18 : Pentas Seni

Akhirnya, pentas seni itu datang. Semalaman, Alyssa harus mengangkat panggilan masuk dari Elang. Katanya, Elang kesepian karena hanya dia dan panitia cowok yang bertahan di sekolah mempersiapkan semua keperluan yang belum sempurna hingga sempurna. Ya, Elang menginap dan Alyssa tak tahu sepenting apa acara ini sampai memaksa Elang untuk menginap. Elang bilang, dia sudah meminta izin untuk tidur di ruang UKS bersama lima orang anggota tim lain yang adalah cowok.

Tapi Alyssa cukup tertegun melihat betapa meriahnya sekolah pagi ini. Padahal jam masih menunjukkan pukul tujuh dan acara akan dimulai pukul delapan oleh penampilan seni dari SMAN 188 dan SMAN 189, barulah bintang tamu utama datang, yaitu: Sheila On 7. Alyssa tak sabar melihat pertunjukan langsung band kesukaannya itu. Rasanya pasti sangat menyenangkan, menyanyikan lagu bersama penyanyi aslinya. Alyssa tak sabar untuk acara puncak nanti siang.

"Elang!"

Mendengar seseorang menyebut nama itu, Alyssa menoleh untuk mendapati cewek yang dapat dipastikan adalah Daniza, tengah menghampiri Elang yang sedang mengarahkan tim-nya dalam pemasangan spanduk. Alyssa memperhatikan bagaimana Daniza menyerahkan sebuah kantung plastik berisikan steroform yang Alyssa tahu isinya pasti bubur ayam Pak Munkar di depan sekolah. Bubur ayamnya cukup terkenal dan rasanya berbeda.

Dari kejauhan, Alyssa tak dapat mendengar jelas apa yang Elang ucapkan kepada Daniza, begitupun sebaliknya. Tapi keduanya terlihat tertawa bersama, bahkan sesekali Daniza memukul lengan Elang yang juga masih tertawa sampai keduanya pergi dan duduk bersama di kursi kayu dekat panggung. Elang memangku bubur yang dibeli Daniza dan masih berbicara dengan cewek cantik itu.

"Alyssa!"

Suara cempreng yang Alyssa kenali sebagai suara Yeslin terdengar. Alyssa menoleh dan mendapati Yeslin yang melangkah cepat ke arahnya, mengenakan kaus berwarna merah dipadu padankan dengan jeans panjang berwarna hitam. Yeslin memicingkan mata begitu melihat Alyssa yang memang mengenakan seragam sekolah.

"Eh, lo ngapain pake seragam sekolah, sih? Elang udah memperjuangkan hak asasi para siswa biar bisa pake baju bebas pas pentas seni, lo malah pake seragam. Duh, Alyssa."

Alyssa mendengus. "Mana gue tahu, Yes. Gue kira pake seragam biasa."

"Kan, si Elang udah umumin di grup tiap angkatan. Lo gimana, sih?"

"Gue gak masuk grup."

"Hah? Serius? Lupa di invite atau gimana? Biar entar gue bilang ke Yudha. Dia admin angkatan kita."

Alyssa buru-buru menggeleng. "Enggak, enggak. Gue yang ke luar dari grup, kok. Abisnya nyampah. Gue gak suka. Bunyi mulu, tapi isinya gak ada. Gak penting."

Yeslin memutar bola mata. "Ya, terserah lo, dah. Bingung gue sama lo. Selalu kelihatan kesepian, tapi giliran diundang buat rame-rame malah nolak gini. Lo itu anti sosialnya kelihatan banget, Al."

"Gak peduli."

"Lah, cie. Lo janjian, ya, sama Elang? Dia pake seragam juga, tuh." Alyssa mengikuti ke mana dagu Yeslin mengarahkan.

Kali ini, Elang sudah berdiri di samping panggung dan memberi arahan pada tim-nya yang tengah meletakkan mikrofon. Alyssa melipat tangan di depan dada melihat penampilan cowok itu yang masih mengenakan seragam kemarin. Elang benar-benar all out. Tak yakin apakah cowok itu sudah mandi atau belum. Alyssa bahkan yakin dia belum tidur mengingat semalam Elang menghubungi Alyssa untuk memberitahu jika dia mendengar suara tawa yang katanya berasal dari hantu perempuan khas Indonesia alias Kuntilanak.

"Dia belum balik ke rumah dari kemarin. Semaleman di sini kontrol pemasangan panggung dan lain-lain."

Yeslin membulatkan mata. "Serius?"

Alyssa mengangguk kecil. "Dua rius. Dia nelepon gue semalem. Bilang katanya ada sedikit masalah di panggung. Jadinya, dia harus stay sampai pemasangan selesai dengan sempurna."

"Sumpah? Sampai segitunya?"

Alyssa mengangguk lagi. "Namanya juga Elang. Dia all out kalau ngapa-ngapain. Mana mau dia main-main. Jadi, gak salah kalau dia kepilih jadi pemimpin sebuah kelompok. Kalau ngapa-ngapain, dia pake hati dan pake otak. Ngerasa terbebani sama tanggung jawab yang dia punya. Jadi, semuanya maksimal."

Mendengar penuturan Alyssa, diam-diam Yeslin tersenyum. Dia ingin menggoda Alyssa, tapi sepertinya bukan waktu yang tepat. Jadi, Yeslin diam saja menahan semua rasa senang di hatinya, melihat sang sahabat akhirnya, berhasil meloloskan diri dari seseorang yang tak pernah pantas untuk dia tunggu.

"Elang! Bunda nitip susu buat lo!"

Perhatian Alyssa dan Yeslin teralih pada sumber suara cukup keras dari belakang mereka. Sungguh, haruskah Ricky berteriak seperti itu dan membuat semua orang menatap ke arahnya dan Elang, menahan tawa. Alyssa dan Yeslin bahkan tak bisa menahan tawa mendengar ucapan Ricky tersebut. Elang melangkah ke Ricky dengan wajah kesal dan saat melewati Alyssa dan Yeslin, dia tersenyum manis sambil menyapa, "Selamat pagi, ladies." Alyssa dan Yeslin masih tertawa dan memilih untuk pergi menuju ke kelas masing-masing.

Sesampainya di hadapan Ricky, Elang melotot sementara Ricky tertawa seraya menyodorkan sebuah totebag berisikan pakaian Elang dan juga titipan dari Bunda. Menu sarapan kesukaan Elang alias sandwich dan susu vanilla. Elang memang menghubungi Ricky untuk terlebih dahulu mampir ke rumahnya, membawa pakaian ganti untuk Elang karena Elang memang menginap di sekolah.

"Harus banget, ya, lo teriak kayak gitu?" Protes Elang.

"Ya, gak apa-apa. Biar sekali-kali lo jelek di mata orang. Masa lo bagus melulu."

Elang memutar bola matanya dan segera berbalik, melangkah membawa totebag yang dibawakan Ricky ke toilet laki-laki di lantai satu.

🕛🕛🕛

Acara akhirnya dimulai tepat pukul delapan pagi dengan penampilan antar kelas. Alyssa menonton bersama dengan Yeslin di salah satu kursi dengan posisi tengah. Penampilan pertama adalah dari SMA 188 yang menampilkan tari tradisional, berlanjut dengan tari modern yang dipimpin langsung oleh sang juara alias Ricky. Ah, Ricky memang andalan dalam tari modern. Dia punya tubuh yang sangat lentur.

Penampilan para siswa SMA 188 dan SMA 189 cukup meriah dan mendapat apresiasi yang cukup tinggi sampai waktu sholat Dzuhur datang dan pembawa acara meminta jeda satu jam sebelum memulai acara berikutnya.

"Lo sholat gak, Yes?" tanya Alyssa dan Yeslin memutar bola mata. Alyssa terkekeh dan bangkit dari kursinya. Hanya bercanda, sungguh. Alyssa tahu, Yeslin memang bukan Muslim makanya, dia tidak melaksanakan kewajiban seperti Alyssa.

"Titip kursi, ya."

Yeslin nyengir dan mengangkat ibu jari. "Gue titip doa, ya."

"Siap."

Setelahnya, Alyssa melangkah menuju ke kelas untuk melepaskan sepatu dan mengambil sandal yang biasa dia gunakan untuk sholat. Langkah Alyssa sempat terhenti untuk melihat Elang yang tengah meladeni beberapa siswi SMA 189 yang mengajaknya mengobrol, bahkan berfoto bersama.

Alyssa memutar bola matanya melihat pemandangan itu. Duh, kapan, sih, Elang dapat terlihat bebas tanpa ada pandangan orang lain yang tertuju padanya? Alyssa sendiri merasa kasihan dengan Elang. Seakan-akan, apapun yang dia lakukan harus selalu diawasi dan mendapat kritik tajam dari semua yang mengenalnya.

Akhirnya, Alyssa memutuskan untuk kembali melangkah, namun langkahnya terhenti saat menyadari siapa yang tengah melangkah berlawanan arah dengannya, mata keduanya bertemu dan tubuh Alyssa melemas seketika. Jantungnya berdegup tak karuan.

"Alyssa?"

Alyssa menggigit bibir bawah ketika seseorang itu tersenyum dan melangkah menghampirinya, hingga mereka berhadapan. "Lo apa kabar? Udah lama gak ketemu. Oh, ini sekolah lo?"

Sialan. Alyssa sudah bersikeras mengatakan pada banyak orang jika dia tidak lagi menyukai Irsyad, jika jantungnya sudah tak lagi berdebar tiap kali mendengar nama Irsyad. Tapi jantungnya kembali tak karuan dan lidahnya seakan kelu begitu berhadapan langsung dengan seseorang yang mati-matian untuk dia lupakan.

Alyssa berusaha untuk menormalkan diri. Dia balas tersenyum meski terkesan kaku. "Oh, lo kenal gue, ya? Gue pikir udah gak kenal." Alyssa berujar kikuk dan cowok bernama lengkap Irsyad Khairul itu tersenyum manis lagi yang masih membawa efek dahsyat untuk jantung Alyssa.

"Jadi, selama ini lo pikir gue gak kenal lo? Lo dulu satu SD sama gue, kan? Siswi kesayangan nyokap gue." Irsyad menjelaskan dan hati Alyssa terasa menghangat. Dia inget gue? Dia kenal gue? Sumpah? Gue gak lagi mimpi, kan?

By the way, Ibu Irsyad memang dulu adalah guru di Sekolah Dasar tempat Alyssa dan Irsyad menimba ilmu. Dia mengajar pelajaran Agama Islam jadi, jangan heran jika dulu, Irsyad merupakan kebanggaan sekolah apalagi saat ada perlombaan berbau Islami. Dia dibesarkan oleh keluarga Islami.

"Oh, iya. Gue mau sholat Dzuhur. Mushola-nya di mana, ya, Al?" tanya Irsyad, mulai melirik kanan-kirinya.

"Di—dekat pintu masuk, sebelah kiri."

Irsyad tersenyum lagi dan mengangguk. "Oke, deh. Lo gak sholat Dzuhur?"

Alyssa mengangguk kecil. "I—ini mau sholat. Gue mau ambil sandal sama mukena dulu di kelas."

"Kalau begitu, gue duluan, ya? Nanti jangan lupa nonton Aloney tampil."

Alyssa mengangguk lagi dan Irsyad melanjutkan langkah kakinya menuju ke mushola. Alyssa berbalik dan menatap punggung Irsyad yang menjauh. Cewek itu memejamkan mata dan menyentuh dadanya yang berdebar. Dia menyandarkan punggung pada dinding sampai suara seseorang menyadarkannya.

"Seneng banget, ya, ngobrol sama gebetan?"

Alyssa membuka mata dan mendapati Elang yang sudah berdiri di hadapannya, memasang wajah menyebalkan yang ingin rasanya Alyssa cakar berulang kali. Cowok ini terlalu memikat dan Alyssa benci menerima fakta cowok ini terlalu sempurna untuk disebut manusia.

"Lo juga seneng banget abis ngasih fans service, ya?"

Elang beralih menyandarkan punggungnya pada sisi kosong dinding di samping Alyssa. "Muka lo merah, tuh. Pasti bahagia banget diajak ngobrol gebetan. Sampai lupa udah punya pacar."

Alyssa memicing. "Udah, ah. Gue mau sholat Dzuhur. Bye." Baru hendak melangkah pergi, tangan Elang menahan lengan Alyssa dan membuat Alyssa mau tak mau berbalik menatap cowok itu.

"Kalau lo disuruh milih, lo bakal milih dia atau gue?"

"Can I have another question?"

"The answer is not that harder, is it?"

Alyssa menatap Elang tajam dan sesaat kemudian, Elang melepaskan tangannya yang menahan lengan Alyssa. Mata mereka masih bertemu dan Elang menghela napas sebelum berkata, "Lakuin semua yang buat lo bahagia. Jangan pernah nahan diri."

Setelah itu, Elang tersenyum tipis dan melangkah pergi meninggalkan Alyssa yang menatap punggungnya hingga benar-benar hilang dari pandangan. Alyssa memejamkan mata dan menyentuh lagi dadanya yang masih bergetar, tapi kali ini dengan rasa yang berbeda.

Acara puncak pentas seni di mulai dengan band pembuka, yaitu: Aloney Band. Sejak Aloney naik panggung, Yeslin terus melirik Alyssa yang hanya menonton penampilan Aloney dengan fokus, benar-benar tak mengalihkan mata dari sosok bassis yang tak lain dan tak bukan adalah Irsyad.

Sebagai pembuka, lagu yang pertama kali Aloney nyanyikan adalah lagu milik mereka yang berjudul Bunga, setelah itu mereka menyapa para penonton dan melanjutkan bernyanyi sebuah lagu dari Samsons yang berjudul Kenangan Terindah.

"Al, lo ngomong apa! Jangan buat gue takut, deh! Lo gak apa-apa, kan?"

Yeslin menyenggol bahu Alyssa yang duduk membeku di kursinya. Yeslin cemas. Bagaimana tidak? Sejak sekembali dari sholat Dzuhur, Alyssa hanya diam tanpa mengatakan apa-apa. Lalu, sesaat sebelum acara puncak dimulai, Yeslin baru mengerti apa yang membuat Alyssa menjadi pendiam. Yeslin baru tahu jika Aloney adalah band pembuka yang tampil sebelum Sheila On 7.

Alyssa memejamkan mata dan tiba-tiba menyandarkan kepala di bahu Yeslin. "Yes, ini lagu kesukaan dia. Sering dia nyanyiin dulu. Waktu perpisahan SD, dia juga nyanyiin lagu ini."

Yeslin memejamkan mata dan tangannya mengelus kepala Alyssa. "Al, inget Elang. Lo udah punya Elang dan dia udah gak bawa pengaruh apa-apa buat lo."

"Gak bisa, Yes. Tadi gue papasan sama dia. Dia ajak ngobrol gue. Dia kenal gue dan lo tahu? Gue gak pernah ngerasa sebahagia ini sebelumnya. Lo gak akan pernah tahu gimana bahagianya gue pas dia ajak ngomong gue, untuk yang pertama kalinya."

"Al, lo udah punya El—,"

"Iya, gue tahu," Alyssa menyembunyikan wajahnya di bahu Yeslin dan tak lama, Yeslin membeku begitu merasakan sesuatu yang basah pada bahunya, "Tapi gue masih suka sama Irsyad, Yes. Gak tahu kenapa. Pikiran gue dari semalem mikirin dia sejak gue tahu dia bakal tampil. Gue seneng banget dia ajak gue ngobrol untuk pertama kalinya. Dia kenal gue, Yes. Dia anggap gue ada." Alyssa mengambil jeda sejenak sebelum lanjut berkata, "Elang nyamperin gue tadi setelah Irsyad ajak gue ngobrol. Dia nyuruh gue ngelakuin apa yang bikin gue bahagia dan buat gak nahan diri. Elang udah tahu tentang Irsyad, Yes."

Yeslin memejamkan mata sekilas, mengelus punggung Alyssa dan dari kejauhan dia dapat melihat pandang Elang yang hanya tertuju pada pacarnya sebelum beralih mengobrol dengan Ricky yang berdiri di sampingnya. Yeslin menghela napas.

"Jangan bilang, gara-gara ini, lo jadi naruh harapan lagi sama Irsyad? Sumpah, ya, Al. Lo udah punya Elang dan masih mau perjuangin orang yang bahkan gak akan pernah perjuangin lo?!"

Alyssa mengangkat wajah, menundukkan kepala dan menyeka air mata di sekeliling wajahnya. "Lo gak tahu apa-apa tentang perasaan gue, Yes. Lo gampang nasehatin gue. Lo gampang nyuruh gue begini, begitu. Tapi gue gak bisa maksa hati gue buat berhenti berharap sama dia, Yes."

Yeslin diam dan beralih menatap Aloney yang entah menyanyikan lagu apa sementara, Alyssa sibuk memperbaiki penampilannya. Tak lama kemudian, kerumunan penonton lebih heboh saat pembawa acara meminta para penonton menghitung dan Sheila On 7 muncul di panggung. Satu per satu personil menaiki panggung, yang terakhir naik adalah Eros.

Setelah menyapa, mereka memulai penampilan mereka menyanyikan lagu Melompat Lebih Tinggi. Semuanya bangkit dari kursi dan mendekat ke panggung, mulai menggerakkan tubuh mengikuti irama sementara, Alyssa dan Yeslin bertahan di tempat.

"Alyssa."

Suara itu membuat Alyssa dan Yeslin menoleh untuk mendapati Elang dan Ricky yang berdiri di dekat mereka. Mata Elang hanya menatap ke arah Alyssa dan dia tahu ceweknya itu pasti habis menangisi cowok yang membuat pipinya memerah tadi.

"Mau foto sama Sheila On 7 gak? Nanti biar gue yang bilang. Lo juga boleh kalau mau." Elang beralih pada Yeslin yang buru-buru melingkarkan lengannya pada Alyssa.

Yeslin nyengir lebar. "Mau, mau! Kita berdua fans berat Sheila On 7!"

Elang mengangguk kecil. "Habis mereka tampil, ke backstage aja. Gue di sana. Kalau gak ketemu gue, sama Ricky. Gue mau urus yang lain kayaknya."

Yeslin mengangguk cepat dan tersenyum lebar. "Oke, oke! Makasih, Elang."

"Sama-sama. Gue duluan, ya."

Setelah itu, Elang berbalik dan melangkah pergi meninggalkan Ricky dan Yeslin yang saling menatap sengit.

"Lo gak berterima kasih sama gue?" tanya Ricky.

"Ogah."

"Nenek lampir!"

"Diem bekicot!"

Ricky menyentakkan kaki sebelum memutuskan untuk berbalik dan melangkah meninggalkan Alyssa dan Yeslin. Setelah Ricky pergi, Yeslin melepaskan lengannya yang melingkar di lengan Alyssa.

"Gue gak tahu apa yang ada di otak lo kalau lo lebih milih Irsyad daripada Elang yang jelas-jelas sebaik itu sama lo."

Alyssa memilih untuk bungkam walaupun, dia tahu jelas arti tatapan Elang padanya tadi.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top