17 : Dua Bulan

Jangankan semua orang yang memperhatikan, Alyssa sendiri juga bingung saat pagi ini melihat kalender yang menandakan bahwa hari ini adalah tanggal 11 Oktober 2014 yang juga merupakan peringatan hari jadi Elang dan Alyssa yang tepat berusia dua bulan.

Memang menurut kebanyakan orang, dua bulan memang masih terlalu awal, tapi menurut Alyssa itu adalah sebuah pencapaian yang luar biasa mengingat bagaimana jutek dan cueknya dia pada cowok yang luar biasa peduli dan senang mengganggunya. Alyssa tak menyangka, hubungannya dan Elang bisa sampai menginjak dua bulan. Padahal, sewaktu awal mereka berstatus sebagai pasangan kekasih, Alyssa sudah bersikeras meyakinkan diri jika Elang setengah sadar menyatakan perasaan padanya jadi, Alyssa pernah yakin bahwa dalam beberapa hari ke depan, Elang pasti sadar dan mengakhiri semuanya.

Tapi perkiraan Alyssa meleset cukup jauh. Tadinya, Alyssa pikir hubungannya dengan Elang hanya akan bertahan paling lama seminggu, tapi dua bulan berlalu dan tak pernah terucap kata putus dari masing-masing pihak, termasuk Alyssa.

Motor yang Pak Surahman kendarai berhenti tepat di depan gerbang sekolah dan Alyssa mengucapkan terima kasih sebelum turun dari motor dan melangkah memasuki area sekolah. Seperti biasa, Alyssa melangkah seperti mengenakan kaca mata kuda. Hanya lurus ke depan tak peduli dengan beberapa siswa yang ditemui, kiri kanan. Toh, mereka juga menyapa. Jangan harap Alyssa akan menyapa mereka duluan.

Begitu melewati lorong yang berhadapan langsung dengan lapangan basket outdoor sekolah, Alyssa memperlambat langkah kakinya. Matanya menatap sosok cowok yang tengah bermain futsal bersama teman-temannya.

Elang bermain dengan cukup lincah dan terlihat sangat bahagia pagi ini sampai tatapan cowok itu tiba-tiba beralih menatap Alyssa yang seakan kepergok tengah menatapnya. Alyssa buru-buru buang wajah dan lanjut melangkah cepat menuju tangga, menaiki tangga ke kelasnya di lantai tiga.

"Dor!"

Alyssa melotot begitu sampai di anak tangga teratas lantai tiga, dia sudah mendapati Elang berada di hadapannya dengan senyuman lebar. Alyssa mengelus dada. "Lo mau bunuh gue dengan cara ngagetin gitu?" Alyssa bertanya kesal.

Elang terkekeh. "Abisnya lo buru-buru gitu pas kepergok lagi ngelihatin gue main. Gue, kan, jadi gemes. Pengen cubit pipi lo yang makin lama makin tembem. Kayak bakpao."

Alyssa meletakkan kedua telapak tangannya di pipi, menutupinya. "Kayak bakpao?"

"Bercanda, elah. Eh, tapi sedikit, sih. Gak apa-apa kayak bakpao. Ngegemesin."

Alyssa menjatuhkan tangannya dan memicingkan mata menatap Elang. Cewek itu lanjut menaiki anak tangga dan berlalu melewati Elang begitu saja. Elang terkekeh dan berbalik, mengikuti Alyssa dari belakang.

"Lo ngapain ngikutin gue?" Alyssa menghentikan langkah, menoleh ke cowok yang mengekori di belakangnya tersebut.

"Gue sedang memastikan Bu Bos sampai di kelasnya dengan selamat sentosa, tanpa ada gangguan sedikitpun." Elang menjawab santai, memasukkan tangannya ke dalam saku celana abu-abunya.

Alyssa mendengus. "Ih, apaan, sih? Lebay! Udah sana! Jauh-jauh dari gue!" Alyssa mendorong lengan cowok itu untuk menjauh darinya dan Elang tertawa geli.

"Ih, kepedean. Bercanda, kali. Kan, kelas gue di samping kelas lo. Ya, searah berarti kita."

Alyssa memutar bola matanya. "Suka-suka lo!" ujar Alyssa ketus sebelum berbalik dan melangkah cepat menuju ke kelasnya. Alyssa buru-buru duduk di kursi dan meletakkan tas di atas meja. Tangannya menyentuh dada, dia memejamkan mata.

Kenapa akhir-akhir ini jantung gue sering deg-degan gak jelas, sih?

🕛🕛🕛

Kantin pada jam istirahat biasanya ramai, dipenuhi siswa-siswa kelaparan yang berlomba-lomba mendapatkan makanan mereka. Tapi hari ini, ada pemandangan berbeda di SMAN 188 ketika yang siswa-siswa malah berkerumun di lapangan, mengelilingi dua siswa yang tengah berkelahi.

Untuk pertama kalinya sejak beberapa bulan yang penuh ketenangan, Alyssa menyaksikan sendiri perkelahian dua orang siswa dan salah satu di antaranya adalah seseorang yang sangat dia kenal.

"Al, lo gak mau turun? Sumpah, itu Elang bonyok lama-lama!" Seli berseru heran dengan Alyssa yang padahal, dia panggil tadi saat cewek itu makan di dalam kelas, untuk melihat pacarnya yang tengah berkelahi dengan seorang Kakak Kelas yang memang terkenal nakal.

Alyssa masih menatap fokus Elang dan Kakak Kelas itu, yang akhirnya berpisah setelah beberapa guru datang menahan masing-masing siswa. Sudah hampir lima menit Alyssa memperhatikan, menyaksikan dari lantai tiga bagaimana perkelahian itu, tanpa ada niat melerai.

Pak Cipto sebagai guru Bimbingan Konseling meminta para siswa yang sedari tadi menonton tanpa ada niat melerai untuk bubar dan kembali ke kelas. Bahkan para siswa lebih memilih menonton pertengkaran daripada menghabiskan waktu istirahat mereka untuk makan.

Alyssa masih menatap fokus Elang yang tampak dinasihati guru Bimbingan Konseling yang lain, yang Alyssa kenali bernama Bu Murni sampai tiba-tiba matanya bertemu dengan mata Elang. Hanya sekilas, Elang buru-buru menunduk dan membiarkan Bu Murni memberinya teguran lisan yang menyayat hati.

Cewek itu masih menjadi penonton sampai guru-guru dan Kakak Kelas yang tadi bertengkar dengan Elang melangkah meninggalkan lapangan, Elang masih berdiri di sana selama beberapa saat sebelum meninggalkan lapangan.

"Itu Kak Dito emang dari awal gak suka sama Elang. Dia naksir Irvina dan Irvina, kan, naksir berat sama Elang."

Alyssa mengabaikan ketika beberapa siswa berjalan di belakangnya sambil membahas Elang. Cewek itu menundukkan kepala dan memejamkan mata sekilas. Melihat Elang bertengkar seperti tadi, Alyssa hanya dapat menjadi penonton yang membeku.

Tak tahu berapa lama Alyssa bertahan di sana sampai sebuah suara terdengar dan menyadarkan Alyssa dari lamunannya.

"Alyssa."

Alyssa menoleh dan mendapati Ricky yang adalah sahabat baik Elang sudah berdiri di sampingnya. Ricky ikut menatap lurus ke depan sebelum berkata, "Elang di UKS kalau lo mau tahu."

"Gue males ketemu dia."

Ricky mendengus. "Gue suka bingung. Apa yang Elang lihat dari cewek males nan jutek kayak lo? Itu anak serius gak salah pilih?"

"Nah, pertanyaan yang sama." Alyssa menimpali, beralih menatap lurus ke depan.

🕛🕛🕛

"Kamu tahu kesalahan yang sudah kamu perbuat, Elang?"

Elang menundukkan kepala mendengar ucapan sang Kepala Sekolah. Sejujurnya, dia bingung. Seingat Elang, dia bertengkar dengan Kakak Kelas bernama Dito. Berdua. Tapi Kepala Sekolah hanya memanggil Elang ke ruangannya. Elang ingin memprotes, tapi akan lebih menimbulkan masalah.

Kepala Sekolah menghela napas. "Elang, kamu harusnya ingat siapa kamu. Kamu Ketua OSIS. Harusnya dapat memberikan contoh yang baik untuk teman-teman kamu yang lain."

Elang masih diam, mendengarkan ucapan Kepala Sekolah yang masih menatapnya lekat. "Kamu dititipkan di sini untuk menjadi lebih baik, Elang. Bukan untuk berkelahi dan menjadi seseorang yang buruk."

Mata Elang terpejam sejenak sebelum mengangkat wajah menatap sang Kepala Sekolah. "Saya gak pernah minta untuk sekolah di sini. Saya gak pernah minta untuk ambil jurusan IPS dan masuk ke kelas favorite. Saya juga gak pernah minta untuk menjadi Ketua OSIS."

"Elang,"

"Saya capek, Pak. Hidup seperti robot yang harus melakukan ini-itu, sesuai perintah pemilik saya. Saya juga mau melakukan apa yang saya inginkan, tanpa perlu mendengar kritikan ataupun pendapat orang lain."

Kepala Sekolah berpikir sejenak sebelum meraih ke luar ponselnya. "Saya hubungi Bunda kamu untuk menyelesaikan urusan kamu."

"Gak usah, Pak. Kasih saya hukuman, tapi jangan kasih tahu Bunda. Saya gak mau dia sedih gara-gara saya."

Kepala Sekolah meletakkan ponselnya di atas meja, menatap siswa kesukaannya itu dengan nanar. "Itu masalah terbesar kamu. Kalau kamu ingin sesuatu, coba bicarakan baik-baik dengan Bunda kamu. Kamu berhak hidup atas keinginan kamu. Kamu berhak hidup atas minat kamu."

Elang mengangguk kecil. "Iya, Pak."

"Kamu kembali ke kelas. Untuk hukuman, kita bicarakan nanti. Mustahil menghukum kamu ketika kamu adalah Ketua Panitia dan harus bersiap selama satu bulan terakhir."

Lagi, Elang mengangguk kecil, tanpa mengatakan apa-apa. Akhirnya, Elang bangkit berdiri dan masih dengan kepala menunduk berkata, "Saya permisi, Pak."

Elang berbalik dan hendak melangkah pergi meninggalkan ruang Kepala Sekolah, tapi langkahnya terhenti begitu Kepala Sekolah memanggil namanya dan membuat cowok itu berhenti, menoleh ke arah Kepala Sekolah.

"Saya sudah menghubungi teman saya dan dia berminat untuk membantu kamu masuk Purdue. Jika kamu masih berminat, kamu bisa datang ke saya biar saya bantu kamu belajar untuk tes-nya nanti."

Elang diam sejenak sebelum mengangguk kecil. "Permisi, Pak." Cowok itu berpamitan dan melangkah meninggalkan ruang Kepala Sekolah.

Baru ke luar dari ruangan, Elang sudah disambut wajah penasaran Ricky yang Elang tak tahu sejak kapan menunggu di depan ruangan. Ricky menatap Elang penuh rasa ingin tahu.

"Gimana, Lang? Lo diskorsing juga? Kayak si Dito? Berapa hari? Tiga juga?" rentetan pertanyaan itu muncul dari mulut Ricky.

Satu alis Elang terangkat, cowok itu melangkah mendahului dan Ricky mengikuti dari belakang menunggu jawaban dari Elang. "Lo ngapain di sini? Bukannya di kelas, belajar. Malah nungguin gue di depan ruang Kepala Sekolah."

"Gue izin ke toilet tadi. Toilet lantai tiga penuh. Gue ke bawah aja, terus inget lo dipanggil Kepala Sekolah. Ya, udah gue nungguin lo ke luar." Ricky beralasan.

"Bilang aja males belajar."

Ricky terkekeh geli dan merangkul Elang yang sedikit lebih tinggi darinya. "Jadi, gimana? Kepala Sekolah ngehukum lo apa? Tapi masa dia berani ngehukum lo, sih? Dia, kan, takut sama lo."

Elang memutar bola matanya. "Belum dikasih tahu dia hukum gue gimana. Katanya, gue disuruh fokus sama pentas seni dulu. Hukuman gue nyusul."

Ricky nyengir lebar. "Bagus, bagus. Hukuman nyusul, nanti juga lupa kalau lo buat pentas seni semeriah mungkin. Emang, deh. Lo panutan gue banget. Kepala Sekolah sampai tunduk sama lo. Bangga gue, Bro." Ricky menepuk bahu Elang berulang kali, Elang hanya terdiam sampai keduanya memasuki kelas yang tengah melangsungkan mata pelajaran terakhir.

🕛🕛🕛

Bel tanda pulang yang sedari tadi Alyssa tunggu akhirnya berbunyi. Seperti biasa, Alyssa menunggu teman-temannya ke luar dulu dari dalam kelas, baru dia mulai menghubungi Pak Surahman untuk meminta dijemput. Hanya sekitar lima belas menit, sudah termasuk piket kelas, kelas mulai sepi dan hanya meninggalkan Alyssa.

Alyssa mulai memasukkan barang-barangnya ke dalam tas sampai suara derap langkah kaki mendekat dan Alyssa sudah mengenal derap langkah bersamaan dengan aroma parfurm yang cukup memikat. Alyssa beralih dan mendapati Elang yang sudah berdiri tak jauh darinya, ada luka membiru di sudut kanan bibirnya, tapi sedikitpun tak mengurangi ketampanannya.

"Sori, ya?" Elang buka suara setelah berhasil lebih dekat, berdiri tegap sementara Alyssa sibuk dengan barang-barangnya.

"Sori buat apa?" Alyssa bertanya, tanpa menoleh lagi.

Elang menghela napas. "Lo lihat gue berantem, kan, tadi? Sori. Lo pasti kecewa banget sama gue. Kenapa gue bisa sekasar itu, kan?"

Alyssa diam sesaat dan beralih menatap Elang yang kini menundukkan kepala. "Kalau gue hitung, ini kedua kalinya lo minta maaf ke gue, untuk kesalahan lo yang gue sendiri juga awalnya gak tahu apa."

Elang mengangkat wajah, satu alisnya terangkat. "Loh, emang, ya?"

Alyssa mengangguk santai. "Pertama, lo pernah minta maaf penuh penyesalan sama gue gara-gara lo kasih hadiah ulangtahun ke mantan lo. Gue gak paham, kenapa lo minta maaf ke gue karena hal sepele kayak gitu." Alyssa sedikit mendongak untuk menatap Elang yang berdiri tegap sementara, dia sendiri duduk di kursi.

"Sekarang, lo datengin gue dan minta maaf untuk kesalahan lo yang lagi-lagi gue gak ketahuin. Sekarang, gue tanya lo balik. Kesalahan apa lagi yang lo perbuat?"

"Gue berantem sama Dito. Gue yang mukul dia duluan."

Alyssa mengangkat satu alis. "Terus gara-gara hal sepele itu, lo ngira gue marah sama lo makanya, lo perlu minta maaf sama gue?"

Elang diam sejenak sebelum ikut mengangkat satu alis. "Emang lo gak marah sama gue? Gue berantem, loh. Hampir nyelakain orang lain dan gue sendiri. Lo gak khawatir, gitu?"

Alyssa tersenyum sinis sebelum memutar bola matanya. "Ngapain gue marahin lo? Lo udah cukup dewasa buat tahu mana perbuatan yang bener dan mana yang salah. Apapun yang lo lakuin, lo tanggung sendiri konsekuensinya."

Elang diam sejenak, cowok itu menghela napas. "Oke. Gue paham." Lo emang gak pernah peduli sama gue.

Elang menarik napas, "Lo mau balik kapan? Udah telepon Pak Surahman? Mau gue temenin di sini atau di pos satpam aja?" Sebisa mungkin dia untuk tersenyum meskipun, sedikit sesak.

Alyssa menghela napas dan meraih tasnya. Dia mengeluarkan sebuah kotak makan dan menyodorkannya kepada Elang. "Gue gak akan balik sebelum lo habisin makanan ini. Habisin. Gue tahu lo belum makan sama sekali."

Mata Elang menatap kotak makanan tersebut sebelum menarik kursi di depan Alyssa dan duduk di sana dengan mata yang masih menatap fokus ke kotak makanan. "Kayaknya masih utuh. Lo belum makan juga, dong?"

"Gue udah makan. Gue bawa dua bekal tadi."

"Ngapain bawa dua kalau yang lo makan cuma satu?" Elang membuka penutup kotak makanan itu dan tersenyum lebar mendapati beberapa potong sushi di sana. Elang meraih sumpit yang disediakan sambil berkata, "Gue baru tahu lo suka sushi juga. Kalau gitu, besok-besok gue traktir makan di restoran Jepang, deh."

Alyssa memutar bola matanya. "Gue gak begitu suka sushi. Biasa aja."

Elang beralih menatap Alyssa. "Terus ngapain bawa bekal sushi kalau lo gak begitu suka?"

"Katanya Ricky, lo suka sushi." Alyssa menjawab kesal.

Elang memicing dan mengangguk kecil. "Iya, sih. Tapi lo ngapain repot-repot bawa—," Elang membulatkan mata sebelum beralih menatap Alyssa yang kini menunduk dengan telapak tangan bersandar pada dahi, "Jadi, lo siapin ini buat gue, gitu? Gue pengen nangis, jadinya."

"Lebay!" Alyssa menimpali dan Elang terkekeh dan mulai memakan sushi yang sejak semalam secara khusus Alyssa buat. Sudah beberapa hari belakangan dia menonton tutorial bagaimana cara membuat sushi sederhana di YouTube. Dia bahkan tak mencoba rasa sushi perdana buatannya tersebut.

"Wasabi-nya mana, Al?"

Alyssa melotot. "Lo pikir ini restoran Jepang?!"

Elang tertawa geli melihat ekspresi malu ditambah kesal Alyssa. Duh, baru saja Elang berpikiran untuk menyerah memperjuangkan Alyssa, cewek ini malah mempersiapkan sesuatu sederhana seperti ini, yang membuat Elang luluh kembali.

Salah satu hal yang Elang sukai dari Alyssa memang yang satu ini. Alyssa cewek misterius yang penuh dengan kejutan.

"Eh, iya, Al. Gue baru inget satu hal sangat penting yang harusnya gue bilang dari tadi." Elang menjentikkan jari dan Alyssa mengangkat satu alisnya, bingung.

"Apaan?"

Elang tersenyum lebar. "Selamat dua bulanan, ya. Semoga akan selalu ada bulan-bulan berikutnya."

Alyssa mengerucutkan bibir meskipun, hatinya seakan ingin melompat ke luar dari dalam tubuh. "Ya, ya, ya. Terserah lo."

Elang lanjut makan dengan senyuman yang bertahan di bibir merah muda tipisnya, tanpa sadar saat cowok itu tak melihat, Alyssa tersenyum kepadanya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top