5. Deadly
Siapa yang tidak kenal Nadia Emerald. Gadis itu merupakan kembarannya Harley Queen. Gadis yang memiliki keterbelakangan mental, anggota sebuah kelompok kriminal yang diberi nama Deadly. Dia identik dengan rambut kepang dua berwarna pirang bercampur biru dan merah, serta tongkat baseball berlilitkan kawat berduri yang menunjukkan ciri khasnya.
Kehadirannya di teras masjid cukup mengejutkan. Xin dan Zack langsung menarik kesimpulan kalau Deadly-lah pelaku pengeboman. Mengingat mereka berkali-kali berurusan dengan para intelijen IIS sebagai teroris atau peneror. Mereka pintar menyamar dan mengelak dari borgol besi sehingga kasus-kasus mereka ditutup sampai mereka muncul lagi dengan kasus baru.
"Deadly?" tanya Franklin yang langsung bangkit dari duduknya dan mendekati komputer.
"Aku yakin itu pasti mereka!" jawab Xin. "Di kasus-kasus sebelumnya, Nadia aktif meledakkan bom di berbagai tempat."
"Dia temannya Agatha. Pasti dia biang keroknya," sambungnya setelah mengambil napas untuk menenangkan diri.
Dinda dan Leo bangkit dari duduknya. Mereka ikut-ikutan menatap komputer yang sedang menampilkan Nadia yang sedang duduk dan bermain dan berlari bersama seekor kucing.
'Setelah ledakan, asap menghalangi kamera. Tidak terlihat apa yang terjadi kepadanya. Namun, terlihat sedikit pergerakan kalau dia menjauh bersama seseorang.' Suara ponsel Zack menyambung perkataan Xin yang sempat terendam hening. Dinda, Leo, dan Franklin melihat ke layar dengan seksama dan melihat pergerakan samar di balik tebalnya asap akibat ledakan.
"Cukup mengherankan ada Nadia di sana." Kimberly memiringkan bibir menatap tulisannya di atas meja. "Dia tidak beragama Islam dan tempat ibadahnya bukan di masjid."
"Itulah kenapa aku dan Zack mengambil kesimpulan kalau Deadly-lah pelakunya. Nadia sering berada di tempat-tempat yang seharusnya tidak dia datangi dan berakhir dengan kasus pengeboman. Dia pasti disuruh Agatha untuk mengebom masjid tadi siang," sahut Xin, antusias.
Agatha yang disebut-sebut Xin merupakan buronan pintar yang paling dicari sejagad kota New York dan Washington. Dia pendiri dari kelompok kriminal Deadly itu, sekaligus menjadi pemimpin untuk meneror warga Amerika.
"Kita tidak boleh menuduh sembarangan, Xin. Masih banyak kelompok teroris selain Deadly." Dinda tak bermaksud membela, tapi dia rasa menuduh Deadly secepat mungkin tanpa menemukan bukti bukanlah perbuatan yang tepat.
"Aku tahu, tapi ada Nadia, kau lihat?" Xin menggerakkan panah mouse-nya ke arah Nadia yang sedang duduk
Dinda diam. Sebenarnya ia tidak yakin kalau Deadly pelakunya. Cukup ganjal. Mendadak ada Nadia, lelaki itu, dan ... semuanya terasa aneh jika Deadly-lah dalangnya. Entah kenapa.
"Penentuan pelaku nanti saja. Kita selidiki dulu mereka." Xin mendengkus mendengar perkataan Leo. Namun, dia ada benarnya karena mencap seseorang sebagai pelaku dengan bukti yang belum lengkap akan membuat mereka semua berakhir di pengadilan.
'Kita tidak pernah berurusan dengan Deadly. Kita hanya pernah mendengar mereka.' Zack memurungkan wajah. 'Kita bisa saja menyelidikinya lewat internet, tapi hasilnya pasti tidak memuaskan kecuali salah satu dari kita pergi ke ruang arsip.'
Semua orang seketika bingung. Tidak ada yang membuat mereka bingung, hanya saja mereka merasa ngeri karena ruang arsip yang letaknya di bawah tanah itu katanya sering terlihat seorang wanita.
Ruang itu hanya memperbolehkan dua orang untuk masuk. Lebih dari itu diadukan kepada atasan. Dua orang saja mana cukup untuk mengurangi rasa takut. Itulah kenapa direkrut mantan-mantan intelijen tua yang sudah pensiun untuk bekerja mengambilkan dokumen.
Namun kekurangannya, karena usia yang sudah menandingi jumlah kepala Hydra, mereka pelupa, bekerja lamban, dan terkadang tersesat. Maunya dokumen ini, malah dokumen itu. Intelijen-intelijen lain kesal dan akhirnya merekrut diri untuk mencari sendiri dokumen yang mereka inginkan. Namun belum sampai ke tujuan, mereka malah keluar dengan wajah takut sambil berlari kencang.
Sebenarnya wanita yang ada di ruang arsip itu hanyalah maneken yang dihias menyeramkan. Diletakkan di sembarang tempat untuk menakuti orang-orang yang iseng masuk tanpa izin dari penjaganya. Namun, tetap saja itu mengerikan. Ruang arsip yang bentuknya mirip labirin, ditambah maneken, membuat orang-orang ngeri, dan akhirnya meminjam informasi dari tim lain.
"Pangkat Warrior pasti belum menemui misi ini. Kalau Master, aku kurang tahu." Franklin bersuara. "Elite?"
"Sebenarnya ada," sahut Leo. "Tim Vyper. Tapi peliharaan mereka membuatku tidak mau menemui mereka." Leo bergidik. "Kalau disuruh ke sini, mereka pasti membawa tarantula atau tidak anak kobra yang bisanya sudah diperas."
Semua orang yang ada di sana ikut-ikutan bergidik. Satu hal yang membuat Vyper begitu berbahaya di IIS; peliharaan eksotis yang selalu dibawa ke mana pun. Di IIS sebenarnya dilarang membawa binatang peliharaan, tetapi pemimpin Vyper; Gozalez berjanji untuk mengendalikan hewan peliharaannya di kantor. Alhasil, dia membawa dua jenis tarantula dan anak kobra dari rumah yang telah dijinakkannya. Anggota-anggotanya pun demikian.
"Tapi, mereka pasti menyimpan berkas kasus lama Deadly. Mereka pasti bisa memberikan informasi yang kita inginkan," kata Franklin. Yang lain tampak mempertimbangkan perkataannya.
"Kita pergi ke Vyper saja," usul Dinda. "Sekarang sudah mau malam. Ruang arsip pasti menakutkan di jam-jam seperti ini," sambungnya sambil melirik jam tangan. Mereka semua saling pandang, berbicara lewat mata, sebelum menetapkan keputusan.
"Baiklah, kita ke Vyper. Lagipula tidak ada satupun dari kita yang berani ke ruang arsip." Itu keputusan Leo.
"Tapi, tarantulanya-"
"Kimberly," potong Leo, malas. Ia sebenarnya takut untuk bertemu tim Vyper, sama dengan gadis itu, tetapi mau tidak mau. Penyelidikan harus dilakukan secepat dan sedetail mungkin agar bisa dilanjutkan ke penangkapan.
Kimberly memajukan mulut. Ia tidak mau ikut. Tapi melihat semua temannya akan pergi ke sana membuatnya harus terpaksa ikut. Daripada berdiam di ruang kerja sendirian, pikirnya.
Singkat waktu, mereka sudah keluar dari ruangan. Ruang kerja Vyper tidak jauh dari ruang kerja mereka. Tidak memakan waktu lima menit, mereka sampai. Dari luar saja, suara gaduh terdengar, membuat Leo menepis harapan ingin mengetuk pintu.
Namun karena harus cepat. Leo pun mengetuk pintu ruangan dengan tangan gemetar. Tiga ketukan terdengar, suara langkah ke arah pintu menyambutnya, dan akhirnya terbukalah pintu besi itu.
Belum sempat Leo menyapa anggota Vyper yang telah membukakan pintu untuknya itu, ada ular jatuh dari atas.
"IBU!!!"
Leo langsung melompat ke arah Franklin. Franklin dengan sigap menangkapnya dan berakhir terduduk. Xin dan Kimberly berlari cepat menjauhi tempat di mana mereka semulanya berdiri. Zack hanya melebarkan mata dan bersembunyi di belakang Dinda yang malah berdiri tenang.
"Hei, hahaha! Ini hanya ular mainan." Monica, salah satu anggota Vyper, tertawa terbahak-bahak sambil mengambil ular yang ternyata hanya mainan itu. Kepalanya yang setengah botak itu menampilkan tato ular yang berukuran besar.
"Jantungku mau copot karena ular itu, kau tahu?" Leo melotot.
Monica terkekeh. "Maaf. Sebenarnya aku memasangnya untuk menjahili Daniel. Tapi yang datang malah kalian. Jadinya kalian yang dapat ularnya."
"Itu tidak lucu!" Kimberly kembali ke tempatnya semula. "Kalian akan kuadukan," ancamnya.
"Calm down, girl." Bukan Monica yang menyahut Kimberly, tetapi Gozalez Nabado yang muncul dari samping pintu. "Kami tidak akan membalasmu dengan permainan fisik, tapi dengan bisa, dan berhati-hatilah dengan perkataanmu."
"Ancaman yang menyakinkan," sindir Kimberly, tersenyum miring. Gozalez menyipitkan mata tidak suka, lalu mempersilakan mereka masuk daripada meladeni gadis itu terus.
"Ada apa datang kemari, Leo?" tanya Gozalez setelah keenam anggota Peregryne itu masuk ke ruangan.
"Apakah kau masih mempunyai berkas mengenai kelompok kriminal bernama Deadly?" Leo balik bertanya, langsung ke inti.
Monica menjawab, "Jangan menjawab pertanyaan dengan pertanyaan."
"Aku bertanya kepada Gozalez," sahut Leo, kesal.
"Aku hanya membantu menjawab."
"Jika kalian ke sini hanya untuk berperang mulut, silakan keluar." Gozalez mengakhiri percakapan mereka. Monica mendengkus, lalu beranjak, sedangkan Leo membuang tatapan ke arah lain dengan wajah memerah.
"Maafkan dia," pinta Gozalez setelah melirik anggotanya. Leo hanya mengangguk, lalu kembali ke topik awal.
"Kami masih mempunyai berkasnya." Gozalez mengambil uluran berkas dari Monica yang ternyata pergi untuk mengambil berkas Deadly. "Sembilan bulan yang lalu. Ambillah dan kembalikan lagi kepada kami setelah itu," kata Gozalez sambil menyerahkan berkas itu.
Leo mengambil benda berwarna coklat susu itu dan membukanya.
"Sembilan bulan yang lalu?" tanya Dinda. "Bukankah berkas harus dikembalikan dalam kurun waktu lima bulan?"
"Kami sedang malas mematuhi aturan." Gozalez tersenyum lebar. "Lagipula, Sir Tom tidak mengungkit-ungkit berkasnya. Jadi kusimpan saja."
Dinda memutar malas bola matanya.
"Informasi di berkas ini cukup. Terima kasih," ucap Leo setelah membaca beberapa tulisan yang tercetak di atas kertas. Gozalez hanya mengangguk.
"Sudah selesai, 'kan? Ayo kembali!" ajak Xin. Leo mengangguk, lalu bangkit dan berjabat tangan dengan Gozalez, sebelum meninggalkan ruangan.
"Mudah sekali meminjam berkas kepada Vyper," kata Leo setelah mereka jauh dari ruangan Vyper.
"Tapi, itulah resikonya. Ular." Xin dan Zack mengangguk cepat mendengar perkataan Kimberly.
Leo dan Franklin hanya diam. Setidaknya mereka sudah menemukan berkasnya walaupun sebelumnya hampir meninggal karena serangan jantung.
Kembali lagi ke ruangan. Leo membuka berkas dan menyusunnya. Biodata para anggota Deadly, kasus yang menjerat mereka, dan penangkapan yang pernah dilakukan polisi tersusun rapi di atas meja. Setelah itu, mereka membacanya bersama-sama.
Deadly terdiri dari lima anggota; Agatha Nasuthion, Nadia Emerald, Yessy Lorensa, James Stoffers, dan Raven Strom. Agatha anak dari seorang pedofilia, Nadia gadis yang kabur dari rumah sakit jiwa, Yessy pelaku kekerasan seksual, James pembuat uang palsu sejak masih bersekolah, dan Raven ... mantan intelijen IIS yang memberontak.
Mereka sudah beberapa kali ditangkap. Bahkan terancam hukuman mati. Namun, mereka handal melepaskan diri. Mereka kabur, jadi buronan, sampai mereka memutuskan untuk bersatu dan menjadi sekelompok teroris.
"Ini akan menjadi kasus yang sangat sulit," kata Xin setelah membaca kertas-kertas itu. "Terlebih mereka jarang muncul dan pintar menyamar."
"Namun, bukan Deadly namanya jika mereka tidak bermain-main. Mereka pasti akan memunculkan diri dan tahu kalau kita sedang menyelidiki mereka." Leo menyambung dan menatap mereka semua.
"Kita hanya perlu waspada," sahut Franklin sambil mendongak. "Mereka pintar menyerang bahkan di dalam keramaian sekalipun."
"Well, selama kita bisa menjaga diri dan yang lain maka tidak akan ada sesuatu yang terjadi," kata Kimberly, menenangkan.
'Kau benar,' sahut Zack, singkat.
Dinda hanya diam. Ia menatap ke kertas yang berisi biodata Agatha. Mata Dinda terpaku ke satu kata yang tercetak di sana; pedofilia. Tangan Dinda terkepal. Dia terkenang masa lalunya.
~~~
Hydra: Makhluk mitologi Yunani kuno yang memiliki banyak kepala.
Tarantula: Laba-laba besar dan berbulu yang kebanyakan berbisa.
Pedofilia: Istilah untuk seseorang yang mengidap gangguan seksual berupa nafsu seksual terhadap anak-anak atau remaja berusia di bawah 14 tahun.
~~~
Hola:D
Mulai produktif (Matamu! Nabung part terus! -Dinda) :))
Apakah ada kesan, pesan, kritik, atau saran? Share aja di kolom komentar, nanti saya balas, kok(:
Terima kasih sudah membaca! Cu next time!!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top