38. Tertembak

Dor!

"Derv!"

Dinda menarik dirinya, bangkit, lalu mendorong Bella dan tak peduli dengan kepalanya yang berdenyut. Bella yang terdorong hanya menatapnya, tidak percaya sekaligus kagum karena Dinda mulai bisa melawan walaupun berpuluh pukulan melayang di wajahnya sebelumnya.

Dervin yang baru saja menjadi sasaran tembakannya berhasil selamat karena meleset. Namun, anak itu meringkuk ketakutan sambil menutup telinga.

"Jika kau melakukannya lagi, aku tidak akan segan untuk melukaimu," kata Dinda, mendesis.

Bella tersenyum mengejek. "Jika kau melakukannya, maka kau akan mati."

Bella menatap sesuatu di belakangnya. Dinda melirik ke belakang, melihat beberapa todongan pistol mengarah kepadanya.

Bella tertawa. "Lakukanlah kalau kau berani," tantangnya.

Dinda menggeram kesal. Namun, tak lama, karena setelah mengingat Dervin, ia terduduk dan menghampirinya.

"Kakak, aku takut," bisik Dervin setelah Dinda menariknya ke pelukan. Dinda hanya mencium puncak kepalanya sembari mengelusnya, tak lupa menatap sinis Bella yang memasang wajah gemas.

"Aw, kalian imut sekali!" pujinya. Dervin semakin mempererat pelukannya kepada Dinda.

"Aku akan memastikan kau tidak ditembak lagi, Dervin. Aku janji." Tak menyahut, Dinda malah menenangkan Dervin sampai dirinya ditarik oleh Bella.

Dinda berbalik dan melayangkan tamparannya. Ia menendang kaki Bella sehingga gadis itu jatuh ke lantai.

Berpuluh peluru melesat ke arahnya setelahnya. Dinda menunduk, menyembunyikan kepalanya, sampai rasa panas di lengannya menghentikan layangan peluru.

Dinda menurunkan tangan dari kepala ke lengan. Ia tertembak. Akibatnya, Franklin berteriak nyaring. Dervin yang kebetulan melihatnya hanya bisa terbelalak sekali lagi.

Bella bangkit dan mendekatinya. Ia mengangkat kakinya, melayangkan ke kepala Dinda, sehingga gadis itu mencium lantai dengan keras, membuat hidungnya kembali mengeluarkan darah.

"Tangkap dia!" suruhnya sambil menunjuk Dervin. Rekan-rekannya langsung menarik Dervin untuk menjauh dari Dinda.

"Kakak! Kakak, apa yang akan mereka lakukan kepadaku?" Dervin merasa bodoh untuk sesaat. Ia memberontak, tetapi tenaganya lebih kecil ketimbang orang-orang yang menarik dan menahannya itu.

"Kau akan tahu sendiri, Dervin." Pertanyaan itu tertuju kepada Dinda, tetapi Bella menjawabnya. Ia menarik rambut Dinda, membuatnya mendongak, mencengkeram lehernya, lalu mendorongnya ke kaca ruangan yang tadi ditempati Dinda.

Dervin berusaha melepaskan diri saat melihat luka baru Dinda di lengan mengeluarkan darah sehingga tembus sampai ke jaket kainnya. Ia berteriak kepada Franklin, menyuruhnya melawan, tetapi Franklin tidak menatap Dinda. Ia menatap ke arah di mana Raven semulanya berjaga.

Di mana, lelaki itu tidak dilukai sama sekali. Ia tampak baik-baik saja.

Itu membuat Franklin melebarkan mata. Rekan-rekan Bella yang tadi menangkapnya merupakan teman Raven, yang berarti kalau Raven sudah bekerjasama dengan mereka.

"Ra-Raven ...." Franklin tergagap. "Agatha, Raven berkhianat kepada kita," sambungnya yang berada di dekat Agatha.

Agatha yang sedari tadi terdiam dengan mata kosong menahan sakit, terbelalak. Ia buru-buru mendongak, tetapi tidak bisa saat rekan-rekan Bella menahan kepalanya untuk terangkat.

Dinda yang sempat melirik Raven hanya bisa menggeram. Lelaki itu telah berkhianat rupanya.

"Kenapa Raven tidak disakiti?" tanyanya kepada Bella sambil berusaha melepaskan tangannya dari lehernya.

"Baru sadar, Dinda?" Bella tertawa sekali lagi. "Kau masih ingat kalau Raven pernah memberontak di IIS? Saat itu dia memiliki hubungan denganku. Karena dia juga membencimu, jadi kami bekerjasama. Jauh hari sebelum bom meledak, Raven sudah ada di masjid dan meletakkan bom, tapi bom itu tidak menyala, untuk menutupi kesalahan Gordon."

Agatha, Franklin, Dinda, serta yang lain yang mendengar perkataannya hanya terbelalak.

Kali ini Agatha dibiarkan mendongak. Ia pun mengangkat kepalanya, menatap Raven yang menatapnya sambil tersenyum miring-mengejeknya.

"Dia sudah meletakkan bom satu minggu sebelum bom sebenarnya meledak. Kenapa rekaman Raven yang kami serahkan ke Leo? Karena kami ingin Deadly dipenjara, bersama adikmu," sambung Bella, melirik Agatha yang memerahkan wajah.

"Persetan! Apakah pukulan-pukulan yang aku layangkan tidak memberimu efek jera, Raven!?" teriak Agatha, memberontak keras berusaha melepaskan diri untuk menghajar lelaki itu.

"Aku malah menikmatinya," jawab Raven, mendekatinya, "Satu pukulan yang kaulayangkan, maka seratus dolar uang akan Gordon berikan kepadaku."

"Pikiranmu hanya ada uang!" teriak Agatha lagi, "Kau tidak mengingat lagi perjuangan kita agar tidak masuk ke penjara."

"Lebih tepatnya, perjuanganmu dan yang lain." Raven tersenyum. "Seandainya saat pelarian kau tidak membantuku hari itu, aku masih bisa meminta bantuan Mark atau Heidi, lalu bergabung bersama Bella. Hei, tidak, tidak. Maksudku ... aku sudah bergabung bersama dia setelah masuk ke IIS, di mana saat itu aku masih belum mengenalmu!"

Raven tertawa terbahak-bahak. "Aku memberontak saat tahu adik Dinda ada bersamamu. Bella memberiku tugas untuk memancingmu agar mau membawaku ke rumahmu saat pelarian. Saat bertemu Dervin, rasanya semua beban di pundakku terangkat. Aku berpura-pura sampai sekarang dan jika aku melakukan kesalahan, aku hanya bilang 'aku dipaksa'. Toh, kalian selalu memercayainya."

"Licik! Tak tahu terima kasih!" Giliran Dervin berteriak. "Kak Agatha selalu melindungimu dan memberimu kesempatan hidup. Kenapa kau mengkhianatinya sekarang?"

Raven berdecak. Ia melangkahkan kaki untuk mendekatinya.

"Karena aku ingin mendapatkanmu," jawab Raven. Ia mengelus rambut Dervin dan menariknya, menghantamkan wajahnya ke lututnya, membuat Dinda, Franklin, Agatha, dan James berteriak keras.

"JANGAN SAKITI DIA, BERENGSEK!" Agatha berhasil melepaskan diri dari ikatan tambangnya dan melumpuhkan orang-orang yang menahannya. Ia sedikit linglung untuk berjalan akibat rasa sakit di lengannya yang berlubang.

Agatha menghampiri Raven dan melayangkan kakinya ke tubuhnya. Namun, Raven menghindar, menangkapnya, dan menariknya, lalu menahannya untuk jatuh sebelum melayangkan lututnya ke perut dengan kuat.

Seluruh isi perut Agatha naik ke kerongkongan akibatnya. Namun, bukannya makanan yang keluar, melainkan darah kental yang membuat pandangan Agatha berkunang.

Melihat Agatha berhasil memberontak membuat James yang memiliki keadaan sepertinya ikut-ikutan. Ia berhasil melepaskan diri, melukai salah satu anak buahnya dengan pisau lipatnya, dan mengobati lengannya sendiri.

Setelah itu, ia menghampiri Raven yang masih setia menyakiti Agatha dengan pukulan dan tendangan. Agatha tampak tak bisa melawan kali ini, membuat James harus menghentikan Raven secepatnya sebelum dia membunuh Agatha.

Ia sempat dihalangi oleh rekan-rekan Bella yang lain. Namun, ia bisa menangkis serangan mereka dan memberikan sakit mutlak sehingga mereka tidak berani melawannya lagi.

James memukul kepala Raven dengan tongkat baseball Nadia yang terbengkalai. Pukulannya lumayan kuat, membuat Raven yang sedikit lagi menghabisi Agatha dengan pisau lipatnya menggeram tak suka.

Merasa Raven tidak menganiayanya membuat Agatha langsung menendang perutnya. Ia dan James mulai melukainya dan memberikannya sakit yang tidak terhingga.

Pada saat itu, Mark yang berada di ruang CCTV langsung pergi ke laboratorium. Ia mengambil tongkat baseball-nya dan masuk ke sana.

Rekannya yang bersamanya hari itu-sibuk merayu Yessy-hanya pura-pura agar trauma Yessy muncul-membalik badan mendengar Raven berteriak. Ia bangkit dengan teman-temannya dan berlari untuk ikut melumpuhkan James serta Agatha.

Karena perhatian para orang yang menahannya teralihkan membuat Franklin dapat melepaskan diri. Ia menendang kaki mereka, mengambil pistolnya dan menembaknya, lalu mendapat serangan dari Mark yang segera dibalasnya.

Dervin berhasil melepaskan diri saat pertarungan massal itu terjadi. Ia melihat Dinda yang masih dicengkeram, berusaha melepaskan diri saat cengkeraman itu perlahan menguat di lehernya.

Bella akan mengakhiri hidupnya sebentar lagi. Dervin pun berlari untuk mendorongnya.

Dorongannya yang kuat berhasil membuat Bella terhuyung dan cengkeraman terlepas. Dinda merosot jatuh ke bawah dan Dervin menahan tubuhnya untuk tidak jatuh dengan keras.

Dinda mendongak mendapati lengannya digenggam oleh seseorang. Ia mendongak, melihat wajah Dervin dengan darah mengucur pelan di hidungnya

Dinda ingin menangis, tetapi tak jadi karena terbatuk keras. Terasa ada sesuatu yang mengganjal tenggorokannya setelah lehernya dicengkeram sebelumnya.

Tak ada apapun yang keluar, kecuali liur bercampur darahnya. Wajah Dervin pucat melihatnya, ia mengelap darah yang mengucur dengan jempolnya.

Dinda langsung menangis karena perbuatannya. Air matanya tak dapat ditahan lagi.

Dervin memeluk kakaknya dan membenamkan wajahnya ke dadanya. Dinda langsung teringat dengan Bella serta Raven dan teman-temannya yang sedang melawan Franklin, Agatha, dan James, membuatnya mengangkat kepala dan menatap Dervin penuh harap.

"Kau punya senjata? Aku sudah baikan sekarang," tanya Dinda.

Dervin terbelalak. "Tidak! Jangan, Kak Dinda. Kau sedang terluka," jawabnya serak. Ia tahu apa yang sedang kakaknya pikirkan.

"Bella hanya mengincar kita berdua. Aku tidak mau Agatha dan yang lain dilukai," sahut Dinda.

"Tapi, aku tidak mau Kakak terluka."

Dinda tampak memikirkan bagaimana cara menghasut Dervin. Namun, pikirannya buyar saat sebuah peluru sedikit lagi mengenai telinganya dan telinga Dervin.

"Manis sekali." Suara Bella terdengar. Dinda berbalik dan bergegas berdiri. Ia sempat limbung karena kepalanya pusing. Namun, ia tetap maju sambil menghindari peluru yang Bella keluarkan, lalu setelah dekat, ia menendangnya.

"Tangan kosong kalau berani," tantang Dinda. Bella yang merasa diremehkan menggeram tak suka.

Tak menjawab, Bella melayangkan kakinya. Dinda berhasil menghindar dengan melompat dan menendang kepalanya.

Bella kembali menatap Dinda dengan mulut berdarah. Dinda langsung meraih kerah bajunya dan memukulnya.

Karena Raven berhasil membebaskan diri dari pertarungan massal itu, ia dapat melihat Dinda sedang menyaktii Bella. Melihat Dervin yang hanya duduk memandangi kakaknya membuat Raven menemukan ide yang kiranya dapat menghentikan Dinda untuk menyakiti rekannya lebih banyak lagi.

Ia menjabak rambut Dervin, mengangkatnya dari belakang. Tak memedulikan teriakannya, ia mengambil pisau lipat yang terselip di celananya dan menodongkannya. Mendengar Dervin berteriak membuat Dinda mengalihkan tatapannya kepadanya dan lekas berlari saat pisau yang digenggam Raven itu mulai melukai leher adiknya.

Bella segera mengambil pistolnya dan bersiap untuk menembak Dinda. Dervin yang menahan sakit kebetulan melihatnya dan terbelalak.

Ia menggigit tangan Raven dan pisaunya terlepas. Dervin langsung berlari ke arah Dinda sambil berteriak agar kakaknya menghindar.

Bella telah menekan pelatuk dan dua buah peluru melayang kepada Dinda. Dervin segera menarik Dinda dan berbalik sambil memeluknya.

Ia baru saja ingin melangkah sampai rasa panas di punggungnya terasa. Dervin tak dapat bernapas untuk sementara, merasakan darah perlahan mengalir dari sana, membuat Dinda yang ada di pelukannya melebarkan mata.

Dua ledakan peluru membuat semua orang terinterupsi. Mereka menatap ke asal suara di mana Bella terbelalak tak percaya dengan pistol terangkat mengarah ke Dervin.

Keseimbangan Dervin perlahan sirna dibuatnya. Ia jatuh, Dinda menangkapnya, dan terduduk bersamanya.

Dervin menenggelamkan wajah ke bahu kakaknya. Ia berusaha untuk tidak berteriak akibat sakit dari peluru yang menembus kulit punggungnya.

~~~

Hola!:D

Maafkan kalau banyak typo. Habis tamat saya revisi, insyaallah.

Bagaimana? Apakah ada kesan, pesan, kritik, saran, atau masalah kepenulisan? Share aja di kolom komentar:)

Terima kasih sudah membaca dan menunggu! Cu next time!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top