21 : Kalah

Alyssa dan Irsyad memang janjian untuk bertemu pukul 2 siang nanti, tapi Alyssa sudah mempersiapkan diri sejak dia bangun tidur pukul enam pagi tadi. Bahkan, baru pukul 12 siang, cewek berambut panjang itu sudah berangkat dari rumah menuju tempatnya dan Irsyad janjian alias di J-Co Margocity, Depok padahal, jarak dari rumah Alyssa ke Depok hanya sekitar tiga puluh menit perjalanan menggunakan kendaraan umum.

Alyssa mengenakan pakaian terbaiknya. Sweater warna kesukaannya dulu, Ungu dan jeans berwarna hitam. Dia menggerai rambut shaggy-nya, tanpa menambahkan hiasan apapun. Dia mengenakan bedak tipis dan lipgloss sehingga bibirnya terlihat lebih sehat. Tak lupa, sepatu sneakers putih kesukaannya. Alyssa merasa sangat percaya diri dengan penampilannya sekarang.

Sampai di J-Co pukul setengah dua siang setelah sebelumnya cewek itu berkeliling Margocity, melihat-lihat pameran pakaian batik. Alyssa juga sempat mampir ke Toko Buku Gunung Agung, membaca beberapa buku menarik sebelum bergegas ke J-Co dan menunggu kedatangan Irsyad dengan jantung yang berdebar-debar.

Tak seperti rencana, setelah menunggu hampir satu jam, akhirnya Irsyad muncul pukul setengah tiga sore di saat Alyssa bahkan sudah putus asa menunggu kehadiran cowok itu. Tapi putus asa Alyssa berubah menjadi asa begitu melihat Irsyad yang melangkah menghampirinya, mengenakan kaus santai dan jeans, tapi tak pernah mengubah pesonanya di mata Alyssa.

Cowok itu menarik kursi di depan Alyssa sambil berkata, "Sori, sori. Gue terlambat banget, ya? Gue ketiduran dan baru bangun."

Alyssa tersenyum. "Iya, gak apa-apa. Gue juga belum lama dateng." Belum lama? Benarkah?

"Lo udah pesan belum? Sesuai janji, gue yang traktir hari ini." Irsyad tersenyum lebar dan Alyssa harus menahan napas melihat senyuman itu.

Alyssa menggeleng kikuk. "Belum. Gue, kan, juga baru dateng. Jadi, belum sempat pesan sambil nunggu lo."

Irsyad mengangguk. "Ya, udah. Biar gue yang antri buat pesan. Lo mau apa?"

"Apa aja. Samain biar gak ribet."

"Gue mau pesan J-Coccino. Mau juga?"

Alyssa mengangguk dan Irsyad bangkit berdiri dari kursinya. Dia sempat memberi senyuman kepada Alyssa sebelum berkata, "Gue pesan dulu, ya?" Lalu, cowok itu melangkah menuju ke counter untuk memesan pesanannya dan Alyssa, saat mata Alyssa tak kunjung beralih dari gerak-gerik cowok idamannya sejak beberapa tahun terakhir itu.

Alyssa buru-buru mengalihkan perhatiannya ketika Irsyad selesai mengantri dan membawa nampan berisikan pesanannya dan Alyssa, melangkah menuju meja tempat mereka duduk. Irsyad meletakkan J-Coccino milik Alyssa di hadapan cewek itu, bersamaan dengan bonus donat. Kemudian, dia beralih meletakkan J-Coccino miliknya dan meletakkan asal nampan yang sudah kosong di meja di sampingnya.

Irsyad meminum J-Coccino-nya terlebih dahulu, Alyssa mengikuti sambil melirik Irsyad. Sejujurnya, semua masih di luar nalar Alyssa karena dia berhasil berkencan dengan Irsyad. Well, kencan? Benarkah ini layak disebut sebagai kencan? Masa bodoh. Yang penting, Alyssa senang.

"Oh, iya. Thanks, ya, akhir-akhir ini lo mau jadi teman ngobrol gue di BBM. Gue gak nyangka lo asyik juga buat dijadiin teman ngobrol." Irsyad berujar seraya meletakkan gelas plastiknya di atas meja.

Alyssa menahan napas. Apa Irsyad baru saja benar-benar memuji Alyssa?

"Gue jarang banget nemuin cewek yang suka lagu-lagu Rock kayak lo. Serius, gue kaget waktu lo bilang lo juga suka Avenged Sevenfold, kayak gue. Padahal, tampang lo itu tampang cewek baik-baik banget."

Alyssa tersenyum canggung. "Eng―enggak juga, kok."

Irsyad tersenyum. "Emang benar kutipan 'don't judge a book by its cover', ya?"

Alyssa terkekeh. Benar-benar canggung walaupun, Irsyad terlihat jelas mencoba membuat percakapan senyaman mungkin.

Selama beberapa puluh menit, akhirnya Alyssa berhasil menemukan kenyamanan saat berbicara secara langsung dengan Irsyad. Mereka membahas tentang beberapa band Rock kesukaan Irsyad, yang sebenarnya sudah Alyssa ketahui sejak lama. Alyssa sangat sering mengunjungi akun sosial media Irsyad. Bahkan Alyssa tahu hal-hal yang cowok itu sukai, tanpa perlu bertanya langsung pada Irsyad. Alyssa sudah jauh mengenal Irsyad sebelum sempat Irsyad mengizinkannya masuk ke dalam dunianya.

Irsyad tiba-tiba menghela napas dan tersenyum tipis. "Lo tahu? Sebenarnya rada-rada aneh waktu lo pernah kirim gue pesan di Facebook dan ngaku kalau lo suka sama gue. Sori gue gak balas, gue juga masih gak percaya sama pesan lo itu." Jantung Alyssa berdegup lebih cepat. Pesan sialan itu yang membuat Alyssa sempat tak bisa tidur selama beberapa hari karena memikirkan kebodohannya.

"Oh, i―itu. So―sori, gue―,"

"Santai aja, Al. Gue tahu, itu lo cuma bercanda atau kena dare dari teman lo, kan? Jadi, gue gak masalah. Gue gak anggap serius. Lagian, cewek sebaik lo mana mungkin suka sama cowok kayak gue."

Tapi gue suka beneran sama lo, Irsyad! Bolehkan Alyssa berteriak di hadapan cowok tampan dengan alis tebal tersebut?

"Sebenarnya gue ajak lo ketemuan soalnya gue mau bahas...," Irsyad memejamkan mata sekilas dan menatap Alyssa lekat, "Lo masih sahabatan sama Laras, kan?"

Seperti terkena hujaman jarum di jantung, Alyssa membeku merasakan sakit yang teramat begitu mendengar satu nama tersebut. Satu nama yang pernah membuatnya merasa sebagai manusia paling malang di dunia. Alyssa pikir, dewi Fortuna berpihak padanya hari ini.

"Gue lost contact sama Laras beberapa minggu belakangan. Padahal, sebelumnya kita sempat jalan dan gak ada masalah sama sekali. Tapi tiba-tiba dia kayaknya ganti nomor dan gak bisa gue hubungin." Irsyad menundukkan kepala begitu menceritakan semua itu sebelum lanjut bercerita, "Lo sahabatnya, kan? Gue boleh minta tolong? Tanya ke dia, gue salah apa dan kenapa dia ngejauhin gue?"

Alyssa menggigit bibir bawahnya keras, berusaha mengalihkan rasa sesak di dadanya dengan rasa sakit akibat gigitan di bibirnya. Masa bodoh jika bibirnya akan berdarah, tapi sungguh jantungnya serasa ingin copot dan bagaimana rasanya menahan air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya?

"Gue gak paham kenapa gue bisa semenyedihkan ini soal cewek. Tapi gue udah suka banget sama Laras dan gue yakin, dia juga suka sama gue. Dia respon gue dengan baik. Dia perhatian sama gue. Dia bilang, dia bahagia sama gue. Tapi kenapa tiba-tiba dia ninggalin gue sebelum sempat gue pinta dia jadi pacar gue?" Irsyad tersenyum sedih dan tangan Alyssa menyentuh dadanya, mencengkram erat mencoba menahan sakit.

Irsyad menarik napas dan menghelanya perlahan. "Jadi, Al, gue mau minta bantu―," Irsyad mendongakkan kepala, mengangkat satu alis bingung begitu Alyssa bangkit berdiri dengan kepala tertunduk.

"Gu―gue izin ke toilet sebentar, ya."

Tanpa menunggu balasan Irsyad, Alyssa beranjak menuju ke toilet. Sesampainya di toilet yang cukup ramai, tak peduli menjadi pusat perhatian mereka yang mengantri, Alyssa berjongkok sambil menutupi wajah. Dia menangis sejadinya, tak mampu menahan air mata yang sudah terlanjut mengenang di pelupuk matanya. Dia tak siap mendengar nama Laras disebut oleh Irsyad. Dia tak siap harus mendengar sakit hati Irsyad yang ditimbulkan oleh Laras. Dia tak siap...tak siap menerima fakta jika harapannya sudah benar-benar pupus begitu nama Laras disebut oleh Irsyad.

Kenapa dia bodoh mengira dia memiliki kesempatan bersama dengan Irsyad ketika dia tahu dia bukanlah tipikal cewek yang akan Irsyad sukai? Irsyad menyukai cewek seperti Laras. Yang cantik secara fisik, mudah menyesuaikan diri dan punya sejuta pesona untuk menarik perhatian cowok. Tidak seperti Alyssa yang kaku, tak pernah peduli pada penampilan dan tak tahu harus membuka percakapan dengan seseorang. Alyssa jelas bukan tandingan Laras dan selamanya, Alyssa tak akan mencapai tingkat Laras. Dia jauh berada di bawah sementara, Laras jauh berada di atasnya.

Kenapa Tuhan tak pernah adil pada Alyssa? Kenapa harus Laras yang mendapatkan semua hal yang Alyssa inginkan, ketika Alyssa sudah menaruh terlalu banyak harapan pada semua hal tersebut?

Jika boleh meminta, bolehkah Alyssa meminta untuk segera dilenyapkan dari dunia sehingga tak perlu merasakan iri hati pada Laras dan sakit hati berkelanjutan?

Tangisan Alyssa terinterupsi begitu mendengar ponselnya berbunyi. Alyssa meraih ponselnya dan mendapati panggilan masuk dari Irsyad. Alyssa tidak mengangkat panggilan tersebut, sambil terisak dan dada yang sesak, Alyssa mengirimkan satu pesan kepada Irsyad, yang isinya adalah: Sori. Gue balik duluan ada urusan. Thanks atas traktirannya.

Setelahnya, Alyssa kembali menangis menyembunyikan wajahnya di lipatan kaki. Sungguh, ini memalukan, tapi lebih baik daripada dia harus menangis di hadapan Irsyad dan membuat cowok itu bingung akan kesalahan apa yang telah dia perbuat.

🕛🕛🕛

Ricky dan Zico mengernyitkan dahi begitu melihat sahabat dekat mereka baru saja membuka bungkus rokok baru dan mengeluarkan satu batang, menyulut dengan api sebelum menyelipkan di sela-sela bibirnya. Pasalnya, Elang menghabiskan satu bungkus rokok dalam waktu kurang dari dua jam dan dia sudah membuka bungkus yang lain. Apa cowok ini benar-benar gila?

"Lang, lo mau sampai kapan ngehabisin rokok dan gak cerita apapun tentang masalah lo?"

Zico akhirnya, buka suara sebagai yang tertua dan paling berpengalaman. Hari ini, Zico mengajak kedua adik kelas sekaligus sahabatnya itu untuk bermain video games di rumahnya. Tapi sedari tadi yang bermain hanya Zico dan Ricky sementara, Elang hanya duduk tenang sambil menghirup asap rokok.

Elang menghembuskan asap terlebih dahulu sebelum menjawab, "Gak apa-apa. Gue cuma lagi mikir aja. Kalian berdua lanjut main, gak usah peduliin gue."

"Games kesukaan lo, nih. Gak mau main?" tanya Zico, menunjuk layar televisinya dengan dagu.

Elang menggeleng. "Enggak, kalian aja. Gue lagi gak mood. Gue mau ngerokok dulu aja."

"Hati-hati rokoknya ketelen."

Elang mendengus dan menendang lengan Ricky. "Sialan lo!" Ricky memang sangat senang menggoda Elang dengan ancaman Alyssa saat tahu Elang dan Ricky ingin merokok beberapa waktu lalu.

"Daniza masih ngejar-ngejar lo, Lang?"

Tiba-tiba Zico bertanya, menjeda permainannya terlebih dahulu dan berbalik menatap Elang yang duduk di sofa, di atasnya. Elang mengedikkan bahu. "Gak tahu. Gue blokir dia di BBM dan gue juga blokir nomor dia di handphone gue."

"Tuh, Bang. Si Elang emang bego, kan? Nolak yang super kayak Daniza buat cewek sejutek Alyssa. Lo tahu Alyssa, kan? Lo tahu seberapa jutek dan cueknya dia, kan?"

Zico terkekeh dan mengangguk. "Gue tahu, gue tahu. Gue pernah heran sama itu cewek satu. Gue inget banget, dia pernah lewat dekat gue dan bablas begitu aja pas gue angkat tangan pengen nyapa. Sialan. Baru kali ini, gue merasa ditolak cewek."

"Nah, itu dia. Ngapain coba lo pertahanin cewek kayak gitu, Lang, saat lo itu populer dan banyak cewek yang mau sama lo. Kalau gue jadi lo, Alyssa itu akan gue anggap mikroorganisme. Gak kelihatan dan gue juga gak peduli akan kehadirannya."

"Iya. Dia sejenis mikroorganisme yang tiba-tiba nyerang sistem kekebalan tubuh gue sampai bikin gue sakit di sekujur tubuh." Elang menjawab asal dan membuat Ricky mengernyitkan dahi sementara, Zico menahan tawa.

Zico bangkit berdiri dan melemparkan bokong di sisi sofa di samping Elang. Dia merangkul Elang yang kembali menghisap asap rokok yang terselip di bibirnya. "Justru itu sensasinya, Rick. Sensasi ngejar dan dikejar itu beda banget. Kalau gue jadi Elang, gue juga bakal pertahanin cewek kayak Alyssa. Bahkan kalau perlu, gue nikahin saat itu juga."

Satu alis Ricky terangkat. "Lah, ngapain dinikahin? Gue, mah, ogah."

"Ya, iyalah lo ogah. Si Bilqis mau sama lo aja udah untung-untungan. Lo gak pernah ngerasain rasanya dapetin cewek dengan sangat mudah karena dari awal, cewek itu emang udah ngejar lo." Zico menerawang sebelum lanjut berkata, "Tantangan yang beneran itu saat lo ngejar cewek, tapi dia malah ngejar cowok lain dan lo harus lari sekuat tenaga buat nahan cewek itu. Berasa banget perjuangannya. Makanya, patut dipertahankan."

Zico menghela napas dan menepuk bahu Elang. "Tapi bukan berarti lo harus terus mempertahankan dia saat lo tahu dia udah berhasil mencapai cowok yang dia kejar, Lang. Perjuangan lo sia-sia kalau lo udah kalah cepat dengan cewek itu saat dia ngejar cowok yang dia suka. Jadi, sebenarnya beberapa hal akan jauh lebih melegakan saat dilepas, bukan dipaksa untuk bertahan."

Elang hanya diam, mendengar dengan jelas nasehat dari Zico untuknya. "Lang, lo gak bisa paksa orang untuk memilih lo, ketika lo tahu kebahagiaan sejatinya bukan lo. Kalaupun dia kebahagiaan lo, bukan berarti dia satu-satunya. Lo berhak cari kebahagiaan lain, yang juga menjadikan lo kebahagiaannya."

Zico diam sejenak ikut menelaah ucapannya sebelum melotot sambil berkata, "Gila. Kayaknya gue cocok jadi penerus Mario Teguh, deh."

Ricky dan Zico tertawa sementara, Elang masih mencerna nasehat Zico tadi.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top