dapet."

"Terus kenapa?"

Alyssa menggeleng. "Ya, enggak apa-apa. Kan, lo tahu sendiri mood gue sering berubah dan emang gak ada alasan khusus."

Elang menarik napas dan menghelanya perlahan. "Serius?"

Alyssa mengangguk. "Sangat serius."

Perlahan, senyuman muncul di bibir Elang. Cowok itu kembali menjilati es krimnya sebelum berkata lembut, "Ya, udahlah kalau begitu. Tapi seriusan, ya, Al. Tiap ada masalah, jangan suka dipendam sendiri. Cerita ke gue. Mungkin gue gak pintar ngasih solusi, tapi seenggaknya beban lo sedikit berkurang dengan berbagi."

"Gue gak apa-apa. Lagi gak ada masalah." Alyssa menekankan.

Elang terkekeh dan mengangguk. "Iya, iya. Percaya, kok." Elang menjilati es krimnya lagi sebelum menambahkan, "Oh, ya. Tadinya, hari ini gue mau ajak lo main ke rumah gue. Bunda nanyain dan katanya, lo mau dites lolos enggak jadi pacar gue dan calon mantunya Bunda."

"Semoga gue gak lolos. Aamiin."

Elang melotot. "Idih, kok gitu?"

"Gue maunya jadi pacar Zayn Malik dan calon mantunya Mom Trisha Malik." Alyssa berujar bangga.

Elang mendengus sebelum mencondongkan tubuh ke arah Alyssa, menarik hidung Alyssa sambil berkata. "Kalau punya mimpi, jangan tinggi-tinggi. Entar jatuhnya sakit." Alyssa menepuk tangan Elang dan Elang terkekeh dan menimpali, "Yang di Indonesia, saling tahu nama dan deket sama Ibunya aja gak bisa diraih. Ini lagi yang sejenis Zayn Malik."

Alyssa melotot. Apa Elang baru saja menyindir Alyssa tentang Irsyad?

"Nyebelin, ya, lo!"

Alyssa bangkit dari motor dan menghujami Elang dengan pukulan-pukulan kecil yang membuat Elang tertawa, bukannya kesakitan.

----
Since I've done this one for 40 parts, I will write another new story. If I ask you which one do you prefer, will you tell me? 😉

Pertama, cerita nano-nano. I posted then Preambule then, I deleted it wkwk
Intinya tentang: Brothercomplex, Friendzone & Hate-Love. I've made the title: Entertain.

Second one, I got some ideas from Instagram. Tentang saudara kembar yang harus bersaing mencapai takhta utama perusahaan dan tentang kelabilan perasaan wkwk
I've already written the part one, but haven't gotten the title yet.

Which one?
Don't ask me about the visuals. It's probably Sehun, Sehun and Sehun.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top