12 : Mantan

Faktanya, Alyssa tak dapat menghentikan pikiran-pikiran negatifnya ketika Elang mengirimi BBM kemarin siang jika setelah pulang sekolah, dia akan bertemu dengan Daniza yang adalah mantannya sendiri. Alyssa tak pernah seresah ini sebelumnya hanya karena pesan singkat Elang.

Bukan hanya tentang pesan singkat Elang, tapi cowok itu juga belum menghubunginya hingga Alyssa bertemu pagi ini. Alyssa hafal betul, jika sedang bosan, Elang sangat senang mengirimkan ping berderet di BBM Alyssa dan baru berhenti saat Alyssa membaca ping itu walaupun, tidak dibalas.

Sampai jam istirahat selesai, Alyssa bahkan tak mendapati Elang yang datang ke kelasnya, padahal Alyssa sengaja tidak melangkah sedikitpun dari kursinya, memilih bertahan karena memang menunggu cowok itu datang.

Alyssa baru mendapat kabar dari Elang saat cowok itu mengirimkan pesan pemberitahuan rapat di grup BBM pengurus OSIS, nanti siang. Sekarang, Alyssa hanya dapat menunggu jam pulang sekolah untuk segera bertemu dengan cowok itu.

Rindu? Bukan. Alyssa yakin, dia tidak merindukan Elang. Dia hanya...sudah terbiasa dengan kehadiran Elang di hari-harinya. Lebih buruk lagi, Alyssa mulai membenci hari libur karena pada hari itu, dia tak bisa lagi melihat wajah Elang.

Tak ada yang tahu seberapa gelisahnya Alyssa saat mengikuti pelajaran dan seberapa senangnya cewek itu saat bel tanda pulang berbunyi. Seperti biasa, Alyssa akan menjadi yang terakhir merapihkan perlengkapannya, menjadi yang terakhir untuk ke luar dari kelas. Sebelumnya, Alyssa sudah menghubungi Pak Surahman untuk menjemputnya nanti setelah rapat berakhir.

Setelah mendapat pesan BBM di grup pengurus OSIS jika rapat akan segera dimulai, barulah Alyssa melangkah ke luar dari kelas, menuju ke ruang OSIS. Begitu sampai di ruang OSIS, Alyssa menahan napas begitu mendapati beberapa pengurus OSIS yang sudah datang, duduk di sekitar kursi dan juga...beberapa orang asing di mata Alyssa. Tapi ada satu orang yang menarik perhatian Alyssa dengan wajah yang tak lagi asing.

Seseorang yang terlihat tengah berbicara serius dengan Elang, bukankah itu Daniza Andara yang benar-benar terlihat sangat cantik. Cocok disandingkan dengan Elang.

Alyssa menundukkan kepala dan berusaha mengusir perasaan aneh di hatinya, apalagi pikirannya mulai kacau dengan ide-ide aneh seperti menjambak rambut indah Daniza atau mencakar wajah cantiknya. Alyssa menghela napas dan hendak menarik kursi di samping Ryan yang cukup jauh dari kursi tempat Elang dan Daniza berbicara, tapi sebuah suara sudah menginterupsi Alyssa untuk melakukan hal itu.

"Alyssa, lo itu Sekretaris. Jangan jauh-jauh dari gue, entar lo susah denger apa yang gue sampaiin." Elang yang menegurnya dan Alyssa menurut, dia melewati beberapa siswa asing untuk menarik kursi di sisi kanan Putri yang kebetulan berada di sisi kanan Elang sementara Daniza duduk di sisi kiri Elang, tengah menatap Alyssa dengan tatapan yang tak ingin Alyssa artikan.

Sebelum memulai rapat, Elang sempat melirik Ryan yang memang adalah Bendahara OSIS karena kepiawaiannya mengelola uang. "Beli makanan atau minuman, Yan. Duit kas ada, kan?"

Ryan mengangguk. "Ada, Bro. Beli apaan?"

"Terserah, gue ngikut aja biar cepet." Elang menjawab seraya membuka buku catatannya ketika Daniza tiba-tiba saja menimpali.

"Aqua aja mending. Kalau yang rasa-rasa, Elang gak suka manis. Satu-satunya minuman manis yang dia minum itu milkshake vanilla."

Ucapan Daniza membuat beberapa orang yang mendengarnya membeku seketika, termasuk Elang yang tak menyangka jika Daniza akan berkata seperti itu. Daniza seakan tak masalah dan malah menambahkan, "Kalau snack, keripik singkong aja. Elang gak begitu suka keripik kentang. Dia sukanya kentang goreng."

Ryan mengangguk kecil meskipun, dia masih tak percaya Daniza sampai hafal kesukaan Elang, serinci itu. Ryan menepuk asal punggung temannya yang lain dan meminta ditemani untuk membeli makanan dan minuman sebagai hidangan rapat di saat Elang mencoba bersikap normal dan profesional sebagai Ketua OSIS.

"OSIS 188 udah kumpul semua, kan?" Elang memeriksa satu per satu anggotanya sebelum menghela napas dan lanjut berkata, "Gue mulai, ya? Rapat panitia Pentas Seni 188-189 resmi dimulai. Sebelumnya, gue sangat berterima kasih atas ketersediaan kalian hadir walaupun, harusnya kalian udah sampai di rumah dan istirahat."

Mata Elang berkeliling menatap satu per satu anggota rapat. "Gue mau ngumumin panitia inti untuk acara yang rencananya akan terlaksana di tanggal 12 November 2010. Oleh karena itu, gue tetap mohon kerjasamanya demi keberlangsungan acara meskipun, mungkin ada yang gak dimasukin ke dalam susunan panitia inti."

Elang membaca susunan panitia yang sudah dibuat dan dicetak di hadapannya. "Untuk ketua dan wakil ketua, yaitu: gue dan Daniza. Sekretarisnya Putri dibantu dengan Risma. Bendaharanya Ryan dan Okta." Lagi, Elang menatap sekeliling sebelum lanjut membaca, "Untuk para seksi, kayaknya gue gak bakal sebutin satu per satu, tapi kalian bisa tahu di mana posisi kalian lewat struktur yang sudah gue pajang di mading."

Elang beralih menatap Daniza yang sedari tadi diam mempertahankan senyuman sambil mendengar suara Elang. "Kamu mau nambahin gak, Dan?" tanya Elang dan sungguh, Elang bukan tipikal cowok yang akan berbicara menggunakan kata aku-kamu, kan?

Daniza menatap Elang sekilas dan beralih menatap peserta rapat, satu per satu. "Sebelumnya, gue juga mau berterima kasih atas kerjasama baik SMA 188 dan SMA 189. Gue sama Elang udah diskusi kemarin sampai malam cuma buat kesuksesan acara ini dan untuk lebih mempererat tali silaturahmi, rencananya gue dan Elang mau sekolah kita bersatu buat nampilin pertunjukan. Sejenis duet gitu. Elang katanya mau nge-dance." Daniza terkikik dan Elang melotot seraya menggeleng.

"Enggak, enggak. Aku gak bilang gitu," Elang memprotes.

Daniza tersenyum mengejek Elang. "Kamu sendiri yang ngomong semalam. Katanya kamu mau break dance bareng Ricky."

Untungnya, obrolan keduanya yang seakan lupa jika mereka sedang dalam forum terbuka harus tertunda karena Ryan datang membawakan makanan dan minuman. Daniza langsung berdiri, membantu Ryan dan temannya menghidangkan makanan ketika yang lain hanya dapat menatap kagum akan refleks cewek cantik itu.

Alyssa tak pernah merasa sekalah ini dalam hidup. Tidak lagi setelah dia kalah dari Laras untuk memenangkan hati Irsyad. Seperti de javu. Sekarang, Alyssa seakan melihat sosok Laras dalam Daniza.

Sebisa mungkin, Alyssa berusaha untuk mengabaikan pemandangan di dekatnya saat ini karena...benar-benar mengingatkannya pada kejadian yang tak pernah dia harapkan akan terjadi.

Rapat berlangsung selama satu jam sebelum akhirnya selesai. Setelah sedari tadi Alyssa menunggu rapat berakhir, sekarang dia malah menyesali keinginannya itu dan jika dapat memilih, Alyssa ingin rapat tidak berakhir.

Elang tiba-tiba saja berpamitan dan digodai habis-habisan karena mengatakan jika dia harus mengantar pulang Daniza, mengingat dia yang memang tadi menjemput Daniza dari sekolahnya. Pengurus OSIS lainnya menggoda Elang dan Daniza, dengan bodohnya tanpa menyadari fakta jika ada Alyssa yang berstatus sebagai pacar Elang di sana.

"Al, cuma bercanda, kok. Jangan dimasukin ke hati, ya." Hanya Ryan yang datang dan berkata seperti itu kepada Alyssa sebelum akhirnya berpamitan untuk pulang.

Elang dan Daniza yang pertama ke luar ruangan, disusul oleh yang lain dan seperti biasa, Alyssa menjadi yang terakhir ke luar dari ruang OSIS setelah berhasil menghubungi Pak Surahman untuk meminta dijemput.

Alyssa menunggu di pos satpam selama beberapa saat sambil menggilir layar ponsel, entah apa yang dilihatnya. Sekalipun ada yang menarik, Alyssa tidak dalam mood baik untuk itu.

Tak tahu sudah berapa lama menunggu Pak Surahman yang tak kunjung datang, motor yang tiba-tiba berhenti di hadapan Alyssa bukanlah motor Mio hitam Pak Surahman, melainkan motor Satria biru-hitam yang Alyssa kenali sebagai milik Elang.

Elang membuka kaca helm hitam yang dia kenakan, "Ayo, naik. Gue anter balik."

"Lo gak nganter Daniza?" Alyssa bertanya refleks yang mendapat tanggapan Elang dengan satu alis yang terangkat.

Elang mengangguk. "Udahan, kok. Rumahnya Daniza kalau naik motor gak sampai lima menit juga sampai. Rumahnya di belakang sekolah. Gak jauh." Elang menjelaskan.

Alyssa menjawab sangat singkat. "Oh, gitu."

Elang menghela napas sebelum membuka helm yang dia kenakan sehingga Alyssa dapat melihat jelas wajah Elang yang hari ini sangat jarang dia lihat. "Lagi PMS, ya?"

Satu alis Alyssa terangkat. "Enggak."

"Terus kenapa bad mood?" Elang bertanya lembut.

"Enggak apa-apa. Emang gue selalu begini, kan?"

Elang menggeleng. "Lo gak biasanya begini. Secuek-cueknya lo, mana pernah tampang lo berubah suntuk. Biasanya cuma tanpa ekspresi. Sekarang kelihatan banget suntuknya."

"Kurang tidur," Alyssa menjawab asal.

"Emang tidur jam berapa semalam?" tanya Elang, mengangkat satu alis.

Alyssa diam sejenak dan menunduk. "Jam dua belas."

Elang melotot. "Lo ngapain tidur jam dua belas? Jangan bilang lo nungguin ping gak jelas gue? Hehe," Elang nyengir sebelum menggeleng dan lanjut berkata, "Bercanda-bercanda."

Melihat Alyssa yang benar-benar tak dalam mood baik untuk diajak bercanda, Elang menghela napas sebelum turun dari motornya, meletakkan helm di kaca spion dan beralih duduk di samping Alyssa. "Lo pasti nolak ajakan gue tadi, tapi lo gak boleh nolak gue yang nemenin lo di sini sampai Pak Surahman datang."

Alyssa memperhatikan Elang yang duduk di sampingnya, menatap lurus ke depan dengan tangan yang terlipat di dada. Entah apa yang pernah Alyssa lakukan di masa lalu, tapi tak pernah Alyssa percaya jika sosok sesempurna Elang mau melakukan banyak hal hanya untuk mendapat perhatian Alyssa. Semuanya di luar nalar rasanya, dikejar oleh seseorang seperti Elang. Bodohnya lagi, Alyssa menolak setengah mati hingga akhirnya, dia menyerah dan memilih untuk mengikuti alur.

"El,"

Elang menoleh dan menatap Alyssa dengan raut terkejut tak percaya. "Lo manggil gue?" tanyanya.

Alyssa mendengus. "Mulai, deh, lebaynya. Kayak gak pernah dipanggil orang aja." Alyssa mulai kesal lagi karena respon demikian Elang, ditambah malunya Alyssa mengingat mungkin bisa dikatakan ini kali pertama Alyssa memanggil Elang seperti itu.

Elang terkekeh geli. "Sori, sori. Gue kaget aja waktu lo manggil gue dan gue baru sadar, lo belum pernah nyebut nama gue sebelumnya. Ya, di depan gue. Gak tahu kalau di belakang gue."

"Gak pernah dan gak penting." Alyssa menimpali jutek.

"Gue tandain di kalender gue lagi, deh. Hari ini, 24 September 2010, untuk pertama kalinya, Alyssa manggil Elang dengan panggilan El."

Alyssa memicing mendengar ucapan Elang tersebut. "Emang nama lo Elang, kan?"

Elang terkekeh dan mengangguk. "Jangan bilang lo baru tahu nama pacar lo sendiri sekarang." Goda Elang.

Alyssa mendengus. "Ya, kali gue gak tahu nama lo yang tersohor di sekolah, bahkan di luar sekolah." Alyssa berujar sarkastik dan Elang tertawa kecil.

"Orang-orang biasanya manggil kosakata terakhir nama panggilan gue alias Lang, bukan El." Elang menjelaskan seraya tersenyum, "Tapi kalau buat lo, gak apa-apa, deh. Gue anggap sebagai panggilan kesayangan dari lo, buat gue."

"Salah ngomong, kan, gue." Alyssa mengerucutkan bibir.

Elang menggeleng. "Gak apa-apa, kali. Gue mau lo tetap panggil gue dengan sebutan El. Lo, Al. Gue, El. Kita tinggal cari satu lagi yang nama panggilannya bisa disebut Dul."

Alyssa berdecak. "Lo pikir Al-El-Dul!"

Elang tertawa dan Alyssa hanya dapat tersenyum senang. Senang? Ah, itu yang Alyssa rasakan saat melihat Elang tertawa dan ucapannyalah yang menjadi asalan Elang tertawa.

Keduanya kembali mengobrol seru, tentang apapun itu hingga Alyssa melupakan bad moodnya beberapa saat lalu dan berharap jika Pak Surahman tiba-tiba mengabari bahwa dia tak bisa menjemput Alyssa.

Sayangnya, lima belas menit kemudian, Pak Surahman datang sehingga mau tak mau, Alyssa harus pulang. Alyssa segera menghampiri Pak Surahman, naik ke atas motor dan Elang mengikuti dari belakang.

"Pak, hati-hati, ya, bawa motornya. Pastiin Alyssa sampai rumah dengan selamat sentosa." Elang berujar santai kepada Pak Surahman yang mengangkat ibu jari.

"Siap, Den."

"Kalau ada orang yang bakal bikin gue celaka dalam perjalanan mau pulang, itu bukan Pak Surahman, tapi lo." Sindir Alyssa yang membuat Elang terkekeh.

Elang melipat tangan di depan dada. "Jadi, lo mau nasehatin gue buat lebih hati-hati, gitu?"

Alyssa memutar bola matanya. "Enggak. Jangan kepedean. Ayo, Pak, pulang." Alyssa menurunkan kaca helm yang dia kenakan dan menepuk pundak Pak Surahman.

Pak Surahman berpamitan kepada Elang sebelum akhirnya melajukan motor meninggalkan area sekolah. Elang menatap dulu motor yang membawa sang pacar, barulah dia mengenakan helm dan ikut pulang ke rumah. Bunda pasti sudah menunggu untuk makan malam bersama.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top