here, by your side
Ia nampak rapi dengan kemeja dan jas yang terlampir di bahunya, sementara tangannya membawa satu buket bunga seperti biasa. Ini kunjungan rutin yang selalu dilakukan di sela kesibukannya. Berjalan di koridor berbau antiseptik menuju salah satu kamar yang dihapalnya begitu jelas. Para suster memberi senyum padanya, terlampau hapal dengan penjenguk setia salah satu pasien ruangan vvip di sana.
Ini sudah dua tahun terlewat sejak pertemuannya di bawah hujan. Oikawa sendiri telah menyelesaikan studinya setahun yang lalu dengan predikat cumlaude. Sekarang ia sudah mendapat posisi yang bagus dalam dunia kerja, secara kasat mata, banyak orang kagum dan iri akan kehidupannya yang berjalan begitu mulus. Nyatanya, pemuda itu tak seperti yang dibayangkan kebanyakan orang. Sama sekali tidak.
Setelah mengganti bunga yang agak layu itu, ia berjalan menuju ranjang, di mana ada sosok yang begitu disayanginya terbaring lemah tanpa menunjukkan kehidupan berarti. Tiga tahun waktu yang cukup lama untuk tidur, tapi sepertinya gadis itu masih enggan membuka matanya.
"Hey, apa kau tidak lelah terus-menerus memejamkan mata?"
Jemari kurus itu digenggam, sedikit dielus permukaannya. Luka di tubuhnya sudah memulih, tapi hanya waktu yang menentukan. Pernah kala itu saat harapan hidup sudah mencapai titik nol persen, Oikawa masih bersikeras memperjuangkan hidupnya. Tak membiarkan dokter dan pihak keluarga sang gadis melepaskan alat bantu kehidupan.
"Selama belum nol persen, jangan berani memutus hidupnya. Semua biaya biar aku yang tanggung." Oikawa berkata mutlak, tak ingin mendengar adanya penolakan.
Kembali pada sekarang, gadisnya masih bernapas, jantungnya masih memompa darah dengan baik. Ia percaya, jika penantian panjangnya akan membuahkan hasil. Ia percaya kalau gadisnya juga tengah berjuang sekarang.
"Bangunlah, aku merindukanmu." Bibirnya mengecup pelan kening sang gadis. Jemarinya beralih mengusap pipi yang kian menirus. Sekarang ia tahu, jika jatuh cinta rasanya akan sesakit ini, saat melihat yang dicinta menderita, membuat perasaan nyeri menjalar di sekujur tubuhnya.
"Kau sangat tidak cocok menjadi melankonis."
Oikawa yang sudah berada di ambang pintu membeku, indera pendengarnya tidaklah bermasalah. Seratus persen masih berfungsi dengan sangat baik. Otaknya masih terlampau ingat dengan suara ini, yang begitu dirindukan, yang menggema di telinganya kala ia terlelap. Lantas membalikkan tubuhnya dengan setitik air mata yang menetes dari pelupuk mata.
"Hai, aku kembali. Merindukanku?"[]
End
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top