09 : Satu Bulan

Coba tebak, cowok mana yang mau bertahan menjalin hubungan dengan cewek secuek dan setidak peduli Alyssa? Sepertinya hanya Elang. Alyssa saja yang kurang menghargai seberapa peduli dan sayangnya Elang pada Alyssa.

Berawal dari nembak konyol Elang dan bagaimana Alyssa menerima perasaan Elang tanpa pikir panjang sebelum akhirnya menyesali, tapi anehnya, Alyssa tak pernah mengucap kata putus kepada Elang dan melanjutkan hubungan mereka.

Jika kebanyakan pasangan kekasih itu saling berkirim pesan mesra, menelepon lalu, berkencan di malam minggu atau setidaknya sering menghabiskan waktu berdua, maka semua itu hanya sesuatu yang berada di otak Elang karena Alyssa tak pernah mau mewujudkan hal itu.

Hampir tiap hari Elang mengirimi pesan kepada Alyssa dan Elang sudah melompat kegirangan saat Alyssa hanya menjawab dengan satu huruf super pendek, yaitu: Y. Walaupun cuma satu huruf, itu sangat berarti untuk Elang mengingat Alyssa hanya senang membaca pesan Elang, tanpa membalas. Elang juga sudah pasrah melakukan panggilan ke Alyssa karena tak pernah diangkat. Alasannya lucu: menurut Alyssa, suaranya saat ditelepon itu lucu, seperti anak kecil dan dia tak suka walaupun, Elang suka.

Saat jam istirahat, Alyssa sepertinya sudah menjadikan kebiasaannya sendiri untuk makan bersama Yeslin di kelasnya meski sesekali dia makan sendiri di kelas. Terkadang, Elang nekat menunggu di depan ruang kelas Alyssa hanya untuk berbicara sebentar yang memang diartikan sebentar oleh Alyssa yang keburu ngacir ke kelas Yeslin.

Kemudian, gara-gara Alyssa sangat sulit diajak kencan, Elang menggunakan rapat OSIS sebagai cara untuknya menghabiskan waktu lebih lama dengan Alyssa. Oke, Alyssa memang belajar dari kesalahannya, percaya pada perkataan Elang tentang rapat OSIS, tapi setidaknya, setelah rapat OSIS, Elang masih bisa sedikit mengobrol dengan Alyssa sambil menunggu cewek itu dijemput oleh Pak Surahman.

Hari ini tepat 9 September 2010 yang berarti tepat satu bulan sejak hari jadi mereka. Biarpun Alyssa cuek dan sebagainya, Elang tetap ingin merayakan hari jadinya dengan Alyssa. Dulu, sewaktu dengan Daniza, Elang selalu merayakan bulan-bulan yang mereka lalui dengan pergi berkencan. Tapi sepertinya Alyssa akan menolak rencana Elang yang satu itu.

Elang berpikir semalaman untuk memberikan hadiah kepada Alyssa, tapi kemudian, dia sadar bahwa dia tak cukup mengenal Alyssa untuk tahu apa yang diinginkan oleh Alyssa. Setelah berpikir panjang, Elang sadar. Memang dalam hubungan mereka, Elang dapat dikatakan memaksa Alyssa. Memaksa? Memang iya.

Alyssa jelas-jelas menolak Elang dengan semua tindakannya. Dimulai dari tidak membalas pesan, tidak mengangkat panggilan sampai mengabaikan keberadaan Elang. Bahkan beberapa kali Alyssa membuang wajah tiap kali bertemu dengan Elang, seakan tidak ingin dunia tahu bahwa mereka berdua berpacaran.

Pagi tadi, Alyssa yang diantar Pak Surahman sampai depan sekolah jelas-jelas berpapasan dengan Elang yang baru sampai juga, tapi Alyssa malah berlalu pergi dengan cepat menuju ke kelas. Ricky bahkan sampai menepuk Elang hanya untuk mengucapkan kalimat yang sama setiap harinya.

"Yang sabar, ya, Bro."

Tapi sampai kapan Elang harus bersabar? Apa sebulan bukan waktu yang cukup panjang untuk menahan sabar itu?

Tak tahu, lah. Alyssa itu...membingungkan untuk Elang. Cewek itu jelas-jelas menolak Elang, tapi ada sesuatu dalam cewek itu yang seakan memaksa Elang untuk mau bertahan. Entah apa dan Elang masih mencari tahu akan sesuatu tersebut.

"Lang!"

Elang tersentak saat mendapati tepukan di pundaknya dan entah sejak kapan dia melamun. Saat dia menoleh, Ricky yang duduk di sampingnya menatap cowok itu heran. "Kenapa, sih, Rick?"

"Ih, si bolot! Itu pengumuman di speaker! Lo dipanggil ke kantor Kepala Sekolah sama pengurus OSIS lainnya!"

Elang terkesiap. "Beneran?"

Ricky mengangguk. "Beneran, lah!"

Buru-buru Elang bangkit berdiri, berpamitan kepada guru yang tengah mengajar dan ke luar dari kelas. Tepat saat Elang membuka pintu, terlihat Alyssa yang melangkah melewati kelas Elang. Elang tersenyum tipis dan menyusul langkah Alyssa dengan cepat.

"Kita dipanggil ngapain, sih? Kok gue gak ada info apa-apa, ya?" Elang membuka percakapan setelah berhasil mengimbangi langkah kaki Alyssa.

Alyssa menggeleng seraya tetap melangkah, menatap lurus ke depan. "Gak tahu."

Entah karena sedang tidak dalam mood baik atau apapun itu, jawaban singkat Alyssa membuat Elang tersenyum tipis, sedih mengingat bagaimana perlakuan cewek itu kepadanya selama sebulan belakangan.

Langkah keduanya terhenti di depan pintu ruangan Kepala Sekolah, bertemu dengan beberapa pengurus OSIS yang juga terlihat bingung atas pemanggilan tersebut. Elang sebagai Ketua OSIS, mengetuk pintu ruangan Kepala Sekolah sebelum membukanya perlahan. Kepala Sekolah bangkit berdiri dan menyambut para pengurus OSIS dengan senyuman hangat.

"Selamat datang, selamat datang. Maaf bangku saya terbatas jadi, Ketua dan Wakil bisa duduk?" perintah Kepala Sekolah.

Putri buru-buru duduk namun, Elang malah melirik ke arah Alyssa yang berdiri kikuk bersama pengurus OSIS yang lain. "Al, duduk sini," Elang memerintah Alyssa dan membuat cewek itu terkejut.

Alyssa melangkah menuju kursi dan Elang membantu menarik sambil tersenyum kepada Kepala Sekolah. "Buat cewek aja, Pak. Saya bisa berdiri."

Kepala Sekolah tersenyum dan mengangguk. "Tindakan bagus, Ketua." Puji Kepala Sekolah. Alyssa mau tak mau duduk di kursi yang sudah Elang tarik untuknya tadi, di samping Putri yang Alyssa tahu tidak terlalu menyukai keberadaannya. Gosip yang beredar, Putri juga menyukai Elang.

"Saya sengaja mengumpulkan kalian karena saya ingin kalian semua terlibat. Sekolah kita akan berkolaborasi dengan SMA 189 untuk mengadakan pentas seni di sekitar bulan November. Jadi, masih ada waktu sekitar dua bulan untuk persiapan. Oleh karena itu, saya ingin kalian berkoordinasi dengan OSIS SMA 189 untuk acara ini."

Bisik-bisikan terdengar sementara, Alyssa hanya diam mendengarkan, begitupun Elang yang hanya diam saja seperti enggan berkomentar. Perhatian Kepala Sekolah beralih kepada Elang, "Saya dengar, Elang punya banyak kontak siswa SMA 189 jadi, saya mau Elang menjadi Ketua Cara. Untuk wakilnya, saya akan segera berkoordinasi dengan Kepala Sekolah SMA 189."

"Daniza aja, Pak." Celetuk salah satu pengurus OSIS yang diketahui bernama Ryan sambil menatap Elang dengan tatapan menggoda. Elang memutar bola matanya. Alyssa baru menyadari jika SMA 189 itu adalah SMA tempat mantan Elang yang bernama Daniza menimba ilmu.

Kepala Sekolah menjentikkan jari. "Ah, iya. Bisa juga. Kamu dekat dengan Daniza, kan, Elang? Kalian sama-sama ikut olimpiade basket nasional tahun lalu, kan?" Seisi ruangan sontak mengucap kata 'cie' untuk menggoda Elang.

Elang menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal. "Udah mantan, sih, Pak." Jawaban Elang membuat yang lain tertawa atas kejujurannya.

"Mantan bukan berarti putus silaturahmi, kan? Oke. Saya akan bicarakan ke teman saya yang Kepala Sekolah di sana untuk menjadikan Daniza sebagai wakil kamu. Untuk persiapan, kalian bisa rapat internal OSIS menunjuk pengurus yang lain."

Kepala Sekolah menghampiri Elang dan menepuk pundak cowok itu. "Karena kalian pernah ada hubungan, seharusnya lebih mudah menjalin kerjasama. Saya percayakan acara ini kepada kamu, Elang. Segera ajukan proposal dan biaya yang dibutuhkan."

Mau tak mau, Elang harus menurut. Cowok itu mengangguk dan menjawab tegas, "Siap, Pak."

"Kalau begitu, kalian bisa kembali ke kelas masing-masing. Selamat belajar."

Para pengurus OSIS itu buru-buru melangkah meninggalkan ruangan Kepala Sekolah dan yang terakhir ke luar adalah Elang, di depannya adalah Alyssa yang kebetulan kelasnya bersebelahan dengan Elang. Selama perjalanan ke kelas masing-masing, tak ada yang mereka bicarakan. Elang hanya berjalan di belakang Alyssa dan tak tahu harus memulai percakapan apa sampai tiba-tiba saja Alyssa berhenti dan berbalik menatap Elang.

"Gue gak mau jadi pengurus pensi."

Elang melangkah mendekat. "Kenapa?"

Alyssa menggelengkan kepala. "Gue gak mau."

"Iya, kenapa? Pasti ada alasannya, kan?" Elang bertanya tegas.

Alyssa diam sebelum menghela napas. "Gue gak bisa."

Elang tahu, seberapa banyak pun dia bertanya mengenai alasan atas setiap ucapan Alyssa yang membuatnya penasaran, Alyssa akan kekeuh pada jawaban semula. Tanpa ada niat sedikit pun untuk menjelaskan. Elang mengangguk. "Oke. Gue gak akan masukin lo ke pengurus pensi. Tapi lo tetap bantu gue buat proposal."

Alyssa mengangguk. "Iya, gue bantu."

Cewek itu berbalik dan lanjut melangkahkan kaki ketika Elang masih bertahan di posisinya, menatap punggung Alyssa yang semakin lama menjauh meninggalkannya dengan semua keresahan yang justru semakin menguat.

🕛🕛🕛

Bohong rasanya jika Alyssa tidak tahu jika hari ini tepat satu bulan dia berstatus sebagai pacar seorang cowok paling populer di sekolah yang juga seorang Ketua OSIS. Alyssa cukup sadar diri bahwa dia terlalu bodoh untuk memperlakukan Elang tak seperti pacar. Salahkah jika Alyssa melakukan hal itu?

Selagi kecil, Alyssa dibesarkan oleh orangtua yang sangat protektif kepadanya. Alyssa ingat, bagaimana seringnya Mama memberitahu Alyssa untuk menjaga jarak dengan yang namanya cowok, selagi masih sekolah dan belum bisa mencari uang sendiri. Mama sering kali memperingatkan Alyssa jika cowok itu biang masalah meskipun, Mama juga tahu Papa adalah seorang cowok.

Selain itu, Mama juga sering mengungkit masalah Kak Rosa, sepupu Alyssa yang sangat pintar, tapi sayangnya harus jatuh ke jurang penuh penyesalan karena kebodohannya dulu. Kak Rosa hamil di luar nikah dan cowok yang menghamilinya entah pergi ke mana. Beberapa kali, Kak Rosa nyaris bunuh diri karena putus asa dan itu yang membuat Alyssa semakin takut untuk berhadapan dengan yang dinamakan cowok.

Bukan dua poin itu, pengalaman teman-teman Alyssa jelas membuat cewek itu semakin menutup matanya dari cowok. Kejadian seperti Kak Rosa bukan hanya terjadi kepada Kak Rosa. Bahkan teman SMP Alyssa sudah banyak yang memiliki anak, tapi anaknya tersebut tidak memiliki ayah. Bukankah cowok makhluk Tuhan yang paling brengsek? Mereka hanya peduli pada nafsu birahi, tanpa mengerti bagaimana perasaan cewek yang sudah setengah mati mencintai mereka.

Satu lagi, Alyssa sudah benci untuk menunggu. Menunggu seseorang yang bahkan meliriknya sedikitpun tidak.

Bel tanda masuk kelas berbunyi dan Alyssa menghela napas begitu menyadari dia belum membuka bekalnya. Sedari tadi Alyssa menunggu seseorang mendatanginya, meminta bekal Alyssa dan menceritakan hal-hal aneh kepada Alyssa, tapi seseorang itu tak kunjung datang. Padahal biasanya, jika akan ke kantin, dia akan sengaja melewati kelas Alyssa, melihat ke dalam kelas dan saat ada Alyssa, dia akan menghampiri Alyssa.

Memang terdengar bodoh. Alyssa tahu semua konsekuensi yang akan diterimanya saat menjalin hubungan dengan cowok, termasuk kemungkinan-kemungkinan terburuk seperti yang orang-orang sekitarnya dapatkan.

Tapi salahkah jika Alyssa mulai memikirkan ulang semuanya karena Alyssa yakin Elang tidak akan menyakitinya?

"Alyssa, masa tadi Elang ditembak adik kelas!"

Lamunan Alyssa buyar begitu teman sekelasnya yang bernama Seli berujar demikian, diamini oleh teman sebangku Seli yang bernama Ana. "Iya, idih. Itu adik kelas gak ikut upacara waktu itu kali, ya jadi, gak tahu kalau Elang udah jadian sama Alyssa."

Keduanya duduk di kursi di depan kursi Alyssa, memang mereka duduk di sana sambil terus berbicara menghadap ke arah Alyssa. "Tapi kayaknya, si Elang moodnya lagi jelek. Elang moody parah, ya, Al? Terus lo gimana ngatasin moodynya si Elang?"

Alyssa tersenyum bingung. "Gak tahu."

"Tapi serius, deh. Parah Elang tadi. Masa ditembak adik kelas, dibuatin bekal yang isinya sushi, makanan kesukaan dia, malah diambil dan dikasih ke Ricky. Terus dia ngacir tanpa jawab apapun."

Tak tahu kenapa, tapi Alyssa merasa lega mendengar cerita itu walaupun, seharusnya dia bersimpati akan adik kelas yang baru saja mendapat penolakan menyakitkan dari Elang.

"Lo gak lihat muka Elang waktu dia dideketin itu adik kelas? Sedatar-datarnya Elang pasang muka, gue baru kali ini lihat dia kayak tadi. Muka senggol bacok."

Dua teman Alyssa itu melanjutkan kegiatan mereka untuk bergosip tentang Elang, di hadapan cewek yang mereka tahu berstatus sebagai pacar Elang.

🕛🕛🕛

Bel tanda berakhirnya pelajaran baru saja berbunyi, tapi kelas XI IPA 1 sudah sangat siap untuk berhamburan ke luar kelas. Memang dasarnya mereka malas sekolah, guru masih bersiap-siap, beberapa siswa sudah melangkah ke luar kelas terlebih dahulu sementara, Alyssa bukan tipikal yang terburu-buru seperti mereka.

Alyssa seringkali menjadi orang terakhir yang ke luar dari kelas, sambil menunggu Pak Surahman menghubunginya dan mengatakan jika dia sudah sampai. Sambil menunggu, biasanya Alyssa mendengarkan musik yang ada di ponsel dengan earphone sambil membaca novel, bahkan sampai tak menyadari jika seseorang memasuki kelas dan menarik kursi di depannya.

Beberapa saat seperti itu sampai Alyssa menoleh dan sedikit terkejut begitu mendapati Elang sudah duduk di hadapannya. Buru-buru Alyssa meletakkan novel dan melepaskan earphone yang dia kenakan.

"Sejak kapan lo duduk di situ?" tanya Alyssa, bingung.

Elang terkekeh. "Sejak kapan, ya? Gak tahu. Yang jelas, lo gak nyambut gue di depan pintu."

Alyssa mengerucutkan bibir dan merapihkan earphone serta novelnya. Elang memperhatikan sambil bertopang dagu. "Al, lo gak mau jalan berdua sama gue, ya?"

Pertanyaan Elang membuat Alyssa diam sejenak sebelum melanjutkan kegiatannya dan menjawab singkat, "Enggak."

"Kenapa?"

Alyssa beralih menatap Elang dengan mata yang memicing. "Emang semua jawaban gue selalu butuh alasan, ya? Lo kebanyakan nanya."

Elang tersenyum, sudah tahu akan jawaban Alyssa itu. Tangannya merogoh saku jaket yang dia kenakan, Elang mengeluarkan sebuah gelang tali hitam dengan bandul huruf E di sana. Tanpa banyak bicara, Elang meraih tangan Alyssa dan mengenakan gelang itu di tangan Alyssa. Herannya, Alyssa tak melakukan perlawanan apapun.

"Kalau ada orang paling nyebelin sedunia, gue bakal jadi orang terdepan yang neriakin nama lo dengan sekuat tenaga," Elang berujar sambil memakaikan gelang itu di pergelangan tangan Alyssa, Alyssa menatap Elang tanpa ekspresi sampai dia melihat senyuman tipis Elang setelah berhasil memasangkan gelang itu, "Tapi sialnya, gue juga bingung kenapa gue masih bertahan sama lo."

Elang menatap puas gelang yang sudah terpasang di pergelangan tangan Alyssa tersebut. "Nih, kalau ada yang macam-macam sama lo, tunjukin gelang ini. E buat Elang. Panggil nama gue tiga kali dan gue bakal dateng."

Alyssa mendengus. "Emang iya, lo sejenis setan gitu."

Elang terkekeh geli. "Gak apa-apa, deh, setan. Asal cuma lo yang gue gangguin."

Alyssa menatap bandul E pada gelang yang dipakaikan Elang di pergelangan tangannya sebelum beralih pada Elang yang masih menatapnya dengan senyuman khas yang...berbeda dari biasanya. Entahlah. Alyssa sudah sangat terbiasa melihat senyuman Elang yang terlihat lepas, tapi senyuman hari ini...berbeda.

"Lo capek, ya?"

Senyuman Elang lenyap begitu mendengar Alyssa bertanya seperti itu. Elang baru ingin buka suara saat Alyssa sudah lanjut menjelaskan, "Lo pasti udah mulai ada keinginan buat nyerah ngehadapin gue, kan? Sori, ya. Tapi emang gue kayak gini." Alyssa menghela napas, "Lo berhak dapat seseorang yang bisa ngehargain lo, bukan nyia-nyiain lo kayak gue."

Elang tak bicara apapun. Suasana menjadi hening seketika sampai Elang tiba-tiba saja meraih tangan Alyssa dan menggenggamnya, untuk yang pertama kali dengan senyuman tulus di bibir merah muda tipisnya. Lagi, Alyssa tidak menolak.

"Selamat satu bulan, ya? Gue harap, akan ada bulan-bulan selanjutnya yang bisa kita laluin." Elang mengambil jeda sejenak sebelum melanjutkan, "Gue harap, lambat laun, gue berhasil ngeruntuhin tembok pertahanan lo yang super tebel dan tinggi itu."

Alyssa tersenyum seraya menggeleng-gelengkan kepala. "Lebay lo."

"Tapi gue serius," Elang menatap lekat iris kecokelatan Alyssa, "Meskipun gue mulai capek, tapi gue gak bakal nyerah. Lo juga tahan-tahan ngehadapin seberapa ngeyel-nya gue, ya?"

Alyssa terkekeh sebelum mengangguk. "Deal."

Mungkin, hari itu menjadi salah satu hari yang bersejarah bagi keduanya. Hari di mana mereka mulai memasrahkan diri pada rasa, yang diciptakan untuk melebur bersama cerita.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top