i miss you

Setelah selesai membersihkan diri, Oikawa langsung menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Ia membenamkan wajahnya dalam bantal sambil memejamkan mata. Ia lalu mengubah posisinya menjadi berbaring. Namun nihil, ia tak bisa pergi ke alam mimpi. Rasa kantuk yang melanda saat mengerjakan tugas tadi seolah menguap, menghilang begitu saja.

Ia lantas mengubah posisinya lagi menjadi duduk, lalu mengacak rambutnya kasar. Sekarang, apa yang harus ia lakukan? Pergi kencan? Tidak, tentu saja tidak. Lebih baik ia menghabiskan waktu kencan berdua dengan sebuah novel dan secangkir minuman hangat. Tapi, nampaknya hal itu sangat lucu jika dilakukan oleh seorang Oikawa Tooru.

Pada akhirnya, ia pun mengambil ponselnya lalu membuka layarnya. Seketika, benda pipih berwarna putih itu bergetar. Niat awal ingin bermain game akhirnya tertunda untuk membuka aplikasi chat yang sudah dipenuhi banyak notif. Pemuda itu harus mengscroll layarnya sampai ke bawah, jikalau ada pesan penting yang tenggelam akibat pesan spam.

Iwa-chan
Oy Kusokawa, awas kalau kau terlambat besok. Aku akan menendang bokongmu.

Tuh, 'kan. Untung saja ia mengecek pesannya dengan cermat. Ia hampir saja lupa jika besok pagi ada latih tanding dengan klub voli universitas lain. Sahabatnya,—sebenarnya Iwaizumi tak sudi menganggap Oikawa sahabatnya—yang bernama Iwaizumi itu sangat tempramental. Sehari saja tidak marah, rasanya ada yang kurang.

Sisanya, tidak ada yang penting. Hanya pesan dari para gadis yang bahkan tidak ia kenal. Oikawa melakukan itu hanya untuk kesenangan belaka, setelah bosan, ia akan membuangnya seperti sampah. Meski tahu kelakuan Oikawa seperti itu, tetap saja, para gadis bodoh di luar sana berbondong-bondong antre untuk menjadi pacarnya.

Oikawa sendiri hanya pernah pacaran sekali. Sudah cinta, namun akhirnya ditinggal begitu saja oleh kekasihnya. Sejak saat itu, ia memperlakukan semua gadis yang mendekatinya seperti ia diperlakukan mantan kekasihnya dulu. Trauma dan balas dendam. Pemuda itu hanya meladeni, pergi berkencan, lalu mengakhiri semuanya.

Pemuda itu menghela napas, lalu jemarinya beralih menekan ikon game di ponselnya. Tugas sudah rampung, manik lelah membaca buku. Yang ia perlukan hanya kesenangan bermain game. Ya, semoga saja ia mendapat tim yang bagus sehingga bisa memenangkan pertandingan.

•••

Oikawa nyaris telat pagi ini. Beruntung saja, jam weker yang berdering memekakan telinga itu berhasil membuatnya bangun. Semalam, ia terlalu larut dalam permainan hingga lupa waktu. Ia melangkahkan kakinya gontai di lantai gym. Matanya curi-curi menutup untuk sekedar menghilangkan rasa perih. Sungguh, rasanya ia ingin membolos saja jika tidak teringat ancaman Iwaizumi kemarin. Tendangannya itu benar-benar menyakitkan.

Matanya terpejam meski ia sedang dalam posisi berdiri. Lemparan bola dari arah belakang sukses membuatnya sadar. "Hey! Siapa yang melempar bola padaku?!" Serunya marah, namun segera menciut kala melihat sosok Iwaizumi dengan muka datarnya yang menakutkan.

"Kenapa?" Tanya Iwaizumi masih dengan raut datarnya. Oikawa menggeleng sambil mengulas cengiran canggung. Pemuda itu mengusap bahunya yang dihantam bola dengan cukup kuat tadi. "Hidoi yo, Iwa-chan," kata Oikawa merengek. Sementara, Iwaizumi hanya mendengus lalu melanjutkan pemanasannya.

Oikawa turut ikut pemanasan, merenggangkan ototnya agar tidak cidera. Pikirannya melayang pada gadis hujan kemarin, sedikit aneh tapi sukses melekat di memorinya. Sial, sepertinya pemuda itu tidak bisa fokus dalam latihan kali ini.

•••

Sudah berapa kali servicenya meleset? Entahlah, Oikawa terlalu malas menghitungnya. Sampai-sampai pelatih menyuruh Oikawa untuk istirahat di rumah, dikiranya ia kelelahan. Iwaizumi mendekat, punggung Oikawa bergidik menerka apa yang akan dilakukan Iwaizumi padanya. Meninju? Jitak? Atau tendang?

Tapi, Iwaizumi tidak sejahat itu. Ia menepuk pelan bahu Oikawa. Pemuda berambut cokelat itu nampak heran karena tidak ada tindak kekerasan yang dilakukan rekannya itu. Bukan seperti Oikawa mengharapkan siksaan.

"Istirahatlah, akan kutendang kau jika sudah baikan," tukasnya. Sepertinya Iwaizumi takkan pernah berbuat baik untuk seorang Oikawa Tooru. Pemuda itu terkekeh canggung sambil mengusak poninya yang jatuh menutupi dahi. "Aku akan lari menghindari tendanganmu, Iwa-chan!" serunya sambil melambaikan tangan, berjalan sambil mengelap keringatnya dengan handuk menuju kamar ganti.

Hari ini cerah, tak ada tanda-tanda akan turun hujan. Oikawa berjalan melintasi trotoar dekat halte kemarin, tempat ia berkenalan dengan gadis aneh bernama [name]. Sepi, tidak ada siapa-siapa di sana. Jadi gadis itu benar-benar datang saat hari hujan, ya?

Oikawa terduduk, menunggu bus yang lewat. Sebenarnya ia bisa menunggu di halte kampus. Ia rela berjalan kemari hanya ingin melihat gadis itu. Namun nihil, presensinya tidak ada.

Ia merogoh ponselnya di saku, ia lupa menanyakan nomor telpon atau sosial media milik gadis itu. Maniknya melirik bosan ke notifikasi yang menurutnya spam. Ah, rasanya sudah lama sekali ia terakhir kencan. Kapan ya? Mungkin sebelum tugas menggunung dari dosen biadap yang mendapatkan tanda tangannya sama sulit seperti artis saja.

Baiklah, untuk mengusir rasa bosan sebaiknya ia pergi bermain hari ini.

Hey, tempat biasa 30 menit lagi.

Pesan itu terkirim dan tak lama kemudian dibaca. Ponselnya bergetar, tanda pesan masuk.

Oke

Oikawa mengunci layar ponselnya dan segera bergegas menuju tempat tujuan yang tak lain adalah kafe di seberang jalan. Persis di depannya berada. Pemuda itu duduk di tempat biasa, pojok dekat jendela. Lalu memesan menu yang biasa pula, ia juga sudah hapal dengan pesanan orang yang ditunggunya.

Suara bangku diduduki seseorang terdengar, pemuda itu melemparkan senyum pada gadis yang baru saja datang. "Sudah kupesankan untukmu," ucap Oikawa sambil menyodorkan sebuah choco lava cake padanya.

Gadis itu mengambil garpu dan mulai membelah lava cakenya hingga cokelat di dalamnya meleleh keluar. Ia menyendokkannya ke dalam mulut sebelum akhirnya memandang lurus lawan bicaranya. "Jadi, ada apa?" Tanyanya lalu fokus pada makanannya.

"Kau tahu sekali tentang diriku! Jadi pacarku saja, ya?"

Delikkan mata menjadi balasannya. "Tidak sudi," ucapnya angkuh sambil mengunyah kasar kue lembut itu.

"Bercanda, kok," ucap Oikawa menompang dagu sambil menatap seberang jalan, berharap jika gadis itu muncul. Sepertinya rindu, kenal saja hanya sekedar nama. "Tapi kalau kau berubah pikiran sih tidak apa," lanjutnya dengan nada bercanda.

Oikawa menyesap lattenya perlahan, lalu menghela napas berat. "Belakangan ini aku tidak fokus, selalu ada yang mengusik pikiranku," ucapnya. Gadis di hadapannya diam mendengarkan, Oikawa selalu memanggilnya jika butuh teman curhat. Terdengar menggelikan namun tak apa, selagi ia bisa menikmati kue kesukaannya dengan cuma-cuma.

"Apa yang mengganggumu? Penggemarmu berulah lagi? Atau stres karena tugas?" Tanya gadis itu dengan satu alis terangkat.

Oikawa menggeleng pelan, terlihat lesu tidak ceria seperti biasanya. Kedua bibirnya membuka, hendak mengeluarkan suara namun tiba-tiba lidahnya menjadi kelu.

"Sepertinya, aku mulai merindukan hujan." []

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top