- 03 -
DALAM gemuruh langit dengan petir yang terus menyambar, Zikeon mendengar Rachel tertawa sambil memegangi perutnya.
Pasukannya yang tersisa puluhan tidak berdaya menghadapi sambaran petir, mereka hanya bisa lari atau mati.
"Ahaha! Lihatlah pasukanmu, Zikeon. Kalian baru saja tiba di bumi, tapi sudah mati sebelum melakukan apa pun."
Otot wajah Zikeon berkedut, tangannya yang buntung baru selesai meregenerasi. Ia menatap Rachel tajam, ia memang menganggap makhluk di planet ini lemah, bahkan kehidupannya masih primitif karena belum bisa menjelajahi galaksi. Tetapi, ia tidak pernah menganggap enteng setiap penjarahan, karena ia ingin naik pangkat dan diakui oleh Ka'maz.
Lalu kenapa pasukanku dengan mudah dikalahkan oleh satu makhluk? Terlebih, aku merasa seperti tengah bertarung dengan Claits, mentor yang tahu semua trik pasukanku ....
"Siapa sebenarnya kau?"
Rachel memiringkan kepalanya memasang ekspresi bingung. "Hm? Aku Rachel, hanya seorang manusia dan makhluk rendahan."
"Jangan pura-pura bodoh, kau tahu akan kedatangan kami. Sejak awal, kau tidak berniat melepaskan kami hidup-hidup, bukan?"
Melihat Zikeon yang menatapnya serius membuat Rachel sulit untuk menahan tawa, aku tidak menyangka balas dendam bisa semenyenangkan ini, ia sangat terhibur.
"Tidak, kau salah paham." Rachel melunturkan senyumnya, dengan nada rendah ia berkata, "Sejak awal, aku tidak sudi membiarkan kalian menginjakkan kaki di bumi."
Melihat ekspresi Rachel, rasa dingin merambat di tulang punggung Zikeon, membuat bulu kuduknya berdiri. Untuk sesaat, Zikeon merasa manusia di hadapannya ini memiliki aura yang mirip dengan Ka'maz. A-aku harus membunuhnya di sini, kalau tidak, ia akan jadi hambatan untuk Ka'maz dan yang lain ....
"Aku tidak akan membiarkanmu hidup," ucap Zikeon memasang posisi bertarung, "jangan harap kau bisa lari!"
"Kalau begitu salah satu dari kita harus mati," Rachel terkekeh, "oh, yang pastinya bukan aku."
"Persetan!"
Tubuh Zikeon memancarkan aura berwarna kuning, ia merentangkan kedua tangannya ke samping, membuat gerakan seperti mengangkat.
Bebatuan sekitar ikut diselimuti sinar yang sama, terangkat ke udara mengelilingi Zikeon. Dengan kecepatan tinggi, bebatuan itu ditembakkan pada Rachel.
Bam! Bam! Bam!
Rachel bergerak dari satu tempat ke tempat lain menghindari hantaman batuan. Tak lama Zikeon kehabisan batu, Rachel mengambil kesempatan itu untuk mengepal tangan kanannya, listrik memercik melapisi kepalan tangan Rachel seperti sarung tinju. Ia menolakkan kakinya dari tanah, meluncurkan tubuhnya ke arah Zikeon secepat kilat.
Saat Zikeon sudah berada dalam jangkauannya, Rachel mengayunkan tinju ke wajah makhluk itu. Tetapi, yang Rachel hantam bukanlah wajahnya, melainkan batu yang hancur berkeping-keping.
Di baliknya Zikeon menyeringai, tangan kirinya sudah terjulur ke arah Rachel. Seketika, tubuhnya diselimuti sinar berwarna kuning, sebelum Rachel bereaksi, tubuhnya kembali melesat menghantam tanah.
Ukh! Rachel memuntahkan darah, tanah yang dihantam ikut remuk, mengepulkan sedikit asap. Tidak diberi napas, Zikeon kembali menembakkan batu-batunya ke arah Rachel.
Susah payah, Rachel berusaha bangkit dan bergerak dengan kecepatan tinggi. Tetapi, posisinya langsung ketahuan, tubuhnya yang masih dalam jangkauan Zikeon kembali diselimuti oleh cahaya kuning, ia kehilangan keseimbangannya, bersamaan dengan pijakannya yang lepas dari tanah. Tubuh Rachel melayang tiga meter di atas tanah, dalam posisi ini, Rachel tidak bisa melakukan apa pun.
Kemampuan Stellarnya terbatas pada sifat alami listrik, selama ada konduktor, Rachel bisa merubah tubuhnya menjadi listrik dan merambat sesuka hati. Makannya ia bisa lepas dari kuncian anak buah Zikeon, ia merubah tubuhnya menjadi listrik dan merambat di tanah.
Ia juga bisa bergerak secepat sambaran petir dan setengah dari kecepatan cahaya kilat, dengan kata lain, Rachel bisa bergerak paling lambat tiga ratus kilometer per jam, dan paling cepat dua kali lipatnya.
Tetapi, di udara lepas, listrik tidak memiliki sifat apa pun, membuat Rachel tidak berdaya. Ck! Dia sudah mengetahuinya, Rachel menggerutu dalam hati.
"Heh, nampaknya kau pernah melawan tipe kekuatanku sebelumnya?" Zikeon terkekeh, mendekatkan tubuh Rachel ke arahnya, "kau nampak familiar dengan kekuatanku. Kau menjaga jarak tiga puluh meter dariku, itu jarak maksimalku untuk bisa mengendalikan benda."
Karena kau adalah lawanku di kehidupan sebelumnya ... Rachel bergumam dalam hati. Ia bisa saja menembakkan laser atau bola-bola cahaya pada Zikeon sekarang, tapi ia tahu makhluk itu akan dengan mudah melindungi dirinya dengan tameng batu. Rachel berdecak pelan karena menemui jalan buntu.
"Kenapa, sudah kehabisan trik?" tanya Zikeon menyunggingkan senyum.
"..." Rachel tidak merespons, dalam gemuruh petir dan sekelebat kilat, Rachel hanya menatap Zikeon dengan tatapan sayunya yang terkesan dingin.
Tatapan itu ... Zikeon tidak menurunkan kewaspadaannya, ia tahu Rachel tidak bisa melakukan apa pun dengan kekuatannya. Tapi, siapa yang tahu kalau ia masih memiliki trik lain.
Zikeon berniat menghabisi Rachel dengan serangan mematikan, ia harus melakukannya dengan sempurna. Kedua tangannya kembali direntangkan, mengangkat lima bebatuan yang diselimuti sinar kuning.
Dengan kekuatannya, Zikeon merubah kelima batu itu menjadi bentuk panah, berada di samping dan atas kepalanya.
"Matilah," ucap Zikeon dengan nada rendah.
Satu panah melesat menusuk jantung Rachel, membuatnya berseru tertahan, sebelum dua tiga lainnya menusuk di sekitar dada dan perut. Tanpa jeda, panah ke empat dan lima segera menusuk kepalanya.
Hening beberapa detik, Zikeon menatap Rachel yang terkulai kehilangan tenaga. Tidak menunjukkan pergerakan, tetapi Zikeon belum berani menurunkan kewaspadaannya.
Petir di langit masih menyambar-nyambar secara acak tanpa berani mendekati Rachel, intensitasnya bertambah.
Intensitasnya bertambah ...? Zikeon menautkan kedua alisnya mendongak ke langit, ia melihat ombak-ombak petir sangat ramai berkumpul di atas kepalanya, membentuk seperti kolam listrik.
Sebelum ia memahami apa yang terjadi, ombak petir yang membentuk kolam itu melepaskan sambaran yang besar dan tebal, saking tebalnya membuat petir itu terlihat seperti pilar cahaya yang menopang langit, menyambar Zikeon yang berada tepat di bawahnya.
"ARGH!"
Zikeon berteriak kencang tatkala menerima sambaran petir yang memuat jutaan volt. Perlahan siluet tubuhnya lenyap tanpa meninggalkan sisa kecuali abu.
Kekuatannya ikut lenyap, membuat panah batu yang menusuk Rachel lebur, bersamaan dengan tubuhnya yang jatuh tertarik gravitasi.
Sambaran petir pun berhenti, di tempat tubuh Zikeon lenyap, muncul sebuah cahaya membentuk seperti bintang di langit. Cahaya itu perlahan melayang turun mendekati tubuh Rachel, seakan ada magnet lemah yang menariknya.
Secara alami, cahaya itu masuk ke tubuh Rachel membuat tubuhnya sesaat diselimuti aura kuning.
Beberapa jam kemudian, awan kelabu di langit sudah pudar, membiarkan cahaya mentari kembali bersinar, menerangi kota hancur yang dipenuhi mayat Qhuts.
Tanah-tanahnya meninggalkan bekas gosong, dengan asap tipis yang masih menguap. Tempat itu diselimuti dengan hawa bekas peperangan.
Di kejauhan, seorang lelaki berumur awal dua puluhan, Ravenswood, berjalan ke arah kota yang hancur. Rambutnya pendek berwarna hitam, dengan mata biru setajam elang, menatap dingin ke arah asteroid yang mengeluarkan asap hitam.
Ia masih memakai kemeja abu-abu gelap dan celana kantoran, kedua tangannya berada dalam saku celana, tanpa kesusahan melompati puing-puing yang roboh.
Setelah tiba di bekas ledakan asteroid, Ravenswood menatap lubang sedalam dua ratus meter itu tercengang. Ia melihat ratusan mayat Qhuts yang bergelimpangan.
"Nampaknya kau kalah cepat."
Sebuah bayangan hitam berwujud seperti Ravenswood muncul dari balik punggungnya, lelaki itu tidak meladeninya dan melompat ke dalam lubang, mendekati sebuah tanah gosong yang dipenuhi bekas percikan listrik.
"Tidak buruk. Dia bisa membereskan satu paket pasukan Qhuts seorang diri."
Dari ujung matanya, Ravenswood menangkap keberadaan seseorang. Ia menengok ke samping, melihat tubuh seorang gadis yang tergeletak tak sadarkan diri.
Jaketnya bolong di bagian dada dan perut, menampilkan luka yang masih menganga. Kepalanya juga dibanjiri darah dari dua lubang di dahinya.
"Heh. Gadis ini gila, dia pasti sudah mati kalau terlambat mendapat kekuatan dari Qhuts itu."
Ravenswood melirik ke bayangan di sampingnya sedikit mengernyit. "Dia masih hidup?"
"Ya, tapi kondisinya kritis."
Ravenswood kembali menatap gadis yang terlihat seumuran dengannya itu selama dua detik, sebelum akhirnya mendekat dan berusaha menggendongnya di punggung.
"Kau mau membawanya? Yah, dia memang akan berguna sih di masa depan nanti."
Ravenswood tidak menghiraukan pertanyaan dari bayangan itu, segera berjalan pergi dari sana.
❖◇❖◇◇❖◇❖◇◇❖◇❖◇◇❖◇❖
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top