Red - 16

Sederet kalimat pesan yang dikirim Sarah mungkin terdengar menyesakkan. Bukan lagi terdengar, emang napas gue tiba-tiba sesak, jantung gue berdebar semakin pelan, dan hati gue tiba-tiba hancur lebur bak dilempar bom nuklir yang sangat mematikan.

Eleh, Red, lebay amat lo.

Gue menelan ludah, mengalihkan pandangan pada Sarah yang kini sibuk mengerjakan tugas bahasa Arab. Wajahnya nampak serius, dan gue heran, anehnya dia gak pegang hape, dan anehnya lagi, dia malah natap gue balik, ekspresinya seperti gak ada yang terjadi sama sekali. Gue menunduk, kembali melirik chat personal Sarah yang sedang mengetik.

"Tuh cewek mainin gue."

"Apaan Red?" tanya Gina mengerutkan alis.

"Gak. Jahat lo, Gin." jawab gue kembali natap Sarah, lagi. Tuh cewek asli gak pegang hape! Dia lagi nulis. Dua tangannya di atas meja. Satu tangannya lagi pegang tipe x.

Ini gimana, sih! Siapa yang bajak hape tuh cewek!

Ting! Satu chat personal Sarah masuk.

Sarah: Maaf. Gue gak bisa suka sama lo.

Gue melongo. Ini bukan waktunya main-main. Ini masalah serius. Lagi, gue liat Sarah masih berkutat dengan buku dan pulpen. Gak pegang hape sama sekali.

Sarah: Lo jangan marah ya. Karena gue udah terikat.

Anjir. Gak bisa dibiarin! Maksudnya apaan udah terikat? Dijodohin? Tunangan? Temen sekelas kok pada gak tahu?!

Gue menepuk meja pelan, berjalan dengan langkah santai menuju meja depan, meja Sarah. Hanya ada tiga orang di sana. Semuanya sibuk mencontek pekerjaan Sarah. Adegan ini harap jangan ditiru, ambil aja hikmahnya.

Gue berdeham, semua orang di sana sontak mengalihkan perhatiannya ke arah gue. Asu, kenapa gue yang awalnya penasaran dan emosi malah salah tingkah saat Sarah natap gue sentimen.

"Sar, pinjem hape boleh?" pinta gue santai.

Sarah merengut, meraba saku rok, tidak ada. Ia berdecak kesal, meraih tasnya dan mencarinya di dalam sana. Ia mendesis, wajahnya nampak kesal. "Mana sih!"

Bener dugaan gue. Hape dia pasti dibajak orang. Keparat emang.

"Aish, tadi hape gue ada di tas! Aaah.. Hape gue ilang.. "

Well, dia mulai marah dan hampir nangis. Gue refleks mengusap bahunya agak panik. Temen-temen yang semula nyontek mulai ikut panik saat tahu Sarah kehilangan ponselnya.

"Lha, tadi lo nyimpen dimana, Sar?" tanya Kania, yang baru gue sadari keberadaannya, dia mulai ikut panik, natap gue. "Red, lo coba tanyain ke anak-anak."

Gue mengangguk, sekilas gue kembali melirik Sarah yang mulai menggerutu gak jelas. Dia menepuk keningnya pelan, tertawa hambar. Apaan lagi nih cewek?

"Duh, lupa, hape gue dipinjem Kakak gue."

"Yah, elo.. "

Gue dan temen-temen nyonteknya melengos jengkel. Gue heran, kenapa waktunya pas banget pas saat chat gue ada yang bales. Jangan-jangan itu..

"Duh, maaf udah buat kalian panik. Maafin ya. Gue lupa, semalem Kakak gue pinjem soalnya hape dia gak bisa di hotspot portabel ke laptopnya. Maafin gue, hehe.. " Sarah dengan kekehannya merapatkan kedua tangan, meminta maaf.

Gue, di sini sebagai korban perasaannya berdeham, "Sar,"

Sarah menoleh, menatap gue memelas, "Ih, maaf ya Red. Mau pinjem hape, kan? Sama Kania aja dulu. Hape gue di Kakak gue."

"Ternyata, pelupa lo itu bahaya ya." Gue bergidik, memberi kesan mengerikan. Sementara dia mengerucutkan bibir, menelengkan kepala ke arah Kania.

"Pake hape dia aja kalau mau main game."

"Gak, bukan mau main game. Ini soal, soal.. "

Duh, ribet banget ngomongin chat gue yang dibales Kakaknya. Itu terlalu menyebalkan dan terlalu tabu, dan.. Asu.. Gugup banget gue ngomong.

Gue melihat Sarah minta penjelasan. Dan akhirnya gue menyerahkan ponsel gue ke arahnya. Tapi gue tarik kembali, ngobrolin ini emang harus berdua. Cuma berdua, bukan tempat ramai jiplakan pasar mulut ember di kelas ini.

Dia merengut jengkel, mendelik. "Lo keliatan banget marah sama gue, Red. Gue lupa, Red. Lupa. Maklumi. Itu sifat harfiah manusia. Maafin gue."

"Entar pulang sekolah ke perpus kota, yuk. Gue pengen ngobrol sama lo. Penting. Soal Kakak lo."

Gue berlalu kembali ke kursi gue dengan diiringi tatapan tajam gadis itu yang kini ikut kembali mengerjakan aktivitas sebelumnya.

Mengerjakan PR Bahasa Arab.

*

Waktu berlalu begitu cepat. Dan gue masih saja sibuk main ML di kursi gue sampai gue liat Sarah berdiri dari kursinya dan meminta izin pulang terlambat pada Kania dan Nisa. Gue tersenyum puas, melihat kedua temannya itu sudah pergi menjauh dari kelas. Yes! Akhirnya gue bisa leluasa deketin tuh cewek!

"Red, gue nebeng balik ya. Soalnya si Putri mau eskul dulu."

Dasar Gina! Tuh cewek emang gak pernah ngerti sikon! Minta nebeng di saat gue mau anter cewek gue ke perpus!

Eh, cewek gue? Biarkan gue berkhayal bentar.

Gue mendengus pelan, menoleh ke arah Gina yang kini berdiri tersenyum manis di belakang gue.

Gue mendekat, berbisik, "Sorry, gue mau bonceng calon dulu buat hari ini. Lo gak papa, kan? Bareng Budin dulu kek."

Mendengar itu Gina sontak menepuk pundak gue keras, tertawa pelan. "Andai ini bukan mimpi atau halusinasi lo, Red."

"Beneran, kunyuk. Serius nih."

Mata Gina menyipit, menunjuk gue, kemudian belakang gue, tepat pada Sarah, "Kencan?"

Gue mengangguk percaya diri, biarkan, "Yoi."

"Akhirnya, Red! Gue bareng Budin ya! Dengan senang hati my darling headset! Eh," Gina mengatupkan bibir, "Redista yang ganteng tapi pilih-pilih, jangan rusak suasananya ya nanti."

Gue berdecak, mendorong bahu Gina untuk cepat meninggalkan kelas. Capek juga punya temen sengklek kayak tuh cewek. Gina cemberut dan sempat mencolek tangan Sarah sambil berkedip manja. Sarah hanya menanggapinya dengan senyuman biasanya.

Tapi menurut gue luar biasa indahnya.

"Gina tadi kenapa?" tanya dia saat gue menghampirinya.

"Biasa. Dia kurang vitamin C."

Sarah terkekeh, mengikutiku keluar kelas, "Vitamin C?"

"Vitamin Cinta."

Sarah tertawa, "Emang ada?"

"Ada. Contohnya di depan gue. Itu vitamin C." gue berjalan mundur, menghalanginya berjalan menuju parkiran sekolah. Dia menggeleng jengah, mendorong gue agar kembali jalan ke depan.

"Vitamin C buat siapa?"

"Buat gue."

Sesampainya di depan motor matic gue, dia seperti canggung dan enggan menaiki motor gue. Aish, ternyata dia juga pilih-pilih motor.

"Kenapa? Gak mau naik motor matic?" tanya gue saat memakai helm dan menyalakan motor.

Dia masih diam. Dan saat gue hendak kembali bertanya, seseorang di samping gue menepuk jok motor gue dengan agak keras.

Gue menoleh, sedikit marah, "Ada apa, Boss?!"

"Lo gak nyadar itu motor gue, Redoxon? Butuh air?"

Gue menelan ludah, melirik motor matic berwarna hijau itu dengan tatapan horror. Anjir! Mau dibuang kemana ini muka, Red! Ini motornya Asep! Asu! Malu vroh, Malu sangat!!!

"So-sorry, Sep. Gue bener-bener lagi butuh vitamin." dengan gerakan cepat gue melepas helm Asep dan mencabut kunci motor gue di motor Asep. Hebatnya, kunci motor gue masuk di motor maticnya Asep.

Sarah menatap gue iba, mengusap bahu gue pelan, "Lain kali, hati-hati, Red. Ngelamun lo emang bahaya."

Gue mengutuk diri. Segera gue menarik keluar motor matic gue di samping motor Asep. Bedanya punya gue warna hitam. Dengan gemetar karena malu tingkat dewa gue memakai helm dan menyerahkan satu helm punya Reka pada Sarah. Tuh cewek mukanya biasa aja. Alhamdulillah..

"Gue naik?" tanya dia polos.

"Iya naik, terus pegangan."

"Emang obrolannya penting banget ya, Red?"

"Sangat penting. Terkait Kakak lo."

Ia naik ke atas jok belakang dan gak pegangan sama sekali. Gue maklumi. Mungkin dia malu. Dengan kecepatan normal akhirnya gue bisa bonceng dia keluar sekolah menuju perpustakaan kota.

Kencan terselubung.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top