13 : Aloney
Untuk pentas seni bulan November nanti, Elang benar-benar mencoba memberikan yang terbaik. Selama seminggu belakangan, cowok itu sibuk mondar-mandir berkoordinasi dengan siswa SMA 189 mengenai pelaksanaan. Tidak, Elang tidak hanya berkoordinasi dengan Daniza, tapi dengan siswa lain yang menjadi panitia mengingat Elang adalah ketua yang bertanggungjawab penuh atas kelangsungan acara. Sesuai janji, Elang tidak memasukkan nama Alyssa Pradipta Cempaka sebagai panitia acara.
Selama beberapa hari belakangan, Alyssa berusaha untuk tidak mengganggu Elang—maksudnya, Elang yang mengganggu dan Alyssa tak pernah tak bisa membiarkan gangguan Elang itu—dan lagipula, Elang sangat sibuk. Jika sebelum kepanitiaan itu terbentuk Elang seperti punya rutinitas untuk mengirimkan ping beruntut di malam hari atau datang di jam istirahat untuk mengganggu Alyssa yang sedang makan, tiga hari belakangan Elang tak melakukan kegiatannya itu. Tidak hanya itu, Alyssa benar-benar jarang melihat Elang padahal, kelasnya berada tepat di samping kelas Alyssa.
Siang ini adalah kali pertama lagi Elang menghampiri Alyssa yang tengah memakan bekalnya di jam istirahat pertama. Alyssa dapat melihat kantung mata Elang yang cukup tebal, serta penampilan yang semrawutan. Tak seperti Elang yang biasa dia lihat dan Alyssa tak akan heran jika dia mengakui penampilannya menjadi buruk karena terlalu asyik dengan persiapan kegiatan pentas seni. Well, setidaknya dia menghabiskan banyak waktu dengan cewek secantik Daniza, bukan?
Sampai di kelas Alyssa juga Elang hanya duduk di depan kursi yang Alyssa duduki dan membaringkan kepala di atas meja Alyssa, setelah tersenyum dan menyapa singkat. Alyssa menghela napas melihat cowok yang menggeletakkan kepala di atas mejanya.
"Lo gak makan?" tanya Alyssa, tahu jika Elang pasti tidak tertidur.
Elang menggeleng. "Enggak laper. Gue lagi diet."
Alyssa mendengus. "Lo diet apa, sih? Badan udah seceking itu masih mau diet?" Alyssa menatap kotak bekalnya yang masih terisi. Hari ini, Alyssa membawa jajanan pasar yang dibeli Mama kemarin malam, seperti lemper dan kue sus.
"Belum laper." Elang menjawab singkat.
Alyssa menghela napas. "Bangun sekarang. Nih, bantuin gue habisin bekal. Lo emang sengaja ke sini buat gangguin gue makan, kan?"
Perkataan Alyssa membuat Elang mengangkat kepala. Elang nyengir dengan satu tangan yang mengambil satu lemper di kotak bekal Alyssa. "Lo juga ngatain gue ceking, tapi bawa bekal gak pernah makanan berat. Ini, mah, cemilan namanya." Elang membuka daun yang membungkus lemper dan langsung memakannya dengan lahap.
"Ngejek, tapi dimakan juga," sindir Alyssa.
"Kan, lo yang nyuruh." Elang berujar disela-sela makannya, "Your wish is my command, Baby."
Alyssa meringis. "Jijik, ya."
Elang selesai menghabiskan satu lemper dan menghela napas. "Lo itu cewek teraneh yang mungkin pernah ada. Gue lagi mau coba romantis, lo bilang jijik mulu."
"Ya, gue gak suka berarti."
Elang mendengus. "Terus lo maunya gue gimana?"
Alyssa mengedikkan bahu. "Ah, udahlah. Ini abisin. Gue udah kenyang." Alyssa mendorong sisa makanan di kotak bekalnya kepada Elang.
Elang menatap isi kotak itu sejenak sebelum mendorongnya kembali ke Alyssa. "Lo baru makan dikit, Al. Satu lagi, kek. Gue juga gak yakin bakal habisin sendiri."
"Gak nafsu makan begituan," Alyssa menjawab singkat.
"Terus nafsunya makan apa?"
Alyssa menggeleng. "Gak nafsu makan."
Elang menghela napas lagi. "Jangan sering-sering makan ngikutin nafsu. Keseringan gak makan nanti. Lo, kan, begitu. Mood suka gak terkontrol dengan baik."
"Lo nyindir diri lo sendiri?"
Elang terkekeh geli dan lanjut memakan kue lain yang masih berada di kotak bekal Alyssa, menghabiskannya ketika Alyssa hanya memperhatikan bagaimana cowok itu makan.
Selesai makan, Elang menutup kotak makan dan menyingkirkannya ke meja di samping meja Alyssa. Cowok itu bertopang dagu sambil tersenyum lebar. "By the way, mau dengar progress pentas seni bulan November nanti gak?"
"Enggak," Alyssa menjawab sekilas dan mengalihkan pandangan dari Elang.
"Gue berhasil ngehubungin Sheila On 7 dan mereka udah konfirmasi bakal dateng."
Perhatian Alyssa teralihkan ke Elang yang tengah tersenyum bangga. "Seriusan?"
Elang mengangguk santai, dia tahu jelas kecintaan Alyssa pada band bervokalis Duta tersebut. "Serius, lah. Udah konfirmasi. Tinggal gue ajuin anggaran biaya ke sekolah buat bayar mereka." Alyssa masih menatap Elang tak percaya. Sheila On 7 adalah satu-satunya band Indonesia yang Alyssa sukai sejak kecil. Lagu-lagu mereka sangat bermakna dalam. Lagu kesukaan Alyssa adalah Berhenti Berharap dan Pemuja Rahasia karena seperti menggambarkan suasana hatinya.
"Untuk band pembuka, gue udah hubungin band Indie gitu. Emang belum populer, sih. Nama band-nya Aloney Band."
Alyssa terdiam dan membeku. Aloney Band? Bukankah itu band-nya Irsyad?
"Gak ada band pembuka yang lain?" Alyssa bertanya ragu-ragu.
Elang menggeleng. "Kalau nyesuaiin budget, kayaknya band Indie yang satu itu baru masuk. Sisanya udah pasang biaya manggung yang lumayan. Emangnya kenapa?" tanya Elang, mengangkat satu alis.
Alyssa menggeleng, "Gak apa-apa," Alyssa menunduk dan menghela napas pasrah.
Gue harus apa kalau ketemu Irsyad nanti? Tunggu. Dia aja gak tahu gue, kan? Dia gak inget gue. So, everything's gonna be okay. Alyssa berbicara, menyemangati dirinya sendiri.
Sementara Alyssa sibuk memikirkan bagaimana pertemuan dengan Irsyad akan berlangsung, Elang sibuk memperhatikan dan menyadari perubahan ekspresi Alyssa begitu Elang menyebut nama Aloney Band. Elang tidak bodoh, tapi dia yakin, Alyssa pasti mengenal Aloney Band, bahkan personil-personilnya.
🕛🕛🕛
"Inget, ya, Al. Seumur hidup, gue gak ikhlas kalau lo ending-nya sama Irsyad. Sumpah, Al. Gue gak apa-apa kalau lo bakalan nikah sama cowok selain Elang nantinya—walaupun gue dukung lo sama Elang banget—asal lo gak sama Irsyad. Gak ikhlas lahir batin pokoknya gue."
Alyssa menghela napas. Beginilah kalau mencurahkan isi hati tentang Irsyad ke Yeslin. Entah apa yang ada di pikiran Yeslin, padahal bertemu dengan Irsyad pun belum pernah, tapi Yeslin selalu meyakinkan Alyssa jika Irsyad bukanlah yang terbaik untuk Alyssa.
"Kalau gue jodohnya sama dia, lo bisa apa?"
Yeslin memicing. "Gue bisa ngamuk dan mutusin tali silaturahmi sama lo karena lo bego mau nerima kehadiran cowok kayak gitu di hidup lo!"
Alyssa melipat tangan di atas meja Yeslin. Istirahat kedua siang ini, Alyssa mengunjungi Yeslin di kelasnya. Beberapa hari belakangan, Alyssa tidak makan bekal bersama Yeslin karena berharap Elang akan datang. Yeslin juga tak keberatan. Jika ada barisan pendukung Alyssa-Elang, mungkin Yeslin akan menjadi pemimpinnya.
"Tapi lo kesel sama Irsyad tanpa alasan, Yes. Secara, dia gak salah apa-apa. Di sini, harusnya gue yang disalahkan karena gue gak pernah nyatain perasaan gue ke dia. Dia gak pernah tahu dan dia pasti bingung kalau lo terus mempermasalahkan dia, untuk kesalahan yang dia sendiri gak tahu apa."
Yeslin memejamkan mata sekilas. "Bukannya lo pernah cerita, lo pernah kirim pesan di Facebook ke dia, bilang kalau lo ada rasa sama dia?"
Alyssa diam sejenak. "Iya, sih. Tapi gue gak yakin dia baca. Sekalipun dia baca, paling dijadiin angin lalu aja karena dibalas juga enggak. Intinya, lo gak bisa nyalahin dia atas sakit hatinya gue. Semua karena kepengecutan gue, Yes."
"Kalau ada orang paling bego sedunia, jawabannya itu Irsyad dan lo tahu kenapa?" Yeslin menatap Alyssa dengan mata berkaca, "Karena dia nyia-nyiain perasaan orang kayak lo, yang masih bela dan puja dia habis-habisan padahal, dia gak pernah respon lo dengan baik. Lo juga bego, sih, Al, buat nyia-nyiain orang kayak Elang buat dia yang nyia-nyiain lo."
Alyssa tersenyum tipis sebelum beralih menoleh ke pintu kelas Yeslin yang tiba-tiba saja terbuka. Alyssa dan Yeslin menangkap sosok tak asing di mata mereka yang tengah menatap sekeliling ruangan dari pintu sampai akhirnya berhenti di Alyssa dan Yeslin.
"Ini bukan ruangan kelas Elang, ya?" tanyanya.
Yeslin menjawab sinis, "Bukan."
Dia mengangguk, "oke, thanks," setelahnya dia berbalik dan melangkah meninggalkan kelas Yeslin begitu saja.
Yeslin tersenyum miring penuh kemenangan begitu melihat bagaimana perubahan ekspresi Alyssa begitu tadi melihat Daniza. Daniza yang cantik dan menjadi pujaan banyak cowok.
"Kalau lo gak bertindak, gue yakin cepat atau lambat, Elang bakal balik sama dia."
"Ya, terserah si Elang. Suka-suka dia. Kalau mau balikan, ya, silahkan." Alyssa menjawab kikuk, berusaha bersikap normal.
Yeslin terkekeh geli. "Lo gimana, sih? Kasihan Elang, tahu! Udah gak ngasih kepastian, cuek bukan main, lo itu sama aja mainin perasaannya si Elang. Ngapain masih pacaran? Kenapa gak putus aja?"
"Dia belum mutusin gue."
"Ya, lo lah yang mutusin! Kasihan si Elang. Punya pacar, tapi berasa gak punya pacar." Yeslin sengaja memancing, memanas-manasi otak Alyssa yang pastinya sudah penuh dengan pikiran-pikiran negatif tentang hubungan Elang dan Daniza.
"Dia yang mulai, dia juga yang akhirin, lah! Ah, lo mah bahas yang gak penting jadi, males gue!" Alyssa sewot sendiri. Cewek berambut panjang itu melangkah meninggalkan kelas Yeslin, tanpa berpamitan kepada Yeslin yang masih mempertahankan senyum penuh kemenangannya.
Mau sampai kapan gengsi sama perasaan lo sendiri, sih, Al?
🕛🕛🕛
Untuk mereka yang menyesal karena putus dengan mantan yang sekarang berubah menjadi sangat berbeda, lebih baik daripada saat mereka bersama, Elang tak habis pikir dengan pikiran mereka. Elang punya dua mantan dan mantan terakhirnya adalah Daniza yang Elang tahu tak akan pernah belajar dari kesalahan yang dia buat.
Elang ingat sekali. Jika boleh jujur, dia menyukai Daniza karena fisiknya yang menarik. Dari semua cewek yang Elang lihat saat tengah menjalani pelatihan untuk menjadi atlet basket nasional, Daniza yang paling menarik. Saat di luar lapangan, dia terlihat sangat manis dan lemah lembut, tapi di lapangan dia terlihat memiliki karisma yang sangat memikat.
Elang adalah yang paling beruntung untuk mendapatkan hati dan pikiran cewek yang tidak terlalu tinggi, tapi sangat lihai bermain basket itu. Daniza adalah pemain basket putri tercantik di mata Elang. Dengan wajah bulat, mata sipit dan bibir merah merona. Elant tak bisa tuk tak jatuh cinta jika tiap hari dia bertemu dengan Daniza. Bukan hanya itu, tak ada yang tahu bagaimana senangnya Elang saat dia berhasil menyingkirkan banyak cowok yang lebih baik darinya untuk memenangkan hati Daniza.
Proses pendekatan Elang dan Daniza juga hanya seminggu karena faktanya, sejak Elang mengajak Daniza berkenalan, Daniza pun jatuh hati pada cowok itu hingga akhirnya, mereka resmi berstatus sebagai sepasang kekasih. Hubungan mereka baik-baik saja sampai Daniza melakukan kesalahan yang menurut Elang cukup fatal.
Saat babak penentuan sepuluh calon atlet yang nantinya akan diturunkan dalam kejuaraan tingkat nasional, tak tahu siapa, tapi Elang benar-benar merasa disabotase. Pertama, lokernya dicoret-coret dengan spidol dan tinta, kata-kata yang dicoretkan sangat tidak berpendidikan. Kemudian, seragam Elang digunting dan Elang harus mengenakan kaus saat itu. Puncaknya adalah saat babak penyisihan, Elang harus bergabung dengan tim yang sepertinya tidak menginginkan kehadirannya. Mereka benar-benar mendominasi dan membuat Elang terlihat sangat tidak berguna.
Bukankah di saat itu Elang sangat membutuhkan seorang pendukung? Daniza berstatus sebagai pacarnya, tapi malah berkata santai dan meminta Elang menyerah, memutuskan untuk mundur dari dunia basket dan mengikuti permintaan sang Ibu menjadi seorang pengusaha. Sungguh, Elang tak habis pikir dengan Daniza. Semudah itukah dia meminta Elang untuk berhenti bermain basket di saat dia tahu seberapa cinta Elang pada dunia basket?
Elang pernah mengalami depresi yang teramat. Dia menghabiskan sebagian harinya di sekolah dan di rumah, mengurung diri di kamar tanpa melakukan sesuatu yang berarti. Dunianya seakan hancur, seakan runtuh dan seakan tak ada lagi harapan dalam hidupnya. Semua keinginannya tak pernah mendapat dukungan dari orang-orang terdekatnya dan Elang tak tahu harus sampai kapan dia hidup dengan bayang-bayang keputusasaan tentang keberhasilan.
Setidaknya itulah Elang sebelum akhirnya dia bertemu dengan Alyssa. Jujur, selama satu tahun sekolah, Elang belum pernah melihat cewek itu, sekalipun. Tapi di awal semester, Elang melihat Alyssa yang melangkah menuju kelasnya di samping Elang, dengan raut yang tak bisa diartikan. Dia melangkah perlahan, seperti berjalan dengan kacamata kuda dan tak pernah peduli pada kanan dan kirinya. Hampir mereka yang dia lewati juga tak peduli, seakan-akan dia tak melewati mereka dan sejujurnya, saat meminta cewek itu menjadi pacarnya, Elang tidak serius. Jika cewek itu menolak, Elang sudah mempersiapkan rencana untuk mengakui pengakuannya saat itu adalah dare dari Ricky. Tapi Alyssa menerimanya begitu saja, membuat Elang berpikir ulang niatan awalnya untuk main-main.
Berbagai informasi tentang Alyssa sudah Elang coba untuk cari tahu. Tapi memang dasarnya Alyssa pribadi yang tertutup, semua informasi tentangnya sangat tersirat dan langka. Termasuk dengan blog berisikan kalimat-kalimat indah yang Alyssa tujukan untuk seseorang. Elang penasaran dengan siapa orang yang Alyssa maksud. Alyssa tidak menjelaskan secara spesifik, tapi Elang tahu semua tulisan Alyssa ditujukan untuk satu orang itu. Yang Alyssa sebut sebagai harapannya.
Pikiran Elang melayang pada bagaimana ekspresi Alyssa begitu Elang menyebut band Indie bernamakan Aloney Band itu. Elang mendapatkan kontak personil Aloney Band dari Zico, Zico bilang sang vokalis adalah teman baiknya saat sama-sama duduk di Sekolah Dasar. Tapi sungguh, Elang penasaran dengan siapa harapan sebenarnya yang Alyssa maksud dan benarkah itu personil Aloney Band itu?
"Elang!"
Elang tersentak mendengar namanya diteriakkan cukup keras, dekat dengan telinga. Begitu Elang tersadar, dia mendapati banyak panitia pentas seni yang tengah menatapnya serius, menunggu Elang mengatakan sesuatu. Elang nyengir. "Sori-sori. Gue ngelamun tadi. Oke, kita mulai aja rapatnya, ya?"
Kemudian, rapat pentas seni berjalan, dipimpin langsung oleh Elang yang entah hanya tidur berapa jam sejak otaknya tak bisa dia kontrol untuk berpikir jernih, tentang apapun. Elang benci saat pikirannya tak mau menuruti keinginannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top