09 - Manusia Separuh Iblis
Halo! Jumpa lagi wahai pembaca-pembaca Kakanda!
Vote dulu dong sebelum baca. Hehe.
Ceilah udah lama nggak pake Kakanda. 😂 Jadi kangen cerita sebelah.
Mau pake Kakanda lagi ah khusus di bab ini.
Apa kabar? Sehat?
Alhamdulillah. Semoga kalian sehat selalu. Kakanda juga sehat kok.
Oh, iya. Kakanda lagi bingung banget nih karena terancam nggak bisa mudik. Dilema juga. Soalnya nanti kalau mudik statusnya otomatis jadi ODP. Hmm. Semoga perang melawan covid segera usai dan ada alternatif terbaik untuk musim mudik nanti
Terus berdoa, ya. Mendoakan semuanya.
...
Di bab ini kalian harus memantapkan imajinasi lagi. Dengerin musiknya! Karena bab ini ngeri-ngeri sedap. Hehehe
Siap mengembara imajinasinya?
Okelah. Langsung aja. Ini lagunya.
Judul: Temporary Fix dari Dirty Blond.
Bantu saya temukan typo.
Ramaikan komentarnya yas. 😁
***
***
CHAPTER 09
[Lexi Briana]
Pintu sudah terkunci dan tanda tutup pun sudah terpasang di kacanya. Lalu lintas di depan toko masih ramai karena jam-jam berangkat kerja.
Gue segera buatkan teh manis hangat buat Sid karena dia masih kayak orang ling-lung setelah kesadarannya kembali. Ini kesempatan besar buat gue mengulik lebih jauh. Maksud gue, seandainya banyak informasi yang gue dapat darinya, kemungkinan besar banyak hal juga yang bisa diantisipasi kedepannya.
"Lo minum dulu deh," pinta gue.
Sid mengangguk. Wajahnya masih tampak pucat. Padahal gue tinggal ke dapur cuma sebentar, tapi dia udah berkeringat sebanyak itu di dahinya.
"Sori, Lex. Gue-," ujarnya sambil menggerak-gerakkan tangan seolah susah untuk mengungkapkan sesuatu.
"Gue ngerti. Pasti lo bingung dan takut."
Dia mengangguk lagi tanpa ragu.
"Gue tahu kok," ujar gue lagi.
Sid menunduk sambil memegangi kepalanya. Beberapa saat kemudian dia menyandarkan punggungnya ke belakang sampai kepalanya menengadah. Satu aliran keringat turun ke lehernya melewati jakun kecil itu.
"Lo bisa mulai cerita kapan pun lo siap. Asal nggak ada yang ditutup-tutupi," gue berkata.
"Tadi gue ngapain aja begitu sampai di sini?" Sid bertanya pada posisi yang masih sama.
"Tadi ... begitu lo sampai, gue tanya lo udah sarapan atau belum. Lo jawab udah. Lo juga ngasih gue amplop sisa UMP supaya gue kerja di sini selama yang gue mau."
"Soal amplop memang gue ada ngobrol sama Sahnaz kemarin. Tapi, Lex, gue ingat banget dari semalam gue belum makan apa pun. Ini aja sekarang gue lemes banget," jawab Sid sambil menegakkan punggung. "Gue-. Gue beneran bingung dan-." Kepalanya menggeleng-geleng. "Gue nggak tahu."
"Lo yakin?"
"Lo masih perlu diyakinkan dengan cara apa lagi? Lo lihat sendiri, kan?"
Gue mengembuskan napas panjang. "Sebenernya, kalau gue harus jelasin ke lo, itu artinya gue juga harus ngasih tahu beberapa istilah yang mungkin nggak lo tahu."
"Tentang?"
Gue agak ragu karena mau nggak mau gue harus menjelaskan sesuatu yang ada kaitannya sama Sinestesian, Antonim, dan Sinonim. Gue nggak yakin dia tahu soal itu.
"Lex, kehidupan gue sudah kacau dan penuh sama hal-hal baru yang belum gue pahami secara jelas. Bahkan toko ini pun dipenuhi sama hal-hal yang-. Nggak logis."
"Lo pernah denger orang yang disebut sebagai Sinestesian?" gue ragu menanyakan itu.
Sidney tertegun dan menatap gue dengan tatapan menelisik. Kepalanya teleng ke kanan semakin mengamati.
"Sial!" ujarnya seketika. "Lo nggak lagi bercanda, kan?"
"Apa?"
"Tentu gue tahu soal Sinestesian. Karena gue punya kenalan. Dua orang."
Oke. Ini temuan besar.
"Jangan bilang kalau lo adalah salah satunya," sergah Sid.
Gue malah jadi bingung mau bereaksi gimana. "Oke, karena lo udah tahu istilah itu, iya, gue salah satunya."
Sid mendesah. Menggeleng-gelengkan kepala. "Harusnya gue udah tahu dari awal karena latar belakang lo yang nggak jelas."
"Ini perkara rahasia, Sid. Gue nggak mungkin ngaku ke sembarang orang. Sekarang situasinya beda, makanya gue berani ngaku di depan lo."
Sid terdiam sesaat. "Dan lo kenal sama Juno?" tanyanya.
"Nggak."
"Jangan bohong lagi!"
"Demi Tuhan, gue nggak kenal sama yang namanya Juno. Gue cuma tahu dia dulunya sahabat dekat lo dari cerita Sahnaz. Oke? Dan sekarang dia lagi pergi ninggalin lo entah ke mana."
"Dia nggak ninggalin gue, Lex. Dia cuma ... pergi."
"Bedanya?"
Sid berdecap. "Juno selalu punya alasan untuk setiap tindakannya. Lo jangan asal bicara. Jangan berusaha bikin gue yakin kalau dia ninggalin gue karena gue emang layak untuk ditinggal. Karena terakhir gue merasa yakin soal itu, hal buruk terjadi. Tepatnya semalam. Gue nggak tahu kenapa tiba-tiba ada tiga sosok yang menyerupai orang-orang yang gue sayangi, dan ketiganya mengatakan hal-hal yang gue takuti!"
Sidney menghela napas dalam-dalam. Lalu dia meneguk teh lagi. "Dan sejak semalam sampai sekarang gue nggak tahu kenapa seolah ada yang ngendaliin separuh tubuh serta emosi gue. G-gue udah kayak orang gila!" dia nyaris meluap-luap. "Oh, dan gue baru sadar segalanya semakin aneh sejak lo muncul di kehidupan gue."
Gue nggak tahu gimana harus meluruskan pembicaraan ini.
"Kemunculan lo semuanya terasa aneh. Dan karena kebodohan gue aja, lo akhirnya bisa kerja di sini! Nggak ada, cuma gue doang orang yang nerima pegawai yang datang bawa selembar surat lamaran yang bahasanya kayak orang mabuk sama fotokopi KTP yang nggak jelas."
"Karena kalau gue jelasin siapa gue sebenernya, gue khawatir bukannya lo mau berkawan tapi malah ketakutan," gue menyalak balik. "Gue nggak ada waktu untuk jelasin banyak hal untuk saat ini. Yang penting sekarang adalah diri lo. Dan kalau lo udah ngerti tentang Sinestesian, harusnya lo juga ngerti soal Antonim sama Sinonim."
Sid menunggu gue melanjutkan.
"Asal lo tahu, gue datang ke Remember Me karena ngikutin satu ruh Antonim yang berkeluyuran sebab dia belum nemuin inang. Dia punya energi gelap yang besar. Nggak seperti yang biasa gue tangani sebelumnya," gue menjeda, "Sekarang yang gue rasakan ruh itu sudah merasuk ke dalam tubuh lo."
Bibir Sid terbuka sedikit. Alisnya terangkat. Napasnya seolah tersita. Dia terhenyak. Lalu punggungnya membelesak di sofa.
"Dan gue rasa bukan cuma Antonim yang udah masuk. Tapi ada yang lain juga, Sid," ujar gue pelan-pelan antisipasi dia bakal terkejut.
Gue mencondongkan badan ke depan. "Antonim yang ada di diri lo sekarang, gue nggak tahu apa pengaruhnya pada diri lo. Tapi yang jelas, Antonim itu sendiri nggak bakal sampai mengubah kepribadian lo yang sebenarnya. Antonim hanya membawa sifat buruk pada inangnya dan itu nggak serta merta. Pengaruhnya akan terasa ketika ada sebuah peluang. Cuman, yang ini membuat lo berubah. Lo bahkan sampai kehilangan separuh kesadaran lo, kan? Antonim yang asli nggak seperti itu. Nggak ada alter emosi."
Alis Sid mengendur seperti menunjukkan kepasrahan. Gue nggak tahu kenapa dia gampang banget langsung merasa kalah.
"Gue perlu ngasih tahu ke lo bahwa setiap Antonim memiliki sifat kejahatan yang berbeda-beda. Ada yang membawa sifat pembunuh, klepto, serakah, hiperseksual, dan lain-lain. Gue pernah berhadapan sama mereka. Tapi yang kasusnya seperti lo baru kali ini gue temui."
"Maksud lo gue bisa jadi pembunuh?"
"Gue belum tahu," napas gue berembus pelan, "Malaikat gue bilang, Antonim yang masuk ke dalam tubuh lo adalah turunan dari Sinestesian yang bisa mempengaruhi emosi-emosi manusia. Kemungkinan ... ini baru dugaan gue, lo bakal bisa mengendalikan emosi setiap orang yang lo temui untuk diperalat oleh diri lo sendiri. Untuk tujuan yang nggak baik."
Sid masih menyimak dengan sudut alis yang sedih.
"Gue bakal berhenti ngomong kalau sekiranya lo nggak siap dengan apa yang mau gue sampaikan," kata gue kemudian. Gue melihat energi Sid tidak meredup. Tapi berangsur berubah menjadi putih pias di sekitar kepala sampai turun ke dada. Energi itu berbahasa kesedihan yang masih dipertanyakan olehnya.
"Terusin aja," pintanya dengan tatapan pasrah. "Gue harus tahu semuanya."
Gue mengangguk. Merasa kasihan juga ke Sid karena dia kayak yang udah pasrah banget.
"Sid, yang tadi menguasai separuh kesadaran lo bukan Antonim. Tapi ... iblis."
Hidung Sid kembang kempis.
"Dia iblis yang menunggangi ruh Antonim itu. Energi mereka saling mengikat dan bergabung. Ruh Antonim adalah pasangan yang sempurna bagi iblis karena energi mereka sama. Mereka nggak saling menolak. Sama-sama punya kekuatan dan tujuan."
"Iblis?"
Gue mengangguk. "Energinya besar dan kuat. Gue rasa sekarang iblis itu sedang ditidurkan oleh Remember Me. Di dalam tubuh lo." Setelah itu gue menceritakan semua yang gue lihat dan rasakan tentang Remember Me.
"Tapi bagaimana bisa?"
"Karena Remember Me nggak akan menerima energi negatif masuk ke dalamnya. Dia akan melawan. Radiasi energi dari toko ini lebih kuat dari apa yang saat ini bersarang di dalam diri lo."
Sid menggeleng belum percaya.
"Sid, kemampuan Sinestesian gue bisa membuat gue ngerti bahasa-bahasa energi. Kali ini gue nggak lagi sandiwara," gue berusaha meyakinkan Sidney sebisa mungkin.
"Semalam rasanya aneh dan gue benar-benar takut, Lex," akunya polos. "Gue setengah sadar. Gue merasa sedang berbagi tubuh dengan orang lain sampai tadi sebelum gue mengambil alih kembali."
Gue mengangguk saja supaya dia merasa gue bisa dipercaya.
"Terus gimana? Apa gue bakal membahayakan keluarga gue?" tanyanya.
"Itu tergantung gimana efeknya ke diri lo."
"Tapi kenapa dia seolah bisa mengetahui kehidupan gue? Maksudnya, dia tahu pukul tujuh gue harus ke Remember Me. Gue harus berpakaian ini. Dan ngasih uang ke lo. Padahal dia baru masuk ke dalam tubuh gue."
"Itu karena iblis yang masuk ke dalam diri lo juga membaca semua memori di dalam kepala. Lo tahu orang kesurupan? Entah yang merasuki itu jin dari mana saja, pasti langsung bisa memakai bahasa asli orang yang dirasukinya. Karena mereka membaca dan memahami isi kepala orangnya. Kurang lebih sama seperti yang lo alami sekarang. Iblis itu sudah tahu sepenuhnya semua tentang kehidupan lo bahkan dari hal yang paling kecil sekalipun. Termasuk ingatan-ingatan masa lalu yang mengendap di ingatan lo. Itu iblis. Berbeda dengan Antonim yang selamanya akan jadi pembisik buruk pada diri lo dan membawa sifat buruknya saja."
Mata Sid memerah. "Tetapi kenapa harus gue?"
"Dia mengincar apa yang lo miliki saat ini untuk mencapai tujuan mereka."
"Apa?"
Gue mengatur napas. "Pertama, lo punya luka batin yang bagi mereka itu adalah makanan yang lezat. Dengan itu mereka bisa mempengaruhi bahkan menyabotase diri lo. Kedua, Antonim dan iblis itu sangat membenci Sinestesian. Sementara itu lo punya dua kenalan Sinestesian yang kata lo tadi. Mereka semacam ingin memperalat lo. Termasuk gue juga mungkin akan jadi salah satu targetnya. Ketiga, ada sesuatu di Remember Me yang diincar oleh mereka."
"Apa?"
"Gue nggak tahu. Tapi ... jujur gue merasakan energi besar yang datang dari kamar. Satu-satunya tempat yang lo nggak kasih izin gue untuk memasukinya."
Sid terdiam dan mengamati ekspresi wajah gue lamat-lamat. "Karena gue masih belum bisa percaya sama lo. Bahkan sampai detik ini."
"Sid. Kali ini gue nggak bohong sama sekali. Gue ngomong apa yang gue tahu."
"Iya tapi semuanya makin nggak masuk akal."
"Bagian mana yang nggak masuk akal buat lo? Coba sebutin biar gue perjelas."
"Semuanya. Gue nggak mungkin akan jadi sejahat itu. Gue bahkan nggak bisa melukai siapa pun," entah kenapa dia masih berusaha mengelak.
Gue mulai kesel. "Oke. Lo boleh nggak percaya sama semua yang gue omongin. Tapi sekarang gue minta lo bertanya pada diri lo sendiri. Apakah semua ini masih terasa nggak masuk akal setelah lo sendiri mengalami semua kejanggalan itu? Masih belum cukup percaya sama apa yang lo lihat semalam? Atau, lo emang mau berlarut kemakan sama rayuan Antonim dan berubah jadi iblis yang saat ini terlelap dalam diri lo? Denger, ya! Saat ini mungkin lo belum ngerasain efek yang besar. Tapi asal lo tahu, energi seperti ini ibarat bom waktu yang sedang menghitung mundur sampai momen ledakan yang tepat menurut mereka. Gue sudah ngasih tahu lo tentang apa yang terjadi. Kalau lo masih nggak mau percaya sama gue, jangan cari gue kalau nanti lo mulai kewalahan sama diri lo sendiri."
"Gue cuma bingung harus bertindak gimana, Lex!" Sid teriak seperti kehabisan akal. "Gue nggak ngerti! Semua ini terlalu tiba-tiba dan gue nggak tahu kalau jadi pemilik toko aneh ini juga berimbas pada takdir hidup gue yang berubah segila ini!"
Gue berusaha diam.
"Toko ini gila! Gue dapat warisan toko ini dari seorang Sinonim unicorn bernama Bahri yang sekarang entah di mana. Ngilang bareng Juno. Dan kalau gue tahu kejadiannya bakal kayak gini, pasti gue sudah nolak jauh-jauh hari!" wajah Sid memerah. Urat-urat di keningnya sampai timbul. "Gue bingung!" lantas dia menunduk dan memegangi kepalanya. Terisak.
"Gue harus gimana?" ucapnya di sela-sela kepasrahan. "Gue nggak mau jadi monster yang membahayakan orang-orang yang gue sayangi. Keluarga gue, kalian Sinestesian, dan Sahnaz."
"Itu nggak akan terjadi kalau lo mau percaya dan nuruti semua yang bakal gue arahin ke lo," gue berusaha menenangkan. "Kalau lo nggak mau jadi seperti itu, redakan semua gejolak lo sekarang juga. Karena itu termasuk makanan iblis di dalam diri lo untuk menjadi lebih kuat dan mengambil kendali diri lo, Sid!"
Sid benar-benar terisak di depan gue. Dia menunjukkan ketakutan dan perasaan yang berkecamuk. Nggak ada satu manusia pun yang ingin melukai orang tersayangnya atau menjadi jahat. Apalagi jika kenyataannya sekarang dalam diri Sid tersimpan sebuah energi yang seperti bom waktu.
Namun tiba-tiba Sid berdiri dan melangkah buru-buru ke kamar mandi sambil memukul-mukul dadanya sendiri.
"Sid!" gue bergegas mengejarnya. Tapi dia lebih dulu mengunci pintu dari dalam. Gue menggedor. "Sid!" gue khawatir gejolaknya tadi telah diserap oleh iblis di dalam dirinya sehingga terjadi benturan energi yang tidak bisa dia tangani.
Di dalam sana dia mengerang dan terdengar seperti muntah-muntah. Beberapa saat kemudian dia mengerang lebih keras lagi, akan tetapi suaranya menjadi berat dan menyeramkan seperti binatang buas. Lalu terdengar peralatan mandi yang jatuh berantakan.
"Sid!" seru gue sambil terus menerus menggedor pintu.
"AAAAAARRRH!" dia memekik kencang dengan suara aslinya yang terdengar seperti kesakitan. Tak lama setelahnya cermin di kamar mandi seperti dihantam kuat-kuat. Sid menangis seperti orang yang sedang tersiksa.
Dari bawah pintu serpihan energi yang berbentuk seperti asap keluar berwarna hitam pekat. Mata gue melebar. Gue langsung mengambil posisi tenang dan menghadapkan telapak tangan kanan lurus ke arah pintu. Gue berusaha memusatkan energi pada telapak tangan gue. Lalu sekali hentakan pintu kamar mandi itu terdobrak keras-keras sampai lepas engsel-engselnya.
Gue terkejut melihat Sid yang sedang tersungkur menggeliat di lantai. Persis seperti orang yang sedang melakukan perlawanan dari kerasukan. Bajunya terkoyak-koyak seperti bekas cakaran. Cermin besar di dinding sudah hancur. Benda-benda berantakan. Keran pecah.
Namun yang paling menakutkan adalah perubahan pada tubuh Sid. Ada dua tanduk sepanjang jengkal yang tumbuh di kepalanya. Dari ujung jari-jari tangannya sampai mendekati siku berubah menghitam. Bahkan kuku-kukunya panjang dan terlihat sangat runcing. Sid terus menerus mengerang melakukan perlawanan. Sementara itu gue bingung banget karena baru kali ini berhadapan dengan sesuatu yang seperti ini.
"Sid!" gue berteriak padanya. Mau mendekat tapi gue ragu karena dia masih meronta-ronta.
Saat Sid berteriak lebih kencang dengan suara yang menyeramkan, seketika itu juga punggungnya robek. Lalu muncul bagian tubuh lain yang nyaris menyerupai sayap kelelawar. Ujung siku sayapnya terlihat seperti tulang yang meruncing. Sid terus-menerus melakukan perlawanan. Dia seperti sekarat di lantai.
Gue benar-benar panik nggak tahu harus bagaimana. Gue khawatir orang-orang di luar mendengar dan berhamburan datang. Tapi demi apa pun gue berusaha untuk menaklukan rasa panik itu.
Sampai akhirnya gue merasakan sebuah getaran energi yang sangat kuat datang mendekati gue. Pendaran warna-warni yang tampak seperti lesatan pelangi tipis meliuk-liuk di sekitar gue. Gue langsung mengenali energi itu yang merupakan milik Remember Me. Apa pun itu yang ada di dalam bangunan ini, mereka ingin membantu. Energi itu berbicara yang intinya gue harus menyalurkan mereka ke arah Sid.
Mengherankannya, semua kaca jendela dan pintu Remember Me berubah menjadi gelap dan ruangan terasa kedap. Itu seolah Remember Me ingin merahasiakan apa yang terjadi di dalam sini dari kehidupan di luar.
Lantas gue melakukan posisi yang sama seperti hendak mendobrak pintu tadi. Meluruskan telapak tangan kanan ke arah Sid. Dan tanpa tanggung-tanggung energi itu masuk melalui tubuh gue untuk kemudian keluar dari telapak tangan hingga memancar ke arah Sid. Energi itu melawan semua kegelapan yang bergejolak pada diri Sid. Sid mengerang seperti kesakitan. Iblis dalam diri Sid juga melakukan perlawanan dengan cara terus membuat Sid seperti tersiksa dan menjerit-jerit.
Gue merasakan sedikit gentar di dalam diri. Namun energi Remember Me memberi dorongan pada punggung gue dan mengirim pesan agar tangan kiri gue ikut membantu memancarkan energi itu. Hampir dua menit lamanya gue terus menahan posisi. Sampai akhirnya energi gelap itu terdorong masuk ke dalam tubuh Sid. Perlahan perubahan tubuh Sid yang menyeramkan itu menghilang ke dalam tubuh Sid.
Tubuh Sid tergeletak di lantai. Basah oleh pancuran keran yang pecah.
Gue langsung berlari mendekatinya.
"Sid!" gue mengangkat kepala SId ke atas pangkuan. Gue menepuk-nepuk pipinya beberapa kali. "Sid!"
Dalam keadaan panik yang seperti ini gue sama sekali nggak boleh berteriak minta pertolongan dari luar. Karena penjelasannya akan sangat rumit bagi orang-orang awam.
Sidney pingsan.
Gue juga terkena kucuran air sehingga tak perlu waktu lama ikutan basah kuyup pula.
"Ayo, cepat, Quentin!" gue mendengar suara perempuan muda. Tak lama kemudian gue terkejut ada sosok cantik seperti noni-noni dengan gaun klasik berenda warna putih tergopoh-gopoh datang menghampiri gue. Diikuti pemuda tampan dengan pakaian bergaya Belanda kuno.
"Oh, ya Tuhan!" perempuan itu menyentuh Sid seperti ikut panik. Gue bingung.
Lalu pemuda bernama Quentin itu buru-buru mengangkat tubuh Sid. "Kalima! Kau angkat kakinya!" pintanya pada perempuan muda itu.
Gue bingung harus bagaimana. Mereka ini siapa?
*******
*******
😣😣😣😣
Apa komentar kamu untuk bab ini?
Kalian sudah mulai suka sama UYS nggak sih? Penasaran saya. 😣
Apa imajinasi kamu sudah berhasil membuat kamu melihat Sid yang sedang melakukan perlawanan dalam sekarat?
Maaf Sid harus menghadapi masa berat ini.
Masih ingat Kalima dan Quentin itu siapa? Hayoo. Siapa?
Saya agak sedih sebenarnya harus bikin Sid kayak gini. Tapi saya harus tega.
Bab-bab kedepannya akan lebih pelik lagi.
Apakah ini bakal jadi Sidney Separuh Iblis Vs. Juno Separuh Malaikat? Dua sahabat berseteru hebat?
Tapi Juno di mana????????
Coba dong yang ngumpetin Juno di kamar balikin ke sini! Huehuehue.
Sampai jumpa di bab berikutnya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top